Dipagi hari usai sholat subuh, Semua orang tampak sibuk, Alena sudah sholat ketika Ia sudah diberi sarapan ringan agar perutnya tidak kosong. Cynthia tampak sibuk juga menyuruh para pelayan agar segera bersiap untuk mulai mendadani Alena.
Acara akad dan penandatanganan berkas bersama surat jaminan, perjanjian pranikah tentang pembagian anak dan harta termasuk didalamnya akan dimulai pukul 9. Kemarin Pihak kerajaan meminta kepada Ayah Alena untuk membawa seorang pengacara dari Indonesia agar ada prinsip keadilan dari pihak Alena apabila ada kejadian yang tidak diinginkan. Bahkan berkas itu sudah didiskusikan dengan keluarga Alena. Keluarga Alena tidak pernah perduli dengan harta apalagi kemarin sebelum menikah Nizam sudah memberikan sejumlah uang yang sangat besar. Hanya ketika anak yang lahir dari Alena semuanya akan menjadi milik kerajaan. Maka barulah keluarga Alena sangat keberatan. Ayah Alena sampai harus mendatangi Alena yang akan dirias.
Dengan diantar oleh petugas kerajaan yang mendampingi keluarga Alena mereka menuju Harem tempat Alena berada. Petugas kerajaan sebenarnya sudah memberitahu bahwa Ayahnya Alena tidak dapat mengunjungi Harem. Tapi Ayahnya Alena tetap memaksa hingga terhadang Kasim penjaga Harem. Diluar Harem Ayah Alena bersama pengacara dan salah satu Paman Alena terdiam. Jelas mereka tidak bisa masuk ke dalam Harem.
"Maafkanlah Kami Tuan, Harem adalah tempat yang terlarang bagi pria bahkan tidak setiap wanita juga bisa masuk." Kasim berkata sangat hati-hati. Ia tahu bahwa yang didepannya adalah ayahnya Putri Alena. Pak Gatot ayahnya Alena bingung.
"Kami ada masalah yang sangat penting, bagaimana ini?" Pak Gatot sedikit memaksa. Handphone anaknya juga tidak bisa dihubungi.
Kemudian salah satu Kasim berinisiatif menelepon pengawalnya Nizam. Tidak lama kemudian datanglah Ali menghampiri mereka. Ali segera membungkuk memberi hormat sambil mengajak bersalaman. Pak Gatot memandang wajah Ali sambil mengingat-ingat wajahnya. Lalu dia tersenyum lebar.
"Anda pasti Pengawalnya Yang Mulia Nizam."
"Betul Pak..mari ikuti saya, Kita akan berbicara dengan Yang Mulia Pangeran"
"Bagaimana dengan Alena?"
"Nanti Yang Mulia Tuan Putri akan menyusul"
Akhirnya Pak Gatot dan yang lainnya segera mengikuti Ali. Pengacara Alena berjalan sambil memahami situasi yang mungkin akan terjadi. Perkara perkawinan antar dua kewarganegaraan sangat sulit ditangani apalagi ini menyangkut tentang anggota keluarga kerajaan. Di Indonesia kewarganegaraan anak mengikuti kewarganegaraan ayah karena memang di Indonesia kewarganegaraan menganut asas ius sanguinis. Yaitu kewarganegaraan anak ditentukan oleh kewarganegaraan dari ayah atau ibu biologisnya.
Jadi ketika Alena dan Nizam memiliki anak maka anak tersebut otomatis memiliki kewarganegaraan Azura bukan kewarganegaraan Indonesia seperti ibu biologisnya. Dan yang paling membuat Ayah Alena sangat keberatan adalah bahwa Alena nanti tidak akan berhak mendapatkan hak asuh dari anaknya apabila mereka nanti bercerai atau berpisah. Ayahnya Alena sangat yakin Alena tidak pernah berpikir sejauh ini makanya Ia bersikeras untuk menanyakan hal ini pada Alena. Anak itu sedang dimabuk cinta. mana kepikiran sama hal-hal yang rumit tapi sebenarnya sangat penting.
Nizam sudah mengenakan pakaian tradisional Azura. Pakaian bewarna putih bersulamkan benang emas dengan penutup kepalanya. Ia benar-benar sangat tampan. Hidungnya yang mancung terlihat sangat menjulang di atas wajahnya yang tampan. Bibirnya ikal terpahat sangat indah di atas dagunya yang lancip dan sedikit belah. Kumis dan jambangnya dibiarkan sedikit menghiasi wajahnya sehingga dia terlihat sangat macho. Pengacara Alena dan pamannya tercengang melihat ketampanan Nizam. Bahkan kewibawaan seorang pangeran putra mahkota langsung terpancar auranya. Mengapa ada makhluk yang hanya pantas mendiami kahyangan dimana para bidadari bertebaran harus ada dimuka bumi yang fana ini.
Sementara itu ayahnya Alena hanya tersenyum karena kagumnya sudah lebih duluan dari mereka. Nizam menjabat tangan mertuanya lalu mencium tangannya dengan penuh rasa hormat. Tubuhnya membungkuk memberi hormat pada ayahnya Alena. Ketika Nizam membungkuk maka semua orang yang ada di ruangan itu segera turut membungkuk agar posisinya lebih rendah dari Nizam. Pengacara dan pamannya Alena jadi kaget segera ikut membungkuk dengan kaku.
