"sudah ku bilang harusnya kita turutin permintaan tante Friesta." ucap Freddy lemas
"iya, lo kenapa sih Cel harus berantem terus sama nyokap lo???" imbuh Ibam yang terlihat pasrah
"bangsat !!!! tidak seharusnya dia membuat kita kesulitan seperti ini." Marcel meninju salah satu sisi dinding dalam toilet pria disebuah wahana permainan di Hongkong.
"masalah gak akan selesai kalau kita berdiam diri." Keano membuka mulutnya setelah ia mengamati percakapan ketiga temanya saling menyalahkan satu sama lain.
pria yang memiliki penggemar tak kalah banyak dari Marcel itu merogoh saku celana kanannya, mengeluarkan sebuah benda pipih canggih berwarna putih yang biasa disebut ponsel. ia mencari sebuah kontak dari sana kemudian mengirimi pesan seseorang di kejauhan sana.
dua menit kemudian pesan balasan ia terima, Freddy, Ibam dan Marcel berebut pandang membaca balasan pesan itu.
mengagetkan pesan yang diterima Keano justru seakan menyalahkan personil Illusionist.
"jangan keluar toilet, ada banyak masa penggemar disana. wahana bermain ini juga sudah memboikot kalian, jadi kalau kalian tertangkap oleh fans dan babak belur itu bukan tanggung jawab mereka."
Freddy menutup matanya dengan tangan kanannya, Ibam mundur beberapa langkah kemudian menyiratkan air pada wajahnya, sedang Marcel ia kembali menghadiahi tembok tak bersalah itu dengan bogeman mentahnya.
"aaaaarrch..." Marcel berteriak sejadi jadinya, menggema diantara dinding toilet wahana permainan di pusat kota Hongkong.
"wanita itu selalu bertindak sesuka hatinya, dia gak pernah bisa liat aku tenang sedetik aja." gerutu Marcel
Ibam mengusap kepalanya kasar, "ini gara - gara lo Cel, kalau aja lo nurutin apa permintaan nyokap lo pasti gak akan gini jadinya."
"iya, kamu kenapa sih gak mau nurutin mamamu Cel?? kita bisa sebesar ini dan dikenal oleh banyak orang juga karna mama dan papa mu." imbuh Freddy.
Marcel sigap menyergap kerah baju Freddy sesaat ia menutup mulutnya, Marcel menyeringai wajahnya memerah penuh akan kemarahan.
entah apa yang ada difikirkan Freddy, sudah jelas satu sahabatnya itu paling sensitif jika membahas tentang ibunya terlebih jika ia menyangkut pautkan kesuksesan mereka dengan kekuasaan ibunya. tapi hanya karena tidak bisa menikmati permainan di wahana permainan terkenal kelas dunia, bisa membuat Freddy mengatakan hal yang sangat dibenci Marcel.
"hey,,,, kita bisa terkenal dan sesukses ini karena kerja keras kita, bukan karena wanita itu!!!." bentak sang vokalis band Illusionis itu pada si Gitarisnya.
Keano mengambil langkah menempatkannya di antara Freddy dan Marcel, telapak tangan kananya diletakan pada dada Marcel dan telapak tangan kirinya diletakan pada dada Freddy.
"kalian pikir dengan sikap kekanak kanakan kalian seperti ini semua masalah jadi selesai?" sejurus kemudian Keano mendorong tubuh kedua orang yang sedang berselisih itu menjauh.
"bilangin tuh sama si Freddy perhatiin kalau mau ngomong, otak itu buat mikir bukan buat cari kata kata gak manfaat!" tukas Marcel mengepakan jaket kulit yang setia melekat di badanya sejak pagi.
"hey, kamu tuh yang harusnya mikir jangan cuma emosi doang." bantah Freddy
"udah berhenti!!" bentak Ibam dengan suara bassnya.
"lo ada ide gak ke, biar kita bisa keluar dari toilet ini?" tanya Ibam
Keano kembali berkutat dengan ponselnya, ia mengetikan sebuah pesan singkat pada seseorang yang tak di ketahui siapa. kerumunan massa para penggemar Illusionis masih setia di depan pintu toilet, semuanya berharap bisa berfoto bersama dengan sang idola yang tak kunjung keluar dari toilet.
