"Emang anjing banget ya tuh manusia satu! Dia enggak liat apa kalau lo justru jauh lebih menderita dengan meninggalnya Desvin? Ada anak di kandungan lo yang butuh bapak! Ada anak di kandungan lo yang butuh kasih sayang dan keluarga yang harmonis. Lo malah dikasih beban buat jalani ini semua sendiri tanpa ada suami. Udah gitu kedua mertua lo malah ngusir lo? Gila! Gue gak habis pikir sama apa yang ada di otak dua manusia biadab itu!" Ralisa mendengus kesal kala sang sahabat yang baru saja berduka tiba-tiba saja menghampiri rumahnya dengan tangisan yang tak henti-hentinya mengalir. Bahkan keadaan sahabatnya itu kehujanan.
Siapa sahabat yang tidak emosi jika kondisi dan situasinya seperti ini coba? Semuanya juga pasti emosi. Seharusnya saling memahami satu sama lain jika tidak ada yang senang dari kejadian buruk ini. Tidak ada yang senang dari musibah yang terjadi ini. Pikirannya memang tidak pernah sampai situ. Selalu saja dangkal. Tak bisa berpikir banyak. Tak bisa berpikir yang baik-baik. Bukan hanya mereka saja sebagai pihak orang tua yang sakit hati, tetapi pihak sebagai pasangannya juga sakit hati. Jauh lebih sakit hati justru. Ditambah ada anak yang saat ini menjadi titik pusatnya. Anaknya mau bagaimana jika di dalam kandungan pun sudah tidak memiliki ayahnya.
"Udahlah, Ral. Percuma juga lo emosi, mereka enggak bakalan bisa denger emosi lo itu. Mungkin emang Tuhan pengen gue jauh lebih mandiri lagi. Mungkin emang anak ini bisa jadi sumber rezeki di saat pencari nafkah gue udah pergi begitu aja. Anak ini anugerah terindah yang gue sama Mas Desvin ciptakan bersama-sama. Gue mau cari kerja buat anak gue ini. Gue mau jadi orang tua tunggal yang fokus sama anak gue. Udah sih, itu aja yang gue mau. Gue mau anak gue nanti enggak akan merasa sendirian. Gue mau anak gue nanti enggak merasa kekurangan kasih sayang walaupun dia udah enggak punya ayah. It's okay. Everything wanna be okay. Lo tenang aja."
Ikhlas itu palsu, benar kata pepatah yang mengatakan demikian. Kini baru saja Alda merasakan hal yang benar-benar terjadi relate dengan kehidupannya. Walaupun dalam raut wajahnya ia tersenyum, walaupun mulutnya bisa menyemangati dirinya sendiri dengan sedemikian baiknya, namun nyatanya semua hanya bullshit saja. Namun nyatanya semua hanya untuk menutupi luka yang ada di hati Alda. Alda dipaksa untuk kuat oleh keadaan. Alda dipaksa untuk baik-baik saja oleh keadaan. Padahal itu semua sangatlah susah. Itu semua sangatlah berat. Alda dipaksa untuk berjuang sendirian.
Ralisa yang tahu jika sahabatnya rapuh pun hanya bisa mengusap bahu Alda dengan tatapan sendu. Entah mengapa Tuhan senang sekali memberikan ujian yang kelewat berat untuk sahabatnya satu ini. Bahkan jika Ralisa bayangkan pun ia sendiri tak mampu menerima itu semua. Ralisa tak siap menjalani kehidupan seperti Alda. Alda memang wanita super hebat. Alda bisa berjuang sendiri padahal nyatanya dia rapuh. Ralisa sangat bangga dengan sahabatnya yang satu ini.
"Lo enggak sendiri ya, Da. Ada gue di samping lo. Gue bakalan selalu bantuin lo kalau lo ada masalah. Lo boleh tinggal di sini, lo boleh sama gue sampai kapan pun kok, enggak usah merasa gak enak gitu ya. Lo bisa cari kerja kalau lo mau, kalau enggak pun enggak apa-apa. Gaji gue bisa buat biaya hidup lo dan anak lo. Gue akan selalu bantu lo karena kita sahabat terbaik, oke? Jangan pernah merasa enggak enak ke gue."
Memang seharusnya sebagai sahabat seperti ini, membantu jika sahabatnya sedang kesusahan, bukannya malah kabur begitu saja. Alda sangat bersyukur sekali bisa memiliki Ralisa di hidupnya, selama ini memang Ralisa banyak membantu dirinya. Bisa dikatakan Ralisa juga salah satu sahabat terbaiknya. Semoga saja Ralisa cepat dipertemukan dengan lelaki baik supaya tidak terlalu lama dikatakan perawan tua, hanya itu saja doa yang selalu Alda panjatkan di setiap sujudnya untuk sang sahabat. Karena pada dasarnya sang sahabat memang sering dikatakan perawan tua, namun Ralisa lebih memilih diam dan tidak menanggapi apa yang disampaikan oleh para manusia-manusia sirik tersebut.
Padahal hidup adalah pilihan. Baik atau pun buruknya apa yang kita pilih, itu adalah konsumsi pribadi, kan? Tidak seharusnya manusia lain turut campur dengan pilihan kita apalagi saling judge. Karena setiap kepala pasti memiliki pemikirannya masing-masing yang tak bisa disamaratakan. Karena setiap individu memiliki statementnya masing-masing yang tak perlu dijelaskan kepada siapa pun juga. Hidup ini adalah pilihan.
"Makasih banyak ya, Ral. Gue bersyukur banget punya lo di hidup gue. Gue bersyukur juga bisa punya temen sebaik lo. Nanti pasti gue cari kerja kok supaya gue bisa menghidupi anak gue ini. Supaya anak gue bisa enggak kekurangan sama sekali karena emang itu keinginan gue. Makasih sekali lagi ya, Ral."
Ralisa mengangguk tanda mengiyakan apa yang sahabatnya itu katakan. Ia juga sangat beruntung sekali memiliki Alda sebagai sahabatnya. Alda selalu perhatian dan baik kepadanya, pun begitu juga dengan Desvin, sehingga ia merasa memiliki hutang budi tersendiri dengan sepasang suami istri tersebut. Dalam hati pun Ralisa sudah berjanji untuk membiayai semua kebutuhan anak yang saat ini sedang dikandung oleh Alda. Ia berjanji akan terus membimbing anak yatim tersebut sampai kelak sukses nantinya. Sehingga Desvin di alam sana tersenyum bahagia melihat anaknya sukses sesuai dengan apa yang ia harapkan.
"Lo bener, Da. Anak ini bukan anak pembawa sial. Anak ini adalah anugerah yang sangat indah banget. Tuhan percaya kalau anak ini bakalan bisa bikin lo bahagia. Tuhan percaya kalau anak ini adalah sumber kebahagiaan lo nantinya. Mungkin Tuhan mau lo punya temen, makanya pas Desvin udah enggak ada, lo masih ada jagoan kecil ini. Jagoan yang kelak nantinya akan kita rawat bersama-sama, oke? Gue janji buat selalu ada dampingin lo rawat keponakan gemes satu ini. Kalau lo butuh bantuan juga jangan sungkan buat hubungin gue ya. We bestfriend, right?"
Bestfriend. Benar adanya yang disampaikan oleh Ralisa, Tuhan tidak ingin Alda sendirian lagi sehingga Tuhan memberikan jagoan kecil ini untuk bersamanya. Kehilangan kedua orang tua Alda membuatnya sedikit trauma akan kesendirian, sebelum akhirnya pria tampan bernama Desvin datang ke dalam hidupnya. Lalu setelah itu bernasib sama seperti kedua orang tuanya juga.
"Ini titipan sekaligus harapan yang Mas Desvin kasih ke gue. Gue harus rawat sebaik mungkin. Gue harus bisa kabulin harapan terakhir Mas Desvin. Dia pengen anaknya sukses. Dia pengen anaknya enggak kekurangan satu pun juga. Dia pengen anaknya jadi anak paling beruntung di dunia. Itu semua akan terjadi kan, Ral?"
"Itu semua akan terjadi, Da."