10 TANTANGAN SANG RIVAL

Handphone Arkan mendadak mati, cowok itu mendesis kesal, "Keadaan gini ada-ada aja si!" gerutunya.

Cowok itu keluar rumah dengan terburu-buru menaiki motor sport dan segera melaju.

Arkan ketiduran saat dia terus memikirkan keberadaan Freya, cowok itu tidak tidur dari tadi malam sehingga membuatnya kelelahan dan kurang istirahat cukup. Motor Arkan semakin melaju dengan cepat, tidak memikirkan apa yang akan terjadi nantinya, yang Arkan pikirkan sekarang adalah Freya baik-baik saja masa bodoh dengan dirinya karena Freya jauh lebih penting daripada dirinya.

Arkan memakirkan motornya melepas helm cepat, kakinya berlari ke depan pintu besar berwarna putih elegan itu mengetuk tidak sabar.

Seseorang membukakan pitu, raut wajah Arkan berubah, "Freya." gumamnya.

Freya diam tanpa ekspresi hanya alis kiri yang terangkat.

Arkan memegang bahu Freya sedikit erat, "Lo darimana aja, Ya! gue sama kak Devan udah cari lo ke semua tempat tapi ga ada." Arkan mulai mengoceh, Freya masih bergeming.

"Lo kenapa pergi tanpa pamit dulu ke gue? dikira gue ga khawatir?" cowok itu terus mengomel.

"Gue ga kenapa-kenapa, gausah khawatir." balas Freya ketus.

Arkan menghela napas lega, setidaknya sekarang Freya sudah berada di depanya dan terlihat baik-baik saja. Arkan terlalu cemas, bagaimanapun juga Freya memang perempuan paling berharga untuknya, wajar jika Arkan keterlaluan memikirkan Freya selama cewek itu menghilang.

"Sorry kalo gue buat semua orang khawatir." ucap Freya setelahnya, Arkan mengangguk, "Asal lo jangan ulangin lagi, gue gasuka lo yang kabur-kaburan kayak kemarin."

Freya tersenyum tipis, sangat tipis.

"Kak Devan gimana? udah tau lo pulang?" tanya Arkan, Freya mengangguk lagi, "Malah ngoceh parah."

Arkan tertawa kecil, dia sudah menebaknya. Devan memang kakak paling bawel sedunia menurut Arkan.

"Gausah ketawa lo!" ketus Freya.

Arkan menutup mulutnya, sedangkan Freya sudah lebih dulu masuk ke dalam rumahnya.

Saat Freya pulang bersama Marvin kebetulan Gibran pergi keluar karena ada urusan kantor mendadak, Devan berterimakasih pada tuhan karena Papa 'nya tidak mencurigainya.

Devan melotot kaget saat Freya masuk tanpa mengetuk pintu rumahnya, Devan awalnya mengira kalau jangan-jangan ada maling yang mau membobol rumahnya, namun pikirannya salah ternyata itu adalah Freya---adiknya bersama seorang lelaki yang belum pernah Devan kenal sebelumnya.

***

Galen tersenyum saat semua temannya menyambutnya dengan baik, walaupun Arkan sepertinya terlihat biasa saja.

"Gimana keadaan lo, Len?" Anya bertanya, cewek itu duduk di samping Arkan dan Guntur sedangkan Galen duduk bersebelahan dengan Trian dan Milano.

Arkan menatap datar, Galen tersenyum tipis, "Gue baikan kok, Ya." balasnya tersenyum manis.

Trian merangkul bahu Galen di sampingnya, "Oh iya jelas dong bro! secara sohib gue ini 'kan jagoan mana ada di rumah sakit lama-lama, ye ga Len!"

"Hooh..ini baru pertama kali lo berantem sampe masuk RS kayak kemaren." Milano menimpal sambil memakan kacang atom kesukaannya.

"Lagian siapa yang suka lama-lama di rumah sakit si! kayaknya cuma Trian aja yang betah karena makannya gratis." kelakar Guntur.

Trian sudah melotot, sedangkan yang lainnya tertawa kecuali Arkan dan Galen yang sedang adu tatapan tajam.   

Setiap istirahat Freya dan semua temannya memang selalu mengobrol atau sekedar bercerita lawakan dari Trian maupun Guntur, tidak heran lagi jika kantin riuh oleh tawaan dari geng Freya.

"Ya, pulang sekolah nanti lo ada acara ga?" Arkan bertanya di samping cewek yang sedang memakan donat kejunya, Freya menoleh sambil berpikir, "Kayaknya gada si. Emangnya kenapa?"

Arkan sedikit menggaruk leher belakangnya, "Eum, gue mau ngajak lo jalan."

"Ekhemm ohokk." Trian, Guntur dan Milano pura-pura batuk, Trian dibuat lebay cowok itu mengelus tenggorokannya yang baik-baik saja.

"Ada yang ada-ada sepertinya." Milano mencoba menggoda, namun Arkan langsung menatapnya tajam membuat Milano salah tingkah dan menundukkan kepalanya.

"Kalian gausah mikir macem-macem." Freya mengingatkan, menatap semuanya penuh peringatan.

Karena sampai kapanpun Arkan adalah sahabat terbaiknya, tidak akan pernah lebih dari seorang sahabat.

 

"Gue ke kelas duluan." Freya pergi meninggalkan teman-temannya yang saling menatap dan melihat kepergiannya.

"Freya agak aneh ga si?" celetuk Guntur masih menatap kepergian Freya.

"Mungkin dia lagi ga mood aja." sarkas Galen mencoba meyakinkan temannya untuk tidak berpikir aneh-aneh.

