webnovel

SIDE STORY: VEGAS-PETE BED SCENE

Warn! Vegas-Pete (sedikit) BDSM 🔞🔞🔞🔞

Di sini kebalik. Vegas masokis, Pete sadokis. Tapi Seme tetep Vegas. Enggak ada bolak-balik. Bedanya Pete lebih agresif dan dia lah yang memimpin kegiatan bercinta mereka.

.

.

Ciuman hanyalah permulaan. Pete tidak akan menghitung itu. Dia tahu seberapa rindu Vegas setelah 2 tahun di Rusia, jadi tawa sang kekasih terdengar pun seperti dengusan berahi.

"Ha ha ... hhh ... siapa yang tadi tidak mau disentuh di tempat umum?" Vegas menampar bokong Pete di balik celananya.

"Bukan aku ...."

Di atasnya, Pete tersenyum masokis dan melempar-lempar bajunya sendiri ke jok sebelah. Dasi, jas, kemeja--Vegas sepertinya lahir batin membiarkan limusin mewah itu berantakan nantinya.

"Hhmm ... bukan, huh? Aku jadi penasaran sepintar apa kemampuan merayumu sekarang."

"Sepintar apa? Aku bisa menari dulu di perutmu, Wegath Baby ...." bisik Pete. Seperti gerakan slow motion, dia mencondongkan tubuhnya hingga rata dengan dada Vegas. Mata lurus ke mata. Kedipan bertemu kedipan.

Vegas jadi tidak sabar untuk meraup bibir Pete ke dalam mulutnya. Dia menjambak belakang kepala Pete hingga bibir mereka terbentur, tetapi tidak menyakitkan. Lidahnya langsung masuk ke dalam sana.

"Hrrmhh ... hrrhmm ...."

Pete menggeram pada tiap guratan bibir Vegas di bibirnya. Dia membuka mata lebar-lebar untuk melihat ekspresi rindu sang kekasih, tetapi melarangnya meraba-raba.

Setiap kali Vegas ingin meremas pinggangnya, Pete mendorong tangan itu. Dia mengizinkan lidah Vegas menguasai, tetapi tidak dengan tubuh. Malahan Vegas terkejut ketika Pete menggebrak lengannya ke sisi kepala.

BRAKH!

"Diam dan turuti aku, Vegas!" batin Pete. Lalu menyeringai ketika mengeluarkan dua brogol dari saku celana.

CRAK!

CRAK!

Pete menghubungkan borgol-borgol itu ke pegangan sofa limusin. "Ha ha ... kena kau!" katanya bangga. Lalu meninju tombol speaker untuk supir yang ada di depan sana. Bam! Lampu merah pun aktif menandakan peredam suara hilang.

"Oh, baby. Aku ingin melihatmu ingin apa lagi," batin Vegas membiarkan.

"Phi, tolong bawa kami keliling kota. Kemana pun," kata Pete kepada si sopir. "Dan jangan putar balik ke rumah sebelum kuhubungi ulang."

Vegas pun tertawa bangga mendengarnya. "Damn, your so sexy, Babe," katanya memuji.

Namun, sebelum Pete balas mencium Vegas, suara geraman mobil Lamborghini Aventador dari sisi limusin mereka terdengar heboh.

BRMMM! BRRMM! BRRRM!

Suaranya kelewatan gahar sampai-sampai Pete dan Vegas tahu itu siapa.

"Oi, Phi!" panggil Macau dari jalur komunikasi. Wajah bocah ya tampak di layar, dan kelihatan geram sekali. "Aku tahu kau butuh waktu, tapi jangan lupa janjimu padaku!" katanya. "Pokoknya kutunggu kau nanti malam. Kalau tidak sanggup bangun setelah main-main dengan dia, berarti Phi sangat lemah!" hinanya sebelum berlalu begitu saja.

Ah ... Macau yang pengertian.

Pete pun tertawa keras. Dia terhibur dengan raut warna-warni Vegas semenjak roda limusin mereka berjalan. Bukannya takut menantang mati, remasan Pete pada kedua dada datarnya makin menjadi-jadi.

"Apa aku sangat seksi, Khun Wegath?" tanyanya dengan nada yang khas. "Atau kau malah menemukan dada yang lebih bulat di Rusia sana? Jika iya, maka ini bukan lagi milikmu."

