webnovel

perjanjian pra nikah

Matahari mulai terbenam saat meri terbangun dari tidur siangnya. Rasa bosan menunggu dan lelah setelah memasukkan barang bawaannya dan andre ke dalam satu koper membuat matanya terasa berat dan tertidur di sofa dengan layar televisi yang masih menyala. Saat kesadarannya belum sepenuhnya pulih, dia mendengar suara dari kamar. Menatap jam yang sudah menunjukkan waktu pulang kerja, itu pastilah andre.

"kau sudah bangun" sapa andre saat melihat meri menatapnya keluar dari kamar dengan pakaian rapi.

"mengapa tidak membangunkanku. Apa kakakku sudah menelfon?"

"Mmm, mereka sudah di bandara, mungkin sekitar 20 menit lagi tiba di sini"

Mendengar kakaknya akan segera tiba, meri segera masuk ke kamar mandi. Dia tak ingin kakaknya menunggu lama saat telah tiba. Mereka harus bergegas ke Los Angeles karena perjalanan ke sana memakan waktu hampir sehari semalam dengan menggunakan mobil.

Saat ini belum ada maskapai penerbangan yang memiliki rute omaha- los angeles. Jadi mereka harus menggunakan mobil untuk bisa ke sana.

Meri sudah sangat terburu-buru saat mandi namun masih saja waktu mandi yang dia butuhkan dua kali lipat dari waktu mandi andre. Andre hanya akan menghabiskan waktu sekitar 8-10 menit di kamar mandi berbeda dengan meri yang terkadang sampai 20 menit.

Meri berteriak meminta andre membawakannya handuk, karena terburu-buru dia sampai lupa membawa handuk. Andre dengan sabar memberikan handuk dari luar pintu. Jika kakak iparnya saat ini tidak akan datang, dia pasti memanfaatkan kesempatan langka ini.

Meri masih sibuk di kamar saat kakaknya dan jackob telah tiba.

"kakak, kalian sudah datang" ujar meri mengeluarkan kepalanya di pintu kamar dengan badan terhalang pintu.

"iya, tetaplah dikamar dan selesaikan pakaianmu. Jangan keluar sampai ku panggil" ujar rido menatap ke arah meri.

Meri hanya terdiam merasa tidak mengerti maksud dari perkataan kakaknya itu. Randy yang melihat raut kebingungan di wajah adik perempuannya itu memberi kode agar meri masuk saja ke kamar dengan melambaikan tangan seakan mengusir.

Andre tetap berusaha tenang di hadapan dua laki-laki yang tak lama lagi menjadi kakak iparnya. Mereka duduk di sofa yang berada di ruang tamu tak jauh dari kamar meri berada. Andre berada tepat di hadapan rido yang berada di sebelah jackob.

Jackob awalnya enggan untuk ikut masuk, namun rido memaksanya. Karena status mereka yang sudah lama bersahabat dan keluarga mereka cukup dekat maka tidak akan canggung bagi jackob berada di antara mereka. Yang membuat jackob enggan masuk adalah dia akan melihat andre yang sudah jelas menganggapnya saingan. Randy cukup dewasa untuk tak menunjukkan rasa tidak suka nya kepada jackob secara frontal. Dia hanya lebih memilih diam dan menanggapi seperlunya perkataan jackob.

Rido menyerahkan selebaran kertas kepada andre dan memberinya pulpen yang sengaja di simpannya di saku jaket.

"itu adalah perjanjian pra nikah, aku hanya akan menjadi wali nikah bagi adikku jika kau menandatangani nya" ujar rido dengan sikap dan suara yang tegas.

Andre tetap tenang setelah mendengar perkataan rido. Walaupun rido akan menjadi kakak iparnya. dari segi usia, andre tetaplah lebih tua dan lebih matang dalam menghadapi situasi tak terduga seperti ini.

Jackob justru merana tidak senang dengan perjanjian itu, dia tidak ingin ada sesuatu yang mengikat hubungan andre dan meri melebihi sertifikat pernikahan. Karena pada saatnya nanti jackob akan tetap berusaha mendapatkan kembali gadis pujaannya itu, tak masalah dengan statusnya yang sudah menikah.

"kau boleh membaca poin-poinnya, jika kau setuju maka segeralah tanda tangani" kata randy yang berada di samping rido. "itu hanya untuk masa depan meri" tambahnya lagi. Usia randy yang lebih dewasa dari rido membuatnya menyampaikan segala sesuatu dengan tenang tanpa terkesan terbawa emosi.

