webnovel

Apa Ini Sudah Benar?

" Apa maksudmu?" tanya Abi.

" Saya ingin menikahi putri bapak! Bukan mengkhitbahnya!" ucap Brian.

" Tidak! Saya tidak mau ada perceraian dalam keluarga saya!" kata Abi marah.

" Kenapa harus bercerai? Saya telah katakan, jika saya sanggup memenuhi persyaratan purtri bapak! Saya bukan pria dengan IQ rendah, jika itu yang bapak takutkan!" kata Brian.

" Saya tidak bermaksud menghina kamu!" kata Abi. Astaghfirullah! batin Abi.

" Tapi dari apa yang bapak katakan, bapak berpikir saya tidak mampu belajar hanya dalam jangka waktu sebulan!" tutur Brian datar.

" Islam tidak hanya perlu dipelajari lewat teori, tapi juga lewat praktek! Dan itu membutuhkan waktu yang panjang!" kata Abi.

" Saya meminta putri bapak untuk saya nikahi! Saya janji saya tidak akan menyentuh dia sampai dia mengijinkannya! Jika itu yang kalian khawatirkan!" tutur Brian seakan tahu kekhawatiran Abi.

" Jika kamu tidak bisa memenuhi janjimu?" tanya Abi .

" Saya akan membatalkan pernikahan kami dan mengumumkan pada semua orang jika saya memaksa putri bapak untuk menikahi saya!" ucap Brian dengan mengenyampingkan segala harga dirinya hanya demi seorang wanita bernama Zahirah. Brian sedikit tercekat saat mengatakan semua itu, karena baru kali ini dia merasa seperti ditelanjangi dan diinjak-injak harga dirinya. Dia tidak pernah sekalipun memohon ataupun ditolak oleh siapapun selain mamanya.

" Baik! Saya setuju!" kata Abi.

" Good!" jawab Brian lega.

" Sekarang kalian akan nikah siri terlebih dahulu, sampai sebulan jika kamu berhasil, kalian baru akan menikah secara resmi di catatan sipil!" kata Abi.

" Baik! Saya setuju!" jawab Brian.

" Pegang janjimu untuk tidak menyentuh putriku!" kata Abi mengingatkan Brian.

" Saya pria dengan janji, pak!" jawab Brian sedikit marah, tapi dia tidak menyalahkan pria itu karena melindungi putrinya. Abi Fatma menyuruh Brian pergi ke ruang tamu dan dia pergi menemui Fatma untuk menceritakan semua perjanjiannya dengan Brian. Pada awalnya Fatma menolak, tapi Abi menjelaskan semuanya dengan terperinci hingga Fatma setuju. Brian diberikan pelatihan sebentar oleh penghulu kampung, lalu Abi menikahkan Brian dengan Fatma dengan mas kawin sebuah cincin berlian dari mamanya yang secara turun temurun diberikan untuk menantunya.

" Sah?" tanya penghulu.

" Sahhhh!" jawab semua undangan. Lalu penghulu membaca do'a. Fatma dibawa umminya keluar dari kamar, hati Fatma sedikit berdebar, karena dia telah sah menjadi istri pria yang asing baginya. Apa ini sudah benar, Ya Allah? batin Fatma. Brian menatap Fatma dengan pandangan tajam, dia terpesona dengan keanggunan dan kecantikan Fatma. Dia merasa melihat seorang bidadari tak bersayap dengan pakaian putihnya sedang berjalan kearahnya. Lalu Fatma duduk di depan Brian dan mengambil tangan Brian untuk diciumnya di bagian punggung tangannya. Dada Brian berdetak sangat kencang saat Fatma memegang tangannya apalagi menciumnya, rasanya jantungnya ingin meloncat keluar saja. Lalu Brian mengecup lembut kening Fatma. Kemudian acara dilanjutkan dengan ramah tamah dengan para undangan dan Abi Fatma meminta maaf atas nama keluarga besarnya atas berubahnya acara, dikarenakan sebuah alasan yang cukup pribadi. Brian tidak hentinya memandang Fatma yang sedang duduk disebelahnya sambil menikmati makanan bersama dengan seluruh anggota keluarga dan undangan. Sedangkan Fatma yang tahu jika dirinya diperhatikan, sedikit salah tingkah dan pura-pura tidak melihatnya. Ponsel Brian bergetar, diraihnya ponselnya dan dilihatnya nama Bre tertera di layar.

" Halo, Bre!"

- " Kakak dimana? Mama sudah sadar!" =

" Apa? Benar, Bre?"

- " Iya! Mama mencari kakak!" -

" Baik! Kakak akan segera kesana!"

Lalu Brian menutup panggilan dari adiknya, dia menatap Fatma ragu.

" Za!" panggil Brian lembut. Fatma yang mendengar panggilan Brian menghentikan makannya.

" Ya?" jawab Ftama tanpa menatap suaminya.