"Ha ha, jangan bercanda." Vegas langsung duduk, tetapi kedua tangannya dipaksa Pete untuk diam.

"Sssh ...."

"Hei ...."

Semakin Vegas ingin beraksi, semakin Pete mendorong dua lengannya hingga terbalik di belakang punggung.

CRAK!

"ARRRGHHHH!" Dalam kondisi dua lengannya terborgol, Vegas merasakan tulangnya geser.

"Sakit, Sayang?" tanya Pete.

Tengkuk Vegas sempat keram sedikit karena tulang sendi bisepnya terpuntir. Tetapi bukannya marah, di justru menjilat rahang Pete seperti kucing kelaparan. "Tidak, malahan sangat nikmat. Aku tidak keberatan dengan yang lebih kasar."

Pete terkekeh-kekeh sebelum menyurukkan dadanya ke muka Vegas. "Hahh ... pintar. Kalau begitu ini hadiahmu."

Tanpa pikir panjang, Vegas pun menggigit puting mengerikil di dada Pete. Dia menggeram seperti bayi yang yang giginya gatal karena baru tumbuh. Gemas sekali bila tidak menancapkan tiap jengkalnya ke sana sembari menjilat rakus.

"Ahhh ... ahn ... Vegas ...."

Dulu, Vegas lebih sering membuat Pete kesusahan di ranjang. Namun, dia berhenti melakukan itu sejak mereka saling mencinta. Sekarang Vegas lebih sering membiarkan Pete menaikinya, memimpinnya, dan bertindak seolah paling berkuasa saat merasakan nikmat sentuhannya.

Walau jika diberikan kesempatan, Vegas akan memilih menghapus masa lalunya yang sering mengusili Pete tanpa alasan yang jelas. Dia tidak ingin melukai tubuh itu sedikit pun.

Sekarang desahan Pete begitu jelas. Lega di telinganya, tetapi diam-diam, setiap detik Vegas memendam kekecewaan pada diri sendiri ketika melihat bekas luka di dada itu.

"Ah, memangnya aku anak kecil? Semakin suka semakin ingin mengusili? Biarkan aku menebus semuanya seiring waktu, Pete."

BRAKH!

Pete pun terlonjak kaget ketika tubuhnya ambruk ke dada Vegas. Dia menimpa sang kekasih yang tersengal-sengal, lalu menjilat sepanjang garis jakunnya.

"Hahh ... hahh ...."

"Aku sudah tidak sabar," bisik Pete. Dia memeloroti celananya sendiri hingga Vegas gemas ingin menepuki pantat polosnya yang menungging. "Tapi, Vegas. Awas kalau sampai aku dengar kabar kau main di luar," ancamnya. "Aku takkan mengampunimu."

Vegas pun terpejam ketika pucuk hidungnya dikecup sayang. "Aku justru malah frustasi," keluhnya.

"Oh, ya?" tanya Pete meragukan.

Mereka bertatapan lekat.

"Kau tidak tahu aku meminum pil setiap hari setelah kelepasan mencium satu wanita," kata Vegas. Dia langsung menangkup pipi Pete sebelum raut kecewanya keluar. "Hanya kecelakaan, Pete. Waktu itu aku sedang mabuk."

"Oh, jadi ini merupakan pengakuan?" tuding Pete. Dia langsung meraba pecut agak panjang yang tersembunyi di bawah sofa. Dengan raut yang manja, dia pun memukul dada Vegas beberapa kali.

Ctar! Ctarr!!

"Hrrhmmm ....." keluh Vegas. Dia hanya tersenyum menerimanya. "Kenapa tidak anggap saja kita impas setelah kau mencium Kinn?"

"Aku tidak menciumnya."

CTAR! CTAR!

Vegas terpejam ketika Pete merabai dadanya yang memiliki luka di sana-sini.

"Baik, tapi dia menciummu."

"Ha ha ... sssh ... lalu?" Semakin turun, jemari itu kini menjelajah di lekukan perut Vegas yang timbul tenggelam.

"Ya, kau tidak tahu rasanya sulit sekali," kata Vegas. "Harus bekerja di jauh sana, tanpamu ... sampai-sampai otakku ini sempat sinting."

"Hm?" Pete menarik dagu Vegas agar mendekat padanya.

"Kau percaya jika kubilang ... melihat bokong anjing pun aku jadi ingin mengawininya?"

Pete hanya tertawa kecil.

Vegas pun meraih bibir Pete dengan jemarinya. "Lain kali takkan kubiarkan Thankhun memonopolimu," katanya. "Toh yang kemarin itu ujian terakhir. Aku benar-benar akan mengambilmu darinya besok pagi."

Pete pun tersenyum tipis. "Baiklah, bagus kalau kau mau jujur semua," katanya. Sementara Vegas menggeleng pelan. Dia yakin Pete sudah tahu semuanya sebelum bertanya. "Itu manis sekali, Vegas," katanya. "Jadi aku akan melakukan sesuatu untukmu."

Pete memang sangat berbeda setelah mereka hanya berdua. Sementara Vegas sudah terpejam sebelum Pete memonopolinya. "Hmm ...." geramnya.

Vegas menikmati detik-detik Pete melepasi kancing bajunya, lalu mengecup dari bibir ke bawah.

Pete tidak berlama-lama untuk membongkar celana Vegas. Dia menjelajahi karet kuatnya dengan gigi, kemudian melemparnya entah kemana.

"Ah, Pete," desah Vegas singkat. Dia meremas rambut Pete yang meraup penis tegaknya seperti menelan burger. Lidah lelaki itu memutar dan meliuk tanpa kendali. Dia menekan-nekan denyut panas nan keras di penis Vegas, tetapi menahan pahanya bergerak terlalu banyak.

"Tahan dan rasakan kau tidak bisa menyentuhku, Vegas!" batin Pete bangga.

"Ahh ... hhh ...."

Namun, seperti terkena karma, gelegar nikmat Vegas seperti merambati selangkangannya. Vegas memang tidak menyentuh di sana, tetapi jemari kuat lelaki itu seperti merambat-rambat. Di lipatan pahanya, di celah sempit bokongnya, dan membelai bagian dalamnya.

Pete pun gemetar sendiri.

"Ah, sial!" keluh Pete. Dia refleks melepaskan penis Vegas dan mengocok cepat menggunakan tangan. Tidak perlu lubrikasi. Penis itu tetap licin berkat Pete yang sigap meluncurnya dengan saliva, kemudian menyiksa barang Vegas semaunya.

"Hhmhh ...."

Pete tertawa sadis ketika keringat merembesi kening Vegas. "Kenapa, Khun Wegath?" tanyanya usil. Kocokannya di penis itu semakin cepat. "Apa masih bisa lanjut? Kau bahkan belum memasuki bokongku."

Vegas menjilat bibirnya geram. "Oh, coba saja membuatku lemas," katanya. "Aku sudah sangat ingin membobolmu ulang dua tahun ini."

"Ha ha ...."

Pete pun mengalah. Di memang mencambuki dada Vegas beberapa kali lagi, tetapi langsung memasukkan penis kekasihnya sebelum berbuih dengan sia-sia.

"Arrgh ...." geram Pete. Dia meremas berotot Vegas sembari merasakan penis kekasihnya meluncur ke dalam. "Hahh .... Vegas ... Vegas ....."

Vegas pun meneguk ludah melihat otot leher dan perut Pete mengejan. "Kau butuh bantuan?" tanyanya kalem.

"Aku bisa, sial."

Vegas pun duduk meski agak kesusahan. Dia mengecupi pipi menggemaskan Pete dan mengendus aroma khasnya dari sana. "Hmm, sekarang bagaimana rasanya?"

"Lega ...." cengir Pete, tetapi sekejab kemudian nadanya sudah berubah. "Tapi ini agak mengerikkan. Jangan bilang pilmu itu tidak hanya menahan nafsu, tetapi juga membesarkan ukuranmu."

"Apa? Bukan, tentu saja," kata Vegas refleks.

"TAPI RASANYA SESAK SEKALI!" keluh Pete kesal.

Vegas pun mencium bibir Pete sebisanya. "Kalau begitu lepas dulu tanganku," katanya. "Aku akan membuatmu nikmat sekarang."