Andre membaca setiap baris yang tertulis di lembar itu. Dia begitu memperhatikan setiap poin perjanjian yang di ajukan oleh calon kakak iparnya. Sesekali dia nampak tersenyum dan sesekali menaikkan sebelah alisnya. Sementara tiga pria lainnya menatapnya serius.

"aku tidak akan menandatangani perjanjian ini" ujar andre sambil meletakkan kertas perjanjian dan pulpen dimeja tepat di hadapan rido.

"kenapa?" tanya randy dengan suara sedikit khawatir.

"aku menyetujui semua isi perjanjiannya kecuali poin nomor 6" jawab andre tegas menatap rido dengan pandangan tajam. "aku bisa menyetujui poin yang lain karena itu berkaitan dengan keputusanku, tapi mengenai membiarkan meri menempuh pendidikan dan memastikan selama waktu itu dia tidak hamil. Aku tidak bisa"

Mata jackob membulat seperti bola tenis saat mendengar isi perjanjian itu. Dia tidak menyangka isi perjanjian itu akan pro kepada dirinya.

"apa aku bisa beranggapan bahwa kau menganggap adikku sebagai pabrik pembuat anak" rido begitu emosi mendengar andre menolak menandatangani perjanjian itu.

"aku menghormati meri sebagai wanita. Melahirkan adalah hal normal baginya dan itu sudah lazim bagi pasangan yang sudah menikah untuk memiliki penerus. Aku tidak bisa menyetujuinya karena itu berkaitan dengan keputusan meri. Sebaiknya tanyakan padanya terlebih dahulu. Jika dia setuju maka akupun tidak akan keberatan"

Randy memahami perkataan andre dengan sangat jelas. Dia mengerti andre hanya tidak ingin meri akan marah jika dia mengetahui andre setuju untuk menunda kehamilan selama study nya. Mengingat tekad meri menjadi ahli bedah saraf, setidaknya diperlukan waktu 7 tahun untuk bisa menyelesaikan rangkaian study nya. Itu terlalu lama jika meri harus menundanya sampai studynya selesai.

Randy berdiri dan mengetuk pintu kamar meri. Meri sudah siap dengan night dress berwarna putih sampak lutut. Dia begitu anggun namun terlihat rapuh karena warna kulitnya yang hampir sepadan dengan warna pakaiannya. Kulit tipis namun natural membuatnya tampak seperti putri salju yang menanti pangerannya.

Randy masuk dan mengajak meri berbicara mengenai perjanjian pra nikah yang diajukan rido. Meri sangat tidak senang dengan tindakan kakak ketiganya itu dan lebih tidak senang saat mendengar isi perjanjian yang di tolak andre.

Randy keluar dan bergabung dengan andre serta rido yang tidak sabar mendengar jawaban adiknya serta jackob yang sedari tadi berharap agar meri menyetujuinya.

"apa dia setuju?" tanya rido

Randy menggelengkan kepalanya, berbeda dengan rido yang terkejut andre justru tampak tenang dengan senyum terukir dibibirnya. Dia begitu mengenal meri dengan baik.

Wanitanya itu mungkin memiliki usia yang masih muda tapi pemikirannya sudah lebih dewasa setidaknya dari pemikiran rido. Meri saat ini selalu menolaknya untuk tidur bersama, tapi di wajahnya jelas bahwa dia hanya ingin menundanya sampai saat andre menjadi suaminya. 'gadis pintar' batin andre.

Rido berdiri untuk berbicara langsung kepada meri, namun tertahan karena randy menahan lengannya.

"kau sebaiknya mengalah, kita tahu betapa keras kepalanya meri. Dia tidak akan setuju, jika kau berani masuk ke kamarnya, kau mungkin tidak akan bisa mengatasinya. Dia sangat marah saat aku mengatakan kau mengajukan perjanjian pra nikah, dan menjadi murka karena mengatakan isi poin ke 6 dalam perjanjian itu" ujar randy mencoba memperingatkan rido.

Sayangnya, sifat rido tak jauh berbeda dari meri. Dia juga pria yang bertekad saat sudah menetapkan tujuan selama itu bukan tekanan orang lain. Mengajukan perjanjian pra nikah adalah keputusannya sejak awal dan dia tidak akan mundur begitu saja tanpa melakukan apa-apa.

Rido menghempaskan tangan randy dan menerobos masuk ke kamar meri. Terdengar suara keras meri membentak dan memarahi rido. Randy hanya bisa menunggu sampai ada salah satu di antara mereka yang keluar. Prediksi randy, rido yang akan lebih dulu keluar dengan kepala tertunduk lesu mendengar hanya suara meri yang menggelegar dan menggema di kamar itu.