" Aku harus pergi! Mama sudah siuman dari komanya!" kata Brian pelan.

" Alhamdulillah! Do'a kamu di kabulkan Allah SWT!" kata Fatma dengan tersenyum. Senyuman yang membuat leleh hati Brian dan mendinginkan hatinya.

" Aku pergi!" ucap Brian, sebenarnya dia ingin Fatma menemaninya melihat mamanya, tapi dia tidak berani memintanya. Fatma juga merasa serba salah, disatu sisi dia ingin menemani suaminya melihat mertuanya, di sisi lain dia belum mengenal keluarga Brian.

" Iya!" jawab Fatma pelan. Brian berdiri dengan kecewa, diikuti Fatma.

" Abi! Ummi! Brian akan pergi melihat mamanya!" kata Fatma pada orang tuanya.

" Kenapa mamamu?" tanya Abi.

" Mama terjatuh di kamar mandi dan koma selama seminggu, baru saja siuman dan mencari saya!" jawab Brian.

" Alhamdulillah! Semoga segera pulih dan sampaikan salam kami pada keluargamu!" kata Abi.

" Iya, Pak!" jawab Brian. Fatma ingin tertawa mendengar Brian memanggil Abinya dengan sebutan bapak, tapi ditahannya.

" Kamu bisa memanggilku Abi dan ini Ummi!" kata Abi tersenyum.

" Iya, Ppp...Abi!" jawab Brian.

" Sampaikan papa dan mamamu setelah mamamu sembuh kami akan bersilahturahmi kesana!" kata Abi.

" Iya, Bi!" jawab Brian. Fatma mencium tangan suaminya tanpa diminta Brian dan kembali Brian merasakan hal yang sama seperti tadi. Brian berjalan keluar rumah dan diikuti Fatma dia memakai sepatunya lalu memandang sebentar istrinya yang selalu menundukkan wajahnya.

" Assalamu'alaikum!" ucap Brian. Deg! Fatma merasa kaget mendengar Brian memberikan salam.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma dengan tersenyum. Brian tersenyum dan pergi menuju mobilnya dan pergi menuju ke RS dengan hati bahagia yang berlipat, satu karena mamanya siuman satu lagi karena wanita idamannya telah ada ditangannya. Lalu Brian menghubungi Danis dan memintanya menemui di RS. Selama perjalanan, Brian selalu teringat wajah cantik istrinya dan itu membuatnya senyum-senyum sendiri. Setelah kepergian Brian, beberapa wanita yang merupakan warga sekitar membicarakan ketampanan Brian, sehingga keluarga Azzam sedikit risih dengan hal itu.

" Ustadz Azzam, menantunya sangat tampan dan gagah sekali!" puji seorang tetangga.

" Iya! Mbak Zahirah beruntung sekali!" sahut yang lain.

" Tapi Mbak Zahirah juga cantik, jadi cocok!" kata ibu yang tadi.

" Alhamdulillah! Semoga bukan wajahnya saja, tapi akhlak dan kepribadiannya juga, ya, ibu-ibu!" ucap Abi Fatma.

" Aamiin!" semua mengamini ucapan Abi. Fatma hanya terdiam mendengar pembicaraan mereka. Apakah dia benar setampan itu? batin Fatma, karena dia memang tidak pernah memandang pria manapun.

" Fatma! Kalo suamimu pulang, bilang padanya aturan yang ada di rumah ini!" kata Abinya.

" Iya, Abi!" jawab Fatma. Kemudian mereka kembali ke kamarnya masing-masing dan berganti pakaian untuk melakukan shaat dzuhur di mushalla.

" Fatma!" sapa sepupunya, Herni, saat setelah shalat dzuhur. Herni masuk ke kamar Fatma dan tiduran di ranjang Fatma.

" Ya, Her?" jawab Fatma yang sedang duduk di kursi belajarnya.

" Darimana kamu kenal suamimu?" tanya Herni penasaran.

" Kenapa memang?" tanya Fatma mengerutkan dahinya.

" Setahuku pria yang sering bergaul denganmu hanya Nabil saja! Dan kukira kamu akan menikah dengan Nabil, ternyata bukan!" tutur Fatma.

" Kita tidak tahu dengan siapa kita akan berjodoh!" jawab Fatma.

" Iya juga, sih! Tapi dia sangat tampan kamu tahu? Seperti siapa itu? Yang artis dari Turki?" tanya Herni.

" Entahlah! Aku tidak m\pernah menonton drama begitu!" jawab Fatma.

" Ah, kamu Fatma! Aaa, Can Yaman!" teriak Herni.

" Shhttt! Pelankan suaramu, Her! Abi dan Ummi sedang istirahat!" kata Fatma.

" Iya, sorry!" kata Herni, lalu dia membuka ponselnya.

" Lihatlah!" kata Herni sambil menunjukkan foto Can Yaman pada Fatma.