****
Clarissa mengetuk pintu kamar kos Almaira beberapa kali tapi masih tak ada jawaban disana, tak menyerah gadis yang memiliki tubuh sedikit berisi itu kini mencoba mengirimi pesan singkat di ponsel sahabatnya.
semenit, dua menit, lima menit, sepuluh menit sampai setengah jam masih tak ada jawaban. Clarissa duduk didepan pintu kamar kos yang terlihat paling rapi dan indah diantara kamar kos yang lain, rasa khawatir menyeruak dalam hati Clarissa akan sahabatnya Almaira.
telapak tanganya dingin, ia mulai tak tenang dan kembali berusaha mengetuk pintu kamar Almaira. saat ia masih sibuk mengetuk pintu seseorang menggapai bahunya membuatnya terjingkat kaget. Clarissa membalikan badan dan betapa terkejutnya dia saat pandangan matanya menjumpai Almaira sedang berdiri dihadapanya, tersenyum manis dan jari tangan kanannya membentuk huruf v.
Clarissa berhamburan memeluk sahabatnya yang sukses membuat hatinya bergetar hebat karena khawatir, Almaira yang tak mengerti hanya mengernyitkan alis dan menuruti Clarissa.
"kamu gak papa Al???" tanya Clarissa sembari mengamati seluruh tubuh sahabatnya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"kamu ngomong apa sih???" Almaira berbalik menanyai Clarissa tak menunggu jawaban gadis berambut sebahu itu segera membuka pintu kamar kosnya.
"kamu mau masuk apa tetep melongo disana??" tanya Almaira lagi.
Clarissa segera melepas sepatunya dan masuk ke kamar Almaira, ia mengamati setiap ruangan dalam kamar Almaira.
masih seperti 3 tahun yang lalu, tak ada yang berbeda. sebuah meja kecil dan deretan buku- buku yang menyambut pertama saat ia memasuki kamar Almaira, terhampar kasur busa dengan sprei motif bunga sakura di sudut ruangan, beberpa foto Almaira dan dirinya masih menempel di dinding kamar berukuran 4x5 meter itu, bahkan keset kamar mandi dalam kamar ini masih sama seperti dulu keset berbentuk panda. satu satunya yang berubah hanyalah warna cat dindingnya, jika sebelumnya setiap sisi dinding memiliki warna yang berbeda kini semua sisinya memiliki warna yang sama yaitu pink.
"Al kamu rumah warna catnya??" tanya Clarissa
Almaira yang berdiri tepat didepanya tersenyum dan menjawab "iya, kenapa??? jelek???"
Clarissa menggeleng, sedetik kemudian Almaira beranjak berjalan menuju lemari pendingin berukuran kecil yang sengaja ia letakan tak jauh dari rak buku disalah satu sisi kamarnya. Alamaira tersenyum menyuguhkan sebotol minuman jus yang kemarin malam ia beli dari supermarket dekat kosanya.
"Al, tadi kamu dari mana??? janjian sama aku tapi kamunya malah gak ada di rumah." seperti biasa Clarisa selalu berbicara dengan sedikit memperlambat pengucapanya saat berbicara dengan Almaira.
"aku kan bilangnya jam 10 pagi salah kamu yang terlalu rajin datang sebelum jam 10." Almaira terkekeh pelan
"yeeee kan biar bisa ngobrol dulu sama kamu Al. emang tadi kamu dari mana sih???" desak Clarissa
"aku cuma jalan jalan aja disekitaran sini." jawab Almaira
Clarisa tak merasa aneh dengan jawaban Almaira karena gadis bertubuh mungil itu memang hoby jalan- jalan menikmati pemandangan disekitarnya. sosial dan alam adalah hal paling menarik bagi Almaira.
"aku kirim WA juga gak kamu jawab Al, seenggaknya kamu jawab dong WA dari aku." Clarisa menuntut sahabatnya.
Almaira mencubit gemas kedua pipi cuby Clarisa setelah puas mencubitnya ia mengarahkan pandangan sahabatnya itu pada sebuah nakas di samping tempat tidurnya. " ponselku lagi di cas Sa, jadi gak bisa jawab WA dari kamu."
keduanya bercengkerama membahas perkuliahan yang akan kembali dihadapi Almaira setelah 3 tahun cuti, Clarissa membantu sahabatnya itu memilah, