webnovel

Bab.XXIX. Penipuan Dari Atas Sekoci

Dayungan sekoci makin mempercepat laju kami menuju lautan ke arah utara. Deru ombak lautan lepas benar-benar berkali-kali lipat menguras tenaga untuk mendayung ketimbang mendayung pada lautan tenang ataupun pada aliran sungai.

Sekoci-sekoci kami sesekali terhempas ke kiri dan ke kanan. Membuat semacam guncangan yang pasti akan membuat perut seperti diaduk dalam mesin mixer dalam pabrik pengolahan limbah.

Sekoci yang kami dayung itu mampu menampung lima orang tiap-tiap sekocinya. Masing-masing awak kapal diatas sekoci akan bergantian untuk mendayung.

Aku berdiri tegak menatap ke arah utara dalam sekoci paling depan dari lima sekoci lainnya sambil menenteng prototipe carbine di bahuku, dan sebuah teropong yang menjadi barang mewah di tanganku , aku hanya terus menatap ke arah kapal yang terus menunjukkan bentuknya dari kejauhan.

Penggunaan kaca dan cermin untuk komersil seperti jendela kaca memang terbatas,tetapi itu hanya terbatas untuk penggunaan kaca pada teleskop untuk penjelajahan dan cermin rias untuk kaum bangsawan saja. Untuk harga masing-masing kepingan kaca memiliki harga yang mahal diatas rata-rata.

"Pak, kita mendekati mereka sekarang."

Marco mengatakan itu setelah kami melihat sebuah kapal berukuran sedang berlayar tak jauh dari kami.

"Marco, kibarkan bendera dan beri mereka tanda!"

Aku memerintahkan hal itu pada Marco yang duduk tepat di belakangku. Dia masih mengayuh bersama tiga orang lain.

Teropong ku gunakan melihat ke kejauhan dimana kapal berbendera bajak laut terlihat perlahan mulai mendekati dan bergerak menuju posisi kami.

Kapal itu melaju perlahan karena arah angin benar-benar tidak terlalu mendukung bagi layar untuk terkembang. Itu cukup membuat beberapa hal yang sebenarnya cukup menarik dimana mereka menjalankan kapal mendekati lima sekoci kami. Meski, mereka sendiri kami tidak tahu apakah kami adalah musuh atau kami adalah kawan.

Benar-benar segerombolan orang yang ceroboh. Tidak menarik, sama sekali tidak menarik.

Perlahan, tetapi pasti kapal mendekati dan merapat pada barisan sekoci kami.

"Hei kalian, apa yang kalian lakukan di sini? Kenapa kalian tidak ada di kapal induk milik Jhosep?"

Seseorang bersuara keras dari atas dek kapal. Suara itu berasal dari seorang pria dengan perawakan tinggi dan kepalanya dicukur habis. Aku bahkan bisa melihat bekas sabetan benda tajam di atas kepalanya itu. Itu membuat kulit botak licin di kepala pria itu benar-benar seperti menambah kesan sangar dan urak-urakan.

Ditambah lagi, dia hanya mengenakan baju penjelajah lengan panjang yang biasa di pakai di era pasca kolonialisme. Kupikir itu terbuat dari bahan kapas yang cukup bagus. Meski, aku sendiri tidak terlalu tahu, apakah itu memang pakaian pria itu atau itu adalah hasil dari rampasan seperti yang dimiliki oleh para perompak kebanyakan.

"Maaf…Maaf, Kapten memerintahkan kami untuk melakukan patroli di sekitar area ini."

Pria itu memiringkan kepalanya sebelum dia bersuara lantang dan terlihat merendahkan dalam suaranya.

"Kapten? Apakah yang kau maksudkan adalah Kapten II , si Kapten payah Jhosep."

Kapten payah? Apakah orang-orang ini merendahkan kapten mereka sendiri,pikirku.

"Apa yang Anda baru saja melecehkan Kapten Jhosep kami?"

Tantangku sambil memasang ekspresi tajam dan mengancam di wajahku.

Jika Jhosep memang dipanggil seperti ini oleh bawahannya sendiri. Ku pikir ini adalah dialog yang tepat dimana kami harus berperan layaknya bawahan setia dan pasti merasa marah dilecehkan oleh kata-kata yang keluar dari mulut pria botak ini barusan.

"Apakah Anda keberatan dengan apa yang barusan aku katakan? Bukankah kapten kalian itu benar-benar memang payah?"

Mendengar itu aku memberikan sebuah anggukan sebagai sinyal untuk Marco mulai ikut-ikutan menantang pria botak ini.

"Berhenti mengatakan itu. Jika tidak…"ancam Marco sambil dia menarik sebilah pedang kecil dari pinggangnya.

"Haha…Kalian benar-benar menarik. Aku tidak bisa menahan gelak tawaku melihat para idiot seperti kalian berani mengintimidasi saya, Jurgen si Kepala Besi ini!"

Pria bernama Jurgen dengan bangga tersenyum. Bahkan, dia meludah ke lantai dek kapal setelah mengatakan kalimat sakratis barusan.

Benar-benar seorang sakras dan sering memandang rendah seseorang kadang membuatku merasa ingin muntah. Namun, baiknya itu menjadi sedikit menyenangkan untuk memiliki orang ini sebagai alat baru.

"Tahan ! Kita di sini bukan untuk berdebat. Lebih baik kita menenangkan diri masing-masing… Jadi, apa yang kau inginkan? "Kataku.

Jurgen masih memandang rendah pada Marco dari atas dek kapal. Namun, dia berusaha untuk bersikap tenang.

"Bodoh. Itulah yang biasa dimiliki bajak laut seperti bawahan Jhosep, mereka kebanyakan tak berotak dan tidak memiliki apapun dalam kepala kecil mereka."

Aku hanya menatap datar pada pria yang selalu berkata sakratis itu. Jika kami terus dipaksa untuk berakting dan tidak dapat menjadi seorang aktor yang baik, ini akan benar-benar menjadi hal buruk. Itu bisa membuat kami sedikit agak terkejut.

"Bisakah kau berhenti mengganggu dengan mengatakan hal-hal yang sakras seperti tadi? Atau mungkin kepalamu tak berakal dan bodoh itu membuatmu lupa bahwa Kapten Jhosep juga pimpinan dari armada?"

Mendengar perkataanku barusan, Jurgen hanya mendengus seperti dia mendengar kata-kata yang sama sekali tidak pernah di dengarnya. Jurgen mulai terpancing dari perkataanku, dia berniat menghunus sebuah pisau yang menggantung di pinggangnya.

"Jurgen !Hentikan itu!"

Sebuah suara kasar dan melengking terdengar dari bagian lain kapal. Suara itu berasal dari seorang pria bertubuh jangkung. Perawakannya benar-benar berbeda dari para perompak kebanyakan. Tubuh jangkungnya itu lebih bersih ketimbang dan wajahnya agak tampan untuk sekelompok perompak barbar.

"Jurgen, jangan lupa Bos besar Khazat meminta kita untuk berbicara dan memberi kabar! Jangan membuat sebuah percekcokan yang mengganggu dan membuat kita saling berselisih antara satu dengan yang lain."

"Tch. Aku bahkan tidak menganggap bagian dari kapal Jhosep sebagai bagian bajak Laut Mata Satu. Untuk apa kapten Khazat masih memberi tempat pada para pecundang-pecundang ini? Kalian hanya para penggerutu,"

Dengan nada suara sinis, Jurgen masih berusaha mencoba mengundang kekeruhan dalam percakapan kami. Namun, tampaknya pengaruh dari pria ini cukup untuk membuat Jurgen tutup mulut.

"Di mana Kapten Jhosep sekarang?" Pria itu bertanya padaku.

Dia memang sedikit lebih bijak ketimbang Jurgen. Jadi, aku sedikit menghela nafas lega mendapati tidak perlu berakting lebih jauh lagi. Sebenarnya ,asumsiku yang menyimpulkan para perompak tidak memiliki tata cara mengenal masing-masing anggota dalam armadanya, berubah menjadi sedikit kurang kuyakini sekarang.

Jika ku tarik kesimpulan , berdasarkan dari perkataan pria bernama Jurgen ini, hal yang paling mungkin adalah, terdapat sebuah mekanisme pengelompokan dalam armada Bajak Laut Mata Satu. Aku bisa melihat itu dari tindakan dan perkataan sakratis Jurgen.

Aku tidak terlalu bisa melihat dengan jelas tentang keadaan dan kondisi sesungguhnya dari armada Bajak Laut Mata Satu untuk sekarang. Namun, ku pikir, kelompok Jhosep benar-benar menjadi kelompok yang dianggap kecil dan payah dimata para pengikut Khazat dalam armada Bajak Laut Mata Satu.

Ini bisa menjadi keuntungan dan ketidakberuntungan bagiku. Keuntungannya adalah , aku bisa membuat kedua hiu dominan dan hiu saingan saling menjatuhkan lebih cepat dan mudah. Ketidakberuntungannya adalah, aku akan sedikit mengalami masalah untuk mendekati kelompok Khazat jika mereka menganggapku sebagai bagian dari kelompok Jhosep. Ini benar-benar bisa membuat kepalaku sakit.

Bagaimana aku bisa membisikan kata-kata provokasi pada pihak target jika pihak target akan menganggapku sebagai musuh dan bersikap kurang bersahabat?

Dalam spinonase dicurigai adalah hal yang biasa. Namun, dijauhi dan membuat agen memiliki jarak dengan pemilik informasi adalah kesalahan.

Jika target dan sumber informasi menjaga jarak dengan seorang intelijen, maka dapat dipastikan agen tidak akan pernah bisa untuk membawa suatu percakapan yang menjurus pada pengumpulan data dan informasi. Karena peran Dinas Intelijen dan dinas sejenis lainnya adalah pengumpul data aktif, ditambah dengan proses dan hasil dari pengumpulan dan analisis data tersebut, yang terbentuk oleh jaringan yang kohesif. Sehingga jika pengumpulan data gagal maka analisis data juga akan ikut gagal.Dengan kata lain, dinas intelijen akan gagal jika agen telah gagal untuk menjalankan tugas utamanya sebagai seorang pengumpul data apabila target dan sumber informasi memilih menjaga jarak.

Oleh sebab itu, kebanyakan dari jaringan mata-mata akan selalu menggunakan pesona wanita. Tujuan penggunaan wanita adalah jika si pemilik informasi atau target adalah seorang pria maka pengumpulan data akan lebih mudah karena target akan lebih mudah untuk diajak berkomunikasi dan dikorek informasinya. Demikian juga kebalikannya. Jika pemilik informasi adalah seorang wanita maka dinas intelijen lebih baik menggunakan seorang agen pria.

Namun, tidak jarang juga mekanisme ini justeru menjadi counter bagi dinas atau unit rahasia.

"Kapten tidak ada di garis laut ini sekarang. Jika kalian ingin kami membawa kalian pada Jhosep kupikir kalian harus membawa kami dalam kapal."

"Cepat tunjukkan saja di mana Kapten Jhosep! Bos besar ingin berbicara dengannya."

Pria itu tetap bersikeras agar kami memberitahu dimana letak posisi Jhosep berada.

Apakah dia pikir kami bodoh sebagai seorang aktor dalam menipu orang lain?

Bagaimana seorang aktor menuruti segala dialog dari lawan mainnya?Jadi, aku masih berpura-pura untuk bersikap keras kepala, meski ku tahu ini adalah cara satu-satunya.