"Mari duduk ayah." Nizam memanggil ayah mengikuti panggilan istrinya. Ayahnya Alena terlihat gugup. Ia tadinya ingin menanyakan tentang persetujuan Alena tentang hak asuh anak tetapi begitu melihat Nizam hilang sudah sebagian isi otaknya. Pesona menantunya seakan menyihir otaknya agar patuh saja pada kehendak yang Mulia.
Melihat Ayahnya Alena hanya bengong bahkan pamannya Alena juga malah terkesima menatap wajah Nizam seakan menatap makhluk astral dari alam ghaib. maka pengacara Alena segera mengambil alih. "Begini yang Mulia, Kami dari pihak Alena eh Putri Alena hendak menanyakan poin tentang hak asuh anak seandainya maaf..Yang Mulia dan Putri Alena berpisah" Pengacara Alena bertanya sangat hati-hati.
Nizam mengerutkan keningnya lalu tersenyum menutupi kekacauan hatinya. Jangan sampai Alena tahu poin itu. Kalau Ia sampai tahu akan habis Ia disiksanya. Istrinya itu orang yang berpikir pendek dan cepat gelap mata. Kalau tahu Alena akan kehilangan hak asuh atas anaknya jika mereka berpisah maka sampai kapanpun Alena tidak akan pernah menandatangani perjanjian pra Nikah ini. Wanita dengan anaknya adalah takdir yang sangat krusial. Wanita akan dapat melepaskan suaminya kapanpun ia mau, tapi jangan harap dapat melepaskan anaknya sendiri. Dan tanpa berkas perjanjian pra Nikah maka pernikahannya akan mustahil dilaksanakan. Aturan kerajaan sangat ketat. Dan sekarang Ia tidak berdaya menghadapi Majelis kerajaan. Nizam langsung putar otak dengan cepat.
"Ayah...Saya sangat mencintai Alena. Tidak pernah sedikitpun Saya berpikir akan menceraikan Alena. Jadi mohon Ayah tidak usah khawatir Alena akan kehilangan hak asuhnya. Karena kami akan mengasuh anak kami berdua sampai anak kami dewasa. Berkas ini hanya formalitas belaka. Kebetulan Saya dan Alena sudah pernah membahasnya" Nizam menjawab dengan tenang.
Walau bagaimanapun mental Nizam adalah mental seorang calon Raja yang sejak lahir sudah didoktrin tentang kekuasaan dan cara mengendalikannya. Apa yang Ia inginkan harus Ia miliki. Berbohong sedikit tidak masalah bila perlu menghilangkan nyawa orang juga akan Ia lakukan. Karena memang sebenarnya Ia tidak pernah membahas tentang hak asuh anak dengan Alena. Ali dan Fuad hanya terdiam. Mereka segera menyadari kalau majikannya sedang mengatakan hal yang terlihat tidak salah tapi sebenarnya mengintimidasi lawan bicaranya.
Ayah Alena dan pamannya langsung manggut-manggut setuju. Tapi pengacara Alena bukan pengacara biasa yang baru lulus diwisuda kemarin sore. Ia langsung dapat mempelajari bahwa lawan bicaranya sedang mengintimidasi kliennya.
"Mohon maaf Yang Mulia. Tapi kita tidak sedang bicara tentang masa depan tapi Kita sedang berbicara tentang kondisi sekarang. Bagaimana bisa nasib masa depan dibicarakan sekarang tanpa ada jaminan kepastiannya secara hukum." Pengacara Alena berargumen.
Raut muka Nizam langsung berubah menjadi gelap. Andai pengacara itu berasal dari kerajaannya maka Ia sudah ditendang dari kursinya. Nada suara Nizam langsung berubah menjadi sedikit tajam.
"Tuan pengacara, tahu apa Anda tentang kondisi kami?, Kondisi masa depan kami ada ditangan takdir Kami. Jangan mempersulit sesuatu yang bisa kita permudah. Mohon untuk menyadari kedudukan kita."
Suara Nizam bagai goresan pedang pada kulit yang rapuh. Hanya sedikit saja goresan itu tapi hasilnya sangat telak. Pengacara Alena langsung terdiam. Kalimat terakhir yang dikatakan Nizam seakan menyatakan hal yang tak tersirat yaitu jika ia ingin selamat maka menyingkirlah dari permasalahan antara Nizam dan Alena. Kedudukan yang dimaksud Nizam adalah menyatakan bahwa Ia adalah seorang calon raja dan dia cuma seorang pengacara. Dan yang terpenting mereka sedang ada di negara Azura dimana Nizam memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari si pengacara. Dimana sekali Nizam mengangkat tangan maka bisa saja ia pulang tinggal balik nama.
Pengacara Alena langsung melunak. Ia menatap ke arah Ayah dan Paman Alena. "Semoga apa yang kita harapkan dimasa yang akan datang dapat terjadi. Semoga tidak ada yang perlu dikhawatirkan " Pengacara itu berkata dengan suara penuh kekalahan. Nizam tersenyum sangat manis sambil menarik nafas lega