Timothy Wimbledon duduk di singgasana, sambil memegang tongkat kerajaan berhiaskan batu permata berwarna merah di tangannya, ia menatap para menteri di aula istana.
Timothy berpikir perasaan inilah yang ia inginkan selama ini, daripada berada di Kota Valencia, terjerat dengan para pengusaha untuk mengurusi hal-hal sepele.
Ketika Timothy menghentakkan ujung tongkat yang terbuat dari emas murni di atas lantai marmer yang mengilap, terdengar suara-suara berkumandang. Timothy menganggukkan kepalanya ketika perhatian semua orang telah tertuju kepadanya. "Mari kita mulai."
"Yang Mulia, saya punya sesuatu untuk dilaporkan," Weimar Sang Kesatria yang berbicara pertama kali. Weimar dijuluki "Kesatria Berhati Baja", dan ia bertanggung jawab untuk menangani pasukan pertahanan di Kota Raja.
"Silahkan lanjutkan."
"Bisakah kita menangguhkan perburuan para penyihir? Yang Mulia Raja, perburuan terhadap para penyihir semakin tak terkendali. Kemarin, saya mendengar beberapa gadis dari keluarga penduduk sipil telah ditangkap dan diinterogasi di penjara bawah tanah. Salah satu dari mereka benar-benar meninggal di penjara. Ternyata setelah itu baru diketahui bahwa mereka bukanlah penyihir. Sekarang orang-orang dari kota luar mulai merasa panik. Jika kejadian ini terus berlanjut, saya khawatir orang-orang berbondong-bondong akan melarikan diri."
Timothy mengerutkan kening. Timothylah yang memerintahkan perburuan terhadap para penyihir. Penyebab kematian Raja Wimbledon III masih belum diketahui sampai sejauh ini, tetapi ia tidak menyangka ayahnya akan bunuh diri. Khususnya, seringai aneh di wajah ayahnya sebelum kematiannya membuat Timothy merasa merinding. Gereja juga telah menegaskan bahwa Liontin Penghukuman Tuhan yang berada di pergelangan tangan ayahnya adalah liontin asli, yang berarti liontin itu masih berfungsi dengan baik. Tetapi hal-hal ini tidak bisa sepenuhnya membuat para penyihir terbebas dari tuduhan.
Ketika ada hal-hal yang sangat aneh terjadi, tidak ada yang lebih mencurigakan selain para penyihir itu.
Timothy mengalihkan tatapannya kepada Langley, orang yang memimpin perburuan terhadap para penyihir. Langley bangkit berdiri. "Yang Mulia, itu hanya sebuah kecelakaan. Saya telah menghukum para personil yang terlibat dalam kejadian itu." Langley menghitung dengan jari-jarinya. "Sipir penjara, penjaga istana, dan penjaga penjara telah dijatuhi hukuman cambuk sepuluh kali dan membayar denda sebanyak dua puluh lima keping perak."
"Satu orang telah tewas dan tiga orang lainnya disiksa dengan kejam. Tetapi yang melakukan kejahatan malah pulang hanya dengan beberapa cambukan saja dan membayar denda?" Weimar berkata dengan nada suram, "dan siapakah yang memberi kamu hak untuk berbicara seperti itu? Apakah Yang Mulia Perdana Menteri Wyke, ataukah Menteri Kehakiman Tuan Pilaw?"
"Yang Mulia! Pada waktu seperti itu, saya harus bertindak dengan cepat." Langley berlutut, sambil menyampaikan keluhannya. "Meskipun ada beberapa kesalahan kecil, perburuan terhadap para penyihir itu sangat sukses. Kami telah menangkap setidaknya ada lima belas orang penyihir yang mengintai di Kota Raja. Para penyihir juga telah disiksa. Kita akan segera mengetahui apakah mereka ada hubungannya dengan… tidak, maksudku, jika ternyata ada sebuah konspirasi."
Timothy menatapnya Langley dengan tajam. Si bodoh ini hampir membuka rahasianya sendiri. Meskipun para menteri di aula dapat menebak apa yang hendak Langley katakan, yang harus disampaikan kepada masyarakat adalah bahwa seharusnya Gerald Sang Pangeran Pertamalah yang telah membunuh Raja. Timothy tidak akan membiarkan skenario ini diputar balikkan.
"Menangkap lima belas orang penyihir?" Weimar mencemooh dengan nada menghina. "Hebat sekali. Awalnya ada banyak sekali penyihir yang berkeliaran di Kota Raja. Beberapa tahun yang lalu, Gereja menangkap hanya enam orang anggota Asosiasi Persatuan Penyihir selama perburuan di hutan sebelah timur di Kota Raja. Tampaknya orang-orang Anda lebih superior daripada Pasukan Penghakiman Gereja."
"Kamu….!"
"Cukup!" Kata Timothy. Dirinya merasa kesal terhadap si bodoh Langley, yang memiliki bawahan yang juga sama bodohnya dengan dia. Jika saja Timothy tidak kekurangan orang di awal-awal masa pemerintahannya, ia tidak akan merekrut orang bodoh ini. Bahkan jika Langley menginginkan sebuah pujian pun, seharusnya ia tidak melebih-lebihkan ceritanya mengenai kelima belas penyihir itu. Kelima belas orang ini mungkin saja hanya wanita-wanita sipil yang malang. Timothy tidak ingin Gereja turut campur tangan dengan kejadian ini, tetapi tampaknya tidak ada jalan lain selain ini. "Pergilah ke Gereja dan mintalah agar Pendeta Ferry mengkonfirmasi identitas kelima belas orang itu. Hentikan semua penyelidikan dan penyiksaan terhadap wanita-wanita itu. Setiap kali kamu menangkap siapa pun, verifikasi dari Pendeta diperlukan mulai dari sekarang. Jika aku mengetahui bahwa kamu gagal mengurus anak buahmu lagi, aku akan melemparkan dirimu ke selokan kota sebagai umpan ikan."
"Yah, baiklah, Yang Mulia Raja."
"Laksanakan sekarang!"
Setelah meminta Langley meninggalkan aula, Timothy menoleh kepada sang bendahara kerajaan. "Jika ada dari mereka yang diperlakukan dengan tidak adil, berikanlah ganti rugi kepada mereka masing-masing dua keping emas, termasuk tiga orang yang sebelumnya. Berikan juga kompensasi bagi keluarga dari wanita yang meninggal di penjara." Timothy berhenti bicara dan menambahkan, "Tambahkan satu keping emas lagi untuknya."
"Sesuai keinginan Anda, Yang Mulia." Sang Bendahara mengangguk.
"Yang Mulia sungguh murah hati." Weimar Sang Kesatria juga turut berkomentar, sambil memberi hormat kepada Timothy.
"Mari kita lanjutkan ke topik berikutnya." Sambil menghela nafas, Timothy menyadari bahwa para menterinya terdiam. "Karena tidak ada yang ingin disampaikan, saya yang akan bicara." Timothy menoleh kepada "Si Payung" Tuan Peluru, Sang Menteri Luar Negeri, dan berkata, "Surat Pemanggilan terhadap saudara-saudaraku telah dikeluarkan selama lebih dari sebulan, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang kembali ke Kota Raja. Apa yang telah terjadi?"
Tuan Peluru berasal dari Keluarga Flynn dan telah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri selama tiga dekade. Tuan Peluru seorang tua dengan rambut beruban, sebuah usia yang sudah tidak muda lagi. Tuan Peluru berdeham. "Saya ingin melaporkan kepada Yang Mulia Raja. Saya tidak mendengar kabar apa pun mengenai adik perempuanmu, Garcia Wimbledon. Sedangkan adik bungsu Anda, Roland Wimbledon, telah membalas dengan sepucuk surat. Surat dari Pangeran Roland mengatakan bahwa ia akan mempertimbangkan untuk kembali ke Kota Raja setelah Bulan Iblis berakhir, setelah semua rakyatnya aman dan baik-baik saja." "Tetapi..."
"Tapi apa?"
"Pangeran Roland memanggil Anda dengan sebutan Yang Mulia di amplopnya, bukan sebagai Yang Mulia Raja."
Timothy tidak tahan untuk tidak menyeringai. Saudara lelakinya masih saja sebodoh itu. Jika Roland mau kembali dan melayani Timothy sebagai Raja, Timothy bisa memberinya sebuah wilayah yang bagus, di mana Roland mungkin bisa menikmati kekayaan dan kehormatan sebagai seorang Pangeran. Tapi jika Roland tidak kembali, ia harus mempersiapkan peti matinya secepat mungkin. Tidak peduli apa yang akan Roland lakukan, Timothy akan tetap bersiaga. Roland ingin kembali ke Kota Raja, tetapi Roland juga tidak ingin menundukkan dirinya terhadap Timothy. Apa gunanya Timothy merayu Roland dengan kata-kata yang manis?