"Eh, Ar..lo jalan ngajak Freya doang? kita-kita masa ga lo ajak juga si! ga adil banget." Trian protes setelah semuanya diam.

Arkan menghela napas, "Kalo lo semua mau, jalannya jangan pake kendaraan." balas Arkan sedikit ketus.

Para cowok itu mengerutkan dahi saling menatap bingung.

"Jalan kaki dari sini ke rumah." Arkan pergi setelah melanjutkan ucapannya membuat temannya menatap malas.

"Dasar aneh." umpat Milano dan Guntur.

"Bangke banget si Arkan." jengah Trian.

Guntur melahap keripik kentangnya dengan kesal, sedangkan Galen hanya menatapnya tanpa peduli.

"Menurut lo pada..Arkan suka sama Freya ga si?" Trian menatap aneh sahabatnya.

Guntur sok berpikir, "Gue pernah tanya Freya tentang Arkan. Mereka emang dari SMP temenan jadi menurut gue wajar-wajar aja, kalo mereka nempel terus." jelasnya.

Milano mengangguk dua kali, "Tapi mereka kalo pacaran emang serasi banget si." ucapnya asal.

Galen mengembungkan pipinya, Trian menatap, tangannya menepuk pipi Galen buat cowok itu mendengus kesal.

"Ngapain lo ngembungin pipi? dikira lucu." ejek Trian.

Galen berdecak, "Gue ga butuh komentar lo."Galen pergi begitu saja setelah berucap, lagi-lagi tiga cowok di sana di buat bingung.

"Si Galen kenapa si? gue liat-liat daritadi mukanya sepet banget." ucap Guntur.

"Jangan-jangan itu cowok cemburu lagi? dia suka sama si bos?" tebak Milano asal.

Trian menempeleng cowok itu, "Hush! sembarangan kalo cakap..bisa aja dia masih lemes, namanya juga baru keluar dari rumah sakit jadi ga mood gitu." tumben Trian tidak berpikiran aneh-aneh tentang Galen, biasanya Trian selalu menuduh Galen atau menindas cowok itu walaupun hanya gurauan.

"Kelas kuy lah, males juga lama-lama ga ada Frekan." Trian berdiri, Guntur dan Milano saling pandang menatap bingung.

"Hah Frekan." serempak keduanya.

    

Trian menoleh saat sudah berjalan menjauh dari kedua temannya lalu kembali sambil mencondongkan tubuhnya, "FREYA ARKAN!" teriak Trian  membuat Guntur dan Milano tersentak kaget.

"Yela lo biasa aja dong! gausah teriak juga!" dua cowok itu sangat kompak lalu bergegas pergi meninggalkan Trian sendiri, cowok tersebut mengedikkan bahu acuh.

Freya terlihat buru-buru membawa tas ransel hitam yang disampingkan di bahu kanannya.

"Ya, kok lo keliatan buru-buru banget pulang ke rumah..takut kak Devan ngomelin lo lagi?" Arkan menebak cowok itu berjalan di samping kanan Freya.

"Gue gamau aja buat kak Devan khawatir lagi."

"Kalo gitu gue anterin lo pulang, ya. Biar gue ga terlalu khawatir juga sama lo."

Freya berhenti begitu juga dengan Arkan, "Gausah. Lagian gue bawa motor, kalo udah nyampe gue janji kasih kabar lo deh." Freya menolak, Arkan terlihat kecewa, "Tapi 'kan gue bisa kawal lo di belakang." Arkan berusaha membujuk, namun Freya menggeleng.

"Udah gausah gue bisa sendiri kok, lo juga chat gue nanti kalo udah nyampe rumah oke!" Freya mempercepat jalannya walau sesekali menoleh ke belakang takut Arkan mengikutinya.

Freya benapas lega saat dia tidak melihat Arkan membuntutinya, cewek itu segera melajukan motor sportnya dengan kecepatan rata-rata.

Saat sudah berada di tempat yang di tuju Freya segera turun melepas helmnya kasar.

"Richo! apa yang lo mau sekarang!" Freya teriak menjadi, cewek itu benar-benar geram.

Tepukan tangan dari cowok di depan yang sedang membelakanginya berbalik. Senyuman jahatnya selalu dia tunjukkan.

Cowok putih itu mendekat tidak pernah memudarkan senyuman yang terlihat menjijikan bagi Freya.

"Gue kira lo bakalan dateng sama cowok ga berguna itu."

Richo memutari Freya sambil menatapnya penuh rindu.

"Ternyata gue salah..lo emang cewek idaman gue banget. Cewek pemberani yang ga pernah mikirin resiko apapun..termasuk bertemu dengan rival-nya sendiri."

Freya menatap murka, "Apa tujuan lo nyuruh gue kesini!"

Bibir Richo semakin lebar, tersenyum puas saat mendengar ucapan atau kekesalan cewek itu, "Jangan harap tawuran kemarin itu adalah terakhir, Freya!" kali ini Richo berucap serius dia menatap Freya bengis.

"Apa mau lo?" iris mereka saling menumbuk terlihat jelas jika Freya sangat membencinnya.

"Tantangan gue, besok..lo harus dateng ke lokasi yang gue kirim nanti, kita buktikan siapa yang paling kuat.. apabila gue kalah gue siap nerima apapun itu dari lo. Dan..kalo lo kalah lawan gue, lo harus jadi cewek sekaligus babu gue buat selamanya!"  

Freya langsung menyetujui tanpa berpikir berkalli-kali, "Oke gue setuju."

Mereka berjabat tangan tanda bahwa keduanya saling menyetujui.

avataravatar
Bab berikutnya