Dengan seringaian lebar, Pete pun melepaskan borgol Vegas tetapi hanya sebelah.

"Baiklah," kata Vegas. "Lord have mercy, Baby ...." Dia lantas memeluk pinggang Pete erat. Gerakannya cukup kuat setelah memasuki tubuh itu. Mereka berguncang bersamaan, hingga Pete melelehkan cairan lengket dari ujung penisnya.

"Hngghh .... nnnh .... Stop ...." desah Pete.

Dalam kamus mereka berdua, kata "stop" maka berarti terus! ATAU TUSUK AKU LEBIH DALAM, VEGAS!

Pete menjambak rambutnya sendiri ketika Vegas menurutinya. Dia merintih-rintih dalam geraman, demi menumpahkan rindu ingin bersama dua tahun ini.

Padahal dulu seks bukanlah hal penting baginya, tetapi sejak berhubungan dengan Vegas, Pete sama gilanya.

Pete mengakui juga rindu dengan Vegas, bahkan sering memandangi foto kencan mereka kala sendirian.

"Hal yang nyaris tidak mungkin, huh? Setidaknya itu dulu," pikir Pete. Kadang, dia juga tak mengerti kenapa Vegas sempat senang mengusilinya. Dengan cara-cara yang berbau sakit dan dewasa tetunya Namun, lama-lama, Pete tahu Vegas itu seperti batu karang, tetapi hanya luarnya saja.

Semenjak mereka resmi pacaran, Vegas justru tidak keberatan meniru gaya mudanya. Atau lebih sering tersenyum cerah. Setidaknya di depan orang-orang terdekat.

"Ahhh ... lagi," desis Pete ketika Vegas keluar. Dia tampak tidak puas, dan Vegas segera membalik posisi mereka agar menimpanya. Lelaki itu tidak menunggunya siap. Vegas langsung membuka pahanya lebar, kemudian menerobos kembali ke dalam.

PLAK!

"Hhhh ....."

Vegas menjilati jemari Pete yang sangat kaku. Entah kenapa begitu. Apakah tidak bercinta dengannya terlalu lama membuatnya gugup?

"Lepas, Vegas."

Jambakan Pete ke rambutnya sendiri bahkan semakin kuat.

"Hei, jangan sakiti dirimu sendiri, Baby."

"Vegas ... Vegas ...." desah Pete tanpa disadarinya. "Jangan berhenti, Vegas. Aku tidak mau tahu," katanya menuntut.

Vegas pun mencium bibir itu agar suara memohon Pete tidak terdengar lagi. Dia tahu, meski Pete sok ingin menguasainya, sebenarnya dia sangat ingin dihancurkan.

Sekujur tubuh mereka pun berakhir licin karena persetubuhan panas pagi itu, dan Vegas memeluk erat Pete di atas tubuhnya ketika selesai.

"Kau tahu? Ada cincin di saku jas hitamku ini," kata Vegas.

"Oh, huh?" Pete pun merogoh saku yang dimaksud, tak terlalu peduli bila tubuh bawah mereka tersingkap karena perbuatannya.

"Hm, tapi itu pilihan Thankhun," kaya Vegas. Dia penasaran apa yang Pete pikirkan ketika cincin itu diangkatnya ke udara. "Kalau mau dia restui, katanya harus pakai cincin itu pada hari resepsi. Tapi tenang saja, aku akan belikan yang lain begitu semuanya selesai."

Pete justru nyengir mendengarnya. "Tak masalah, malahan aku senang karena cincin ini tanda berkah dari banyak orang. Kau dan Tuan Thankun. Kalian berdua sama-sama orang yang berharga buatku."

Vegas mengerutkan kening. "Kau yakin?"

"Yeah?"

Vegas pun memasangkan cincin itu segera. "Baguslah," katanya.

Namun, bukannya tersenyum malu, Pete justru terbahak-bahak. "BUAHAHAHA! Aku baru ingat sesuatu!" serunya.

"Hm? Apa?"

Pete segera mematikan speaker microphone yang terhubung dengan kursi sopir. "Entah mati atau tidak, tetapi sepertinya pak sopir di depan masih ada," katanya. "Tapi pasti dia mendengar apapun yang kita lakukan di sini barusan."

SIDE STORY VEGAS-PETE 2 [END]