"Biarkan Roland melakukan apa saja yang ia suka." Timothy mengibaskan tangannya. "Bagaimana dengan saudara perempuanku yang kelima?"
"Yang Mulia Raja, Puteri Tilly… menghilang."
"Apa? Apa maksudmu ia menghilang?"
"Awalnya Puteri Tilly setuju untuk kembali ke Kota Raja bersama dengan utusan yang telah saya utus ke sana. Tapi seminggu kemudian, Tilly menghilang bersama dengan seorang kepala pelayan dan dua orang pelayan. Saya sudah memerintahkan bawahanku untuk mencari Putri Tilly. Sejauh ini tidak ada informasi mengenai keberadaannya."
[Bagaimana ini bisa terjadi? Mengapa mereka semua tidak percaya padaku!] Timothy merasa geram. Awalnya, Timothy memiliki harapan yang besar dari saudarinya ini, ia berharap Tilly mau membantunya. Lagi pula, Tilly memiliki kecerdasan yang sangat luar biasa dari sejak kecil, bahkan lebih cerdas dari Timothy. Dibandingkan dengan Timothy, kekurangan Tilly hanyalah satu hal, Tilly adalah seorang perempuan.
Pada awalnya Timothy merasa yakin bahwa Tilly akan mendukungnya. Atas keputusan Raja Wimbledon III, ayahnya tidak berniat melibatkan Tilly dalam urusan perebutan takhta. Tilly akan diberikan wilayah kekuasaan di Kota Perak, yang berdekatan dengan Kota Raja. Kegiatan bisnis dan perdagangan di Kota Perak tergolong biasa-biasa saja, tanpa harus memiliki sebuah pasukan. Agak aneh kalau adiknya yang kelima itu tiba-tiba menghilang seperti ini.
Apakah ini pilihan dari seorang yang cerdas?
"Karena Tilly telah menghilang, biarkan penguasa sebelumnya yang mengambil alih dan bertanggung jawab terhadap Kota Perak. Teruslah lakukan pencarian terhadap Tilly. Aku tidak bisa membiarkan seseorang berdarah bangsawan berkeliaran bersama orang-orang biasa." Sambil menggeretakkan giginya, Timothy mencoba untuk menahan rasa kecewanya. "Lalu, apakah adikku yang ketiga adalah satu-satunya orang yang tersisa dan juga menolak untuk mematuhiku?"
"Benar, Yang Mulia Raja."
"Karena Garcia sangat keras kepala, maka aku terpaksa mengambil beberapa tindakan tegas." Timothy memandang kepada Perdana Menteri Marquis Wyke. Diperlukan persetujuan dari Raja dan Perdana Menteri untuk mengeluarkan sebuah surat perintah perang. Karena Wyke adalah pendukungnya yang paling setia, seharusnya itu tidak menjadi masalah. Timothy berkata, "Saya berencana untuk meminta Adipati Joey di Wilayah Selatan untuk menyerahkan pasukan mereka, memaksa Garcia untuk menyerahkan Pelabuhan Air Jernih, dan mengawal Garcia kembali ke Kota Raja."
Marquis Wyke menjawab, "Persoalan ini tidak akan ditunda lebih lama lagi. Yang Mulia Raja, tolong keluarkan surat perintah Anda secepat mungkin. Menteri Diplomasi akan bertanggung jawab untuk menerbitkan suratnya."
Timothy mengangguk dengan puas. Timothy hendak memanggil seorang juru tulis untuk menulis surat itu, ketika mereka mendengar suara langkah kaki di luar aula. Setelah itu, seorang ksatria dengan jubah bergaris biru mendorong pintu hingga terbuka dan bergegas masuk ke aula.
Timothy mengenali kesatria itu, Naim Moor, Sang "Kesatria Angin Dingin" yang terkenal. Naim Moor langsung menuju ke tengah-tengah Aula Istana, dan berlutut. "Yang Mulia Raja, saya baru saja menerima sebuah berita dari wilayah selatan." Nafasnya sedikit tersengal. "Garcia Wimbledon, adik Anda, telah menaklukkan Adipati Joe Kohl di Wilayah Selatan, dan ia menguasai Kota Elang! Dan…. Putri Garcia juga menyatakan dirinya sebagai Ratu Pelabuhan Air Jernih. Semua penguasa telah merespon untuk mendukung Putri Garcia. Wilayah Selatan sekarang telah berdiri sebagai wilayah merdeka!"