Maksudku adalah kami saat ini menyamar sebagai anak buah dari Jhosep yang setia. Jadi, bagaimana kami bisa mengatakan lokasi keberadaan kapten kami sendiri?

Seorang aktor yang baik adalah seorang aktor yang memahami dialog dan perannya. Dialog terbaik adalah dialog dengan pemilihan kata-kata terbaik dan peran terbaik adalah tetap bersikukuh dengan sifat dan karakter dalam naskahnya.

Pria itu berpikir sejenak sebelum pada akhirnya ia hanya mengangguk.

"Naiklah ke atas kapal!"

"Jurgen turunkan pengangkat sekoci dan tangga tali!"sambungnya.

Pria itu memerintah ke arah bagian lain kapal. Suara menggerutu kembali terdengar dari pria bernama Jurgen tadi.

"Kakak? Kenapa Anda mengijinkan orang-orang Jhosep naik ke atas kapal kita?"

Jurgen mendekat ke bagian pinggir dek sambil mengklik lidahnya.

Pria itu menatap tajam pada Jurgen."Kakak besar, apa yang salah dengan anda? Lihatlah orang-orang ini mereka hanya sekumpulan penggerutu pengikut Jhosep yang selalu mengeluh pada Kapten."

"Jurgen!!" Pria itu membentak Jurgen, sehingga Jurgen berhenti untuk mengerutu, lalu dia melemparkan tangga tali dan pengikat sekoci.

Dasar pengeluh, Anda bahkan langsung menciut ketika dibentak oleh orang lain. Kepala besi, kah? Kemana perginya kebanggaan dan perkataan percaya diri Anda tadi? Mungkin ini yang orang-orang katakan seekor anjing kampung lebih sering menggongong daripada mengigit.

"Kalian bisa naik. Tunjukkan di mana Jhosep sekarang, Kapten Khazat ingin dia mendengar berita yang kubawa!"

"Berita?"

Pria itu hanya mengangguk. "Itu bukan urusan kalian. Kalian hanya perlu menunjukkan arah. Cepat naiklah!"

Setelah mengatakan itu, pria itu hanya berjalan pelan menjauhi pinggir dek dan masuk ke anjungan kapal. Kurasa pria ini adalah semacam kapten kapal.

Berita,huh…

Aku tidak terlalu yakin sekarang. Apakah akan terdapat perubahan besar dalam opsi yang kupilih barusan. Jadi , aku mengirim sinyal kepada Marco untuk mendekat ke sampingku dan berbisik pelan.

"Marco jika kita telah naik ke atas kapal , perintahkan pasukan membunuh semua bajak laut dalam kapal ini."

Marco hanya mengangguk tanpa pikir panjang.

"Untuk apa kita membunuh mereka ,pak?"bisiknya.

"Kita perlu mengambil berita dan kapal ini sebagai bentuk penyamaran. Sisakan pria pembawa berita. Jangan bunuh dia."

Marco hanya mengangguk pelan setelah mendengar perintahku.

"Hei, apa yang kalian bisik-bisikan?"

Jurgen yang melihat kami saling berkomunikasi mulai bersuara lagi. Seekor anjing ini memang lebih sering menggonggong nampaknya.

"Tidak..tidak ,kami hanya membisikkan tentang seekor anjing kampung yang barusan mengatakan dia adalah kepala besi, tiba-tiba anjing itu langsung diam begitu diperintah oleh kakak besarnya. Bukankah itu menarik?"Aku tersenyum sinis.

Perkataanku barusan nampaknya memancing sedikit emosi Jurgen. Tetapi, karena perintah dari kakak besarnya dia mengurungkan niat untuk meluapkan emosinya.

"Dasar cuma memiliki nyali seperti seekor anjing kampung..."

Kata-kata sakratis membalas kata-kata sakratis Jurgen keluar dari mulut Marco sambil dia meludah ke air laut.

Anda terlalu mendalami karakter urak-urakan anda ,Marco,keluhku.

次の章へ