webnovel

The Flash of Little Star

Hidup dengan harta melimpah tidak lantas membuat kebahagiaan hati terjamin. Raihan, sosok pemuda dengan segudang harta dan kehidupan yang mewah mengalami pergulatan psikis lantaran pengalaman masa lalu yang membuatnya enggan menerima kehadiran wanita baru di hidupnya. hanya setelah pertemuannya dengan asya, gadis sederhana yang berasal dari keluarga kurang mampu , perlahan kehidupannya berubah. petualangan cinta mereka diuji ketika sebuah teror mengintimidasi keharmonisan hubungan mereka. mampukah Raihan dan Asya bertahan melalui cobaan petualangan cinta mereka? ini dia 'The Flash of Little Star' enjoy. Val_X

Val_X · Fantasi
Peringkat tidak cukup
10 Chs

Kecelakaan

Semakin lama, perang antara Raihan dan Rasya semakin memanas. Mereka masih bersikukuh untuk tidak mau mengalah, maklum cowok.

Di sekolah mereka akan selalu adu siasat, beradu taktik. Sebenernya gue sudah capek, tapi gue udah muak ngelihat ulah mereka. gumam Raihan.

"han sarapan dulu". Panggil ibu dari bawah.

"iya bu". Sahut Raihan. Kenapa firasat gue nggak enak hari ini, permainan apa lagi yang loe rencanain Rasya. Raihan mengaca pada cermin mewah.

"cepet nak, sudah siang.....". teriak Ibu dari bawah. Raihan segera turun.

"pagi bu". Sapa Raihan. "mana ayah dan kakek?". Tanya Raihan.

"mereka di taman". Jawab ibu.

"sudah cepat sarapan". Ibu menyodorkan satu piring nasi goreng. Raihan segera memakannya sesendok demi sesendok. "ini minumnya". Ibu memberikan segelas susu. Bukan soma dari novel sebelah ya, please pikirannya dijaga. 😂

"thaaar". Tangan tangan Raihan tanpa sengaja menjatuhkan gelas itu.

"aduh...kenapa dijatuhin rai". Ibu Raihan segera membereskannya.

"ma'af bu". Raihan memelas.

"sudah lanjutin sarapannya". Ibu kembali ke dapur.

Pertanda buruk apa lagi ini. gumam Raihan. Raihan melanjutkan makan. Ibu kembali dengan membawa segelas air putih, ia meletakkannya di sampping Raihan.

"awas hati-hati". Pinta ibu. Raihan segera meneguk minumannya habis.

"Rai berangkat bu". Raihan pamitan.

"bug...". Raihan terpeleset ketika hendak keluar dari rumah.

"aduh...ma'af den, lantainya masih basah". Ujar pembantu Raihan.

"nggak apa-apa kok bi, nggak ada yang basah kok".

Raihan segera mengambil mobilnya di garasi. Lalu berangkat menjemput Asya. Raihan memacu mobilnya dengan cepat, diatas seratus km/j.

Dalam beberapa menit ia sampai di rumah Asya. Asya telah berdiri menunggunya di samping rumah. Asya tersenyum. Manis parasnya membuat mood Raihan kembali sedikit baik.

"pagi han". Sapa Asya masuk mobil Raihan.

"pagi". Jawab Raihan kurang bersemangat.

"kenapa kamu kurang bersemangat gitu sih, nggak suka ya njemput aku setiap hari?". Tukas Asya.

"firasatku nggak enak sya". Ujar Raihan.

"ceritakan padaku han". Pinta Asya.

"nggak bisa aku omongin". Raihan menekan pedal gas.

"tidak bisa di ungkapkan kata-kata". Tambahnya.

"baiklah han, tapi positive thingking-lah" nasehat Asya.

"iya".

Raihan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hanya dalam beberapa menit ia sampai di sekolah  tercintanya. Ia segera memarkir mobilnya. Lalu berjalan ke kelas.

"han tunggu". Asya mengejar dari belakang. Kedatangan Raihan disambut oleh Revan. Mereka bertiga berjalan bareng ke kelas.

Di kelas, Rasya telah menyiapkan jebakan untuk Raihan. Silahkan nikmati pagi indahmu han, hahahahaa. Gumam Rasya.

Nita tersenyum kecil di sampingnya.

"kalo loe semua ada yang berani nulungin Raihan, loe semua juga bakal kena hal yang sama". Ancam Rasya pada seisi kelas. Seisi kelas diam ketakutan, kecuali Sheila. Ia tak memperdulikan ultimatum itu.

Dia pikir dia siapa. Gumam Sheila. Bukan Sheila penghasil soma please 😂

Sheila tersenyum mencibir.

"eh ngapain loe senyum-senyum sendiri". Teriak Nita.

Sheila tak menjawab. Ia membuang pandangannya.

"eh gue lagi bicara sama loe ya, dengerin gue ya". Bentak Nita.

"nita...nita...loe pikir loe siapa? Asal loe tahu...gue nggak bakal takut sama loe, apa lagi anak baru yang sok itu". Sheila melirik Rasya.

Dari luar kelas tampak Raihan akan masuk.

"han awas....di atas loe". Peringatan Sheila. Raihan berhenti seketika. Ia menatap ke atas pintu. Di sana telah tersedia baskom air yang entah apa isinya.

"bruuaaaaak". Raihan menendang pintu kelas, baskom yang terisi penuh air seketika tumpah.

Raihan masuk. Asya dan Revan mengikuti dari belakang. Raihan mengacungkan jempol. Memberi isyarat terima kasih pada Sheila. Sheila tersenyum.

"apa??loe nggak terima??loe marah? Marah aja". Tantang Sheila pada Rasya.

Rasya hendak menampar Sheila, tangan kanannya terangkat sebuah ayunan bersiap menukik di pipi halus Sheila.

Sheila pasrah, ia menundukkan kepala, matanya terpejam.

"kalo berani jangan sama gadis loe". Revan menahan tamparan Rasya. Revan..... gumam Sheila, membuka matanya perlahan. Ia dapati Revan tengah berdiri di samping Rasya, menahan tangan Rasya kuat-kuat.

Nita terperangah.

"rasy cukup! Musuh loe di sini Cuma gue....!hadepin gue!" Suara Raihan menggelegar.

Rasya tersentak mendengar teriakan Raihan.

"oke...kalo loe mau jadi sok pahlawan, gue ladenin". Jawab Rasya santai, melepaskan tangannya dari cengkraman Revan. Seisi kelas tegang.

Asya khawatir, cemas, ia takut terjadi apa-apa dengan Raihan. Han, jangan berlebihan...aku takut han, aku takut. Gumam Asya.

Raihan dan Rasya saling bertatapan. Terlihat dari mata keduanya sebuah kekuatan yang besar. Dua aura yang berlawanan. Aura merah dan hitam. Tangan mereka mengepal. Jarak mereka lima meter jauhnya.

Namun auranya sangat terasa, panas. Jantung mereka terpacu lebih kencang. Darah mereka mengalir lebih cepat. Mata mereka bertarung di awang-awang angin.

"buktikan jika loe memang jantan" Tantang Raihan. Seisi kelas menegang. Mereka kahawatir Raihan dan Rasya akan berduel.

"tenang aja gue akan buktiin". Respon Rasya. 

**************

Bel pulang sekolah berdering. Semua siswa berhamburan pulang. Raihan mencium bau jebakan.

Kali ini trap apa lagi yang akan ia gunakan. Gumam Raihan. Asya yang sedari tadi mengamati tingkah laku Raihan yang tak menentu menjadi bingung.

"han, ada apa sih?". Tanya Asya lembut.

"nggak apa-apa, firasat gue nggak enak". Tutur Raihan. Dari kejauhan mereka diawasi oleh Nita dan Rasya.

"kamu pulang bareng sheila aja ya?". Pinta Raihan.

"kenapa?".

"aku nggak mau kamu terlibat". Ungkap Raihan.

"aku ingin tetap berada di sampingu han". Asya memelas.

"kali ini saja sya, biarkan aku sendiri. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu". Raihan memegang pundak Asya.

"sheila..bawa Asya pulang, pastikan dia sampai di rumah ya". Pinta Raihan.

"van gue titip Asya". Raihan berlalu pergi tanpa mengucapkan kata lagi. Dia melangkah menuju mobil.

Dari kejauhan Nita dan Rasya masih mengawasi. Mereka masih membuntuti Raihan pergi.

"sial, kita nggak bisa nyelakain Asya". Gerutu Nita.

"nggak apa-apa, paling tidak kita bisa nyelakain Raihan". Ujar Rasya. Keduanya tersenyum penuh kemenangan.

"udah loe siapin semuanya?". Nita memastikan.

"udah, tinggal shownya aja". Jawab Rasya.

Raihan menyalakan mesinnya. Ia merasa ada yang tidak beres. Ini mungkin hanya firasat gue. Gumam Raihan. Raihan tetap menjalankan mobilnya. Ia membawanya keluar dari are6 sekolah. Rasya dan Nita mengikuti dari belakang.

Mungkin ada sesuatu dengan rem gue. Raihan mencoba remnya. "sreet". Tak terdeteksi masalah. Raihan melanjutkan perjalanannya.

Di tengah perjalanan muncul firasat. Mungin dengan torsi mesin gue, atau piston. Sangka Raihan. Raihan mengujinya dengan menambah kecepatan. Angka jarum menunjukkan seratus dua puluh.

Tidak terjadi apa-apa, tapi firasat gue mengatakan ada yang tidak beres. Raihan menambah kecepatan hingga seratus empat puluh.

"oke nita it's show time". Rasya yang sedari tadi mengikuti dari belakang menekan sebuah tombol. Nita tak sabar ingin melihatnya.

"nggak terjadi apa-apa rasy? Kok nggak meledak sih?". Nita heran.

"memang tidak, tapi lihatlah". Rasya menunjuk kearah depan.

Mobil Raihan melaju dengan sangat kencang.

Saat hampir tiba di perempatan lampu merah Raihan ingin menekan pedal rem. Ia kaget, pedal remnya tak berfungsi. Reflek Raihan membanting stir ke kanan untuk menghindari mobil yang berhenti di depannya. tanpa ia sadari dari arah yang berlawanan muncul mobil dengan kecepatan tinggi.

"brruaaaak...thar.....". tabrakan pun tak terhindarkan. 

Rasya dan Nita tersenyum puas. Semua orang berlarian menuju kejadian itu. Raihan tak sadarkan diri. Darah segar mengucur dari dahinya.

Salah seorang secara reflek memanggil ambulan, sebagian dari mereka menolong Raihan semampu mereka. sopir mobil yang menabrak Raihan tidak terluka parah hanya luka gores di lengannya karena mobilnya dilengkapi air bags. Tubuh Raihan remuk.

Dalam beberapa menit ambulans datang. Raihan dibawa masuk oleh petugas. Ambulan itu segera melesat, berpacu dengan waktu. Waktu terus mencekik keselamatan Raihan. Di tangan sopir ambulan itu nyawa Raihan dipertaruhkan, terlambat sedikit saja nyawa Raihan melayang.

Darah terus mengalir, tim medis yang ada di ambulan berusaha membekukan darah yang keluar dengan peralatan seadanya.

Tak berselang lama Asya melewati tempat kejadian itu.

"eh..eh..lihat deh, itu kan mobilnya Raihan". Ujar Asya.

"mana-mana?". Revan berusaha mencari.

"apa yang terjadi?". Asya panik.

"sebaiknya kita turun sekarang". Sheila menimpali.

Mereka bertiga mendatangi tempat kejadian itu, mereka mendapati mobil Raihan hancur.

"Di mana Raihan?". Asya khawatir.

"ma'af dek, apa adek temannya anak yang kecelakaan ini?". tanya salah seorang laki-laki tua.

"iya". jawab Asya.

"sebaaiknya adek cepat kesana". Menunjuk arah pusat kota. "ke rumah sakit pusat kota, teman adek benar-benar terluka parah". Sambungnya.

Sontak Asya menangis. Air matanya meleleh di keramaian kota. Sheila dan Revan membawanya kembali masuk mobil. Sheila merasakan apa yang Asya rasakan.

"shel.....raihan shel.....raihan..". Asya menangis tersedu-sedu.

"tenang sya...gue yakin dia pasti baik-baik aja, dia sudah berada di tangan yang tepat". Sheila berusaha menenangkan Asya.

"sialan tuh rasya. Keterlaluan banget dia". Gerutu Revan.

"udahlah...sekarang kita ke rumah sakit pusat aja". Ujar Sheila. Revan mengangguk. Mereka bertiga menyusul Raihan ke rumah sakit kota.

**********

Dalam beberapa menit sampailah mereka di METRO MEDICAL, rumah sakit pusat. Asya segera berlari masuk. Dalam fikirannya hanya terbayang Raihan. Tetes air matanya mulai membasahi pipi.

Raihan.... hati Asya menangis. Ia terus berlari kakinya dengan setia mengantarnya menuju UGD. Nampak sosok dengan baju putih dengan sebuah stetoskop berdiri di depan pintu UGD. Sosok itu menghentikan Asya.

"adek tunggu saja di sini". Pinta orang itu.

"tap..tapi dia temanku dok". Asya memelas. Tangan orang itu menahan Asya kuat-kuat.

"adek yang sabar ya, kami akan lakukan pemeriksaan dulu". Ujar bijak orang itu.

"sya...sya sabar sya...". sheila menghampiri, membawanya duduk di kursi tunggu.

"saya permisi". Dokter itu masuk ruang UGD.

Hati Asya semakin berkecamuk. Sedih, marah dan sesal bersatu padu dalam hatinya. Memaksa andrealin untuk memompa darah lebih cepat. Sheila memngusap wajah Asya lembut. Asya berusaha menata kembali nafasnya.

"loe tenang ya sya.....". pinta Sheila. Asya mengangguk. Tak berselang lama Revan datang membawa minuman.

"ini minum dulu". Tawar Revan. Sheila memberikannya pada Asya. Asya menggeleng, ia terlalu khawatir untuk meneguk seteguk air saja.

"loe jangan bikin kita panik dong sya". Ujar Revan.

"ma'afin aku shel, van....". Suara Asya lemah.

"loe minum dulu  ya....". bujuk sheila. Asya mengangguk. Diambilnya sebotol minuman dingin itu, lalu meneguknya.

"begitu lebih baik sya". Sheila mulai tenang.

"shel...gue mau bicara". Kata Revan.

"iya sebentar". Sheila bangkit. Mereka berdua berjalan ke koridor rumah sakit. Menghilang dari pandangan Asya.

Setelah mereka aman baru mereka bicara.

"gue nggak rela atas perlakuan Rasya pada Raihan. Gue pengen bales dia". Gerutu Revan.

"iya, gue juga, tapi kita bisa apa?". Sheila balik tanya.

"si joker itu punya banyak taktik". Revan memandang dalam-dalam waajah Sheila.

"kita nggak bisa lakuin apa-apa van". Sheila pasrah.

"ayolah...come on baby jangan nyerah gitu dong". Revan sedikit kecewa mendapati respon sheila.

"lalu kita harus berbuat apa?".

"gue juga bingung shel".

"loe aja bingung, apa lagi gue". Sheila kesal.

"satu hal yang bisa kita lakuin". Ujar Revan.

"apa itu?".

"kita jaga Asya, amanat terakhir Raihan, dia nitipin Asya ke gue". Tutur Revan. Sheila tersenyum.

"ide yang bagus". Respon Sheila. Mereka bersalaman.    

   

Di lain sisi, Asya tengah terduduk lesu. Dalam hatinya ia memaki dirinya sendiri. Kau gagal sya, kau gagal menjaga Raihan. Suara dari dalam hatinya memakinya.

Kamu nggak pantas bersanding dengannya. Tambah suara jahat itu.

Hey sya, bukan salah kamu. Itu kecelakaan. Suara bijak berkata. Yang perlu kamu lakuin hanya menjaganya setelah ini sya, kecelakaan itu di luar pengetahuan kamu sya. Percayalah. Timpal bisikan baik hatinya.

Asya menyeka air matanya. Ia mencoba membangun kembali gairahnya. Dalam kesedihan, ia tak mau terlalu larut.

Tak berselang lama keluarga Raihan datang. Ibu Raihan langsung menangis sejadi-jadinya. Ibu Raihan langsung mendekap Asya, Asya yang baru saja berhenti menangis, air matanya pecah lagi. Keduanya tenggelam dalam kesedihan.

"bagaimana keadaan Raihan?". Tanya Ayah Raihan.

"belum ada kabar dari dokter om". Jawab Revan.

Semuanya terdiam. Mati tak bernyawa. Waktu seakan berjalan lebih lambat. Jantung seakan berdetak lebih lambat. Kakek menyalakan cerutunya. Menghisapya, santai. Seakan tak memikirkan apa pun.

"dia akan baik-baik saja". Ujar kakek tenang.

"kenapa ayah bisa bilang gitu?". Ayah Raihan heran.

"dia tak akan mati, dia punya malaikat". Jawabnya.

"maksud ayah?". Ayah Raihan bingung.

"lihat saja nanti". Kakek duduk dengan santai.

Pintu UGD terbuka, keluar dari dalamnya seorang dokter membawa hasil lab.

"gimana anak saya dok". Ibu Raihan panik.  Dokter tak langsung menjawab. Dokter itu menghela nafas.

"ibu yang sabar ya, anak ibu mengalami lupa ingatan, tulang kaki kirinya retak, mungkin dia akan lumpuh sementara". Ujar dokter. Sontak ibu Raihan histeris.

"apa....??".

"tapi tenang bu, data kami menunjukkan daya pulih Raihan yang besar, lupa ingatannya bisa cepat sembuh jika mendapat sentuhan emosional dan beberapa rangsangan dari orang yang tepat". Terang dokter.

"orang yang tepat itu siapa dok?". Tanya ibu Raihan.

"untuk masalah itu pihak medis tidak dapat memastikan".

"terima kasih dok". Ayah Raihan menengahi.

"saya permisi". Dokter itu berlalu dari mereka.

Sejenak suasana hening. Mereka saling bertatapan, saling menanyakan siapakah gerangan yang dimaksud dokter. Mereka tak menemukan petunjuk. Ayah Raihan duduk putus asa. Ibu Raihan bingung harus berbuat apa. Revan memeluk Sheila yang sedari tadi menahan tangis. Asya diam tertunduk. Suasana benar-benar mati. Tak sepatah kata pun keluar dari mereka.

hari semakin sore, suasana masih juga belum cair. Raihan belum sadarkan diri. Sang kakek tetap dengan keadaan santai. Seakan tak peduli apapun.

"bagaimana kakek bisa tenang? Sementara kita kebingungan memikirkan siapa yang pantas merawat Raihan". Suara ibu Raihan getar.

"tak perlu susah-susah mencari. Kita sudah punya orangnya". Kalimat kakek mengundang perhatian mereka.

"siapa?". Tanya Ibu Raihan.

"gadis itu". Kakek menunjuk Asya.

Deg. Hati Asya kaget.

Aku?apa benar aku. Asya kebingungan. Tanpa pikir panjang ibu Raihan menghampiri Asya.

"asya...". ibu Raihan memelas.

"iya tante".

"tante minta kamu rawat Rai ya sya....". ibu Raihan memegang tangan Asya. Memohon dengan sangat mengharap.

"tap...tapi tante....". Asya merasa dirinya tak lagi pantas bersanding dengan Raihan.

"perlukah tante bersujud di hadapanmu nak?". Ibu Raihan semakin mengiba.

"tapi tante, asya nggak pantas untuk berdampingan dengan Raihan". Ucapnya.

"kenapa?". Sahut ayah Raihan.

"bukankah aku ini anak orang biasa?sedangkan Raihan kaya raya". Tutur Asya. Sheila menangis di pelukan Revan.

"saya yang menyebabkan raihan seperti itu". Ujar Asya.

"nggak sya, nggak. Kejadian itu sudah takdir". Sheila memotong di tengah tangisnya. Revan tetap mendekapnya.

"kalian akan saling membutuhkan". Ujar kakek sembari pergi meninggalkan mereka. Asya teringat pesan kakek terhadapnya.

"apa kamu tidak kasihan dengan Raihan nak?". Tanya Ibu Raihan.

"bahkan aku merasa bersalah tante".

"kalau begitu rawatlah dia".

"iya tante". Asya menurut. Ibu Raihan memeluk Asya.

"terima kasih nak". Bisik Ibu Raihan.

   

Hari semakin senja, matahari perlahan merangkak ke barat. Sinar merah membalut ufuk barat. Angin senja bertiup sepoi-sepoi. Burung-burung kembali ke sarangnya. Mentari semakin redup, sinarnya mulai melemah. Memberikan kesempatan orang untuk menikmati dinginnya malam. Langitpun mulai gelap, membiarkan sinar matahari terbenam di dalamnya. Sebagaimana Asya membenamkan rasa sedihnya di hati yang paling dalam.

Aku akan merawatmu han, sampai kau benar-benar sembuh. Apa pun yang akan menghalang takkan ku risauakan, dekat denganmu adalah sebuah kebahagiaan bagiku. Akan ku jaga namamu harga dirimu semampuku. Aku berjanji. Asya menatap langit dengan bintang-bintang yang berkedip seakan memberinya semangat  untuk melalui tantangan hidup.

Sheila dan Revan berdiri tepat di belakang. Mereka berdua akan setia menjaga Asya selama Raihan sakit bahkan selamanya, barang kali.

--------

Val_X

© 2013 projects [novel lama]

Vomment for next chapter.

Edited : 04-08-20