Andre bukannya tenang, dia sangat tahu saat meri marah begitu keras kepada seseorang yang begitu di sayanginya. Setelah puas meluapkan emosinya dia akan menangis karena begitu patah hati. Hatinya yang rapuh dan keras kepala serta keberaniannya mengungkapkan pendapat membuatnya menangis jika yang di anggap musuh adalah orang yang seharusnya mendukungnya.

"apa tidak sebaiknya kita menghentikan mereka?" ujar jackob

Andre bangkit untuk menghentikan pertengkaran dua kakak adik itu, randy menahannya.

"tidak perlu khawatir, rido yang akan keluar dan mengaku kalah lebih dulu" randy menenangkan andre yang sudah berdiri.

"itu tidak sepenuhnya benar. Dia akan menang dalam pertengkaran itu tapi dia yang akan keluar lebih dulu. Menunjukkan betapa lembutnya hati adikmu itu" jawab andre masih berdiri di posisinya menatap ke arah pintu kamar meri.

"kau begitu mengenalnya?"

"sangat" setelah mengucapkan itu meri keluar dengan ekspresi penuh kemarahan. Meri menghambur ke pelukan andre dan menangis sejadi-jadinya.

Randy menatap andre dengan wajah heran, merasa tak percaya dengan apa yang dia lihat. Dia begitu terkejut melihat kenyataan bahwa perkataan andre adalah suatu kebenaran yang menunjukkan bahwa dia lebih mengenal meri dibanding dirinya yang telah bersama meri sejak lahir. Dia begitu takjub dengan kepekaan andre pada perasaan adik perempuannya itu.

Andre memeluk meri dan menepuk lembut punggung wanitanya itu untuk menenangkannya. Jackob yang melihat hal itu hanya bisa menahan emosi dan kecemburuannya.

"kakakmu melakukan itu untuk menjamin masa depanmu, kau seharusnya tidak se-emosional ini" ujar andre mencoba menasihati meri yang masih menangis di pelukannya.

Rido berjalan dengan wajah bersalah dan menghampiri mereka di ruang tamu. Rido masih terkejut dengan kemarahan adiknya yang meluap-luap seperti gunung dengan lahar panas di dalamnya dan siap meletus. Randy menepuk bahu rido untuk menenangkannya. Dia tahu rido pasti terkejut mendengar kemarahan meri.

Merasa wanita dipelukannya itu sudah sedikit tenang, andre melepas pelukannya, menghapus jejak airmata di wajahnya dan membimbingnya untuk duduk di sofa bersama dengan yang lainnya.

"kakakmu hanya berusaha menjagamu dengan mengikat komitmen denganku. Jangan terlalu marah, ini baik untukmu dan untuk kita. Jika kau tidak setuju mari kita diskusikan ulang" bujuk andre.

Meri mengambil kertas perjanjian itu dan melihat isinya. Baru saja dia akan bersikap tenang, emosinya kembali meningkat hanya dengan membaca poin yang pertama.

"apa ini tidak keterlaluan. Bagaimana bisa kau melarangku tinggal serumah dengannya setelah menikah" protes meri.

Melihat tak ada jawaban dari kakaknya, meri mencoret poin ke satu tanpa menunggu persetujuan pria yang berada di sampingnya. Poin keduapun bernasib sama dengan poin pertama.

"aku menolak pembatasan waktu untuk andre mengunjungiku"

Poin ketiga, meri hanya menghapus sebagian kalimat dan menggantinya dengan kalimat baru.

Meri menyetujui poin ke empat dan kelima mengenai Tanggung jawab penuh andre terhadap biaya hidup dan mengizinkan meri menempuh pendidikan seperti yang ia mau. Poin ke enam tanpa membacanya, meri mencoretnya dan mengganti isi perjanjian poin enam itu bahwa mereka hanya akan menunda selama tiga tahun dan masih bersifat fleksibel. Artinya, meri akan menunda sampai usianya 21 tahun namun jika sebelum usia yang ditetapkan meri sudah lebih dulu hamil maka itu bukan termasuk pelanggaran perjanjian.

Dari total 8 poin yang diajukan rido, setelah dikoreksi oleh meri hanya tersisa 5 poin saja. Andre hanya tersenyum melihat hasil diskusi sepihak wanitanya itu. Rido hanya bisa menyetujui isi perjanjian yang baru itu. Setelah membuat surat perjanjian baru kemudian membuat salinannya menjadi rangkap 2, meri meminta andre menandatanginya dan menyimpan satu untuknya dan satu untuk rido.

Diskusi perjanjian pra nikah itu selesai dengan meri yang keluar sebagai pemenang yang mendominasi.

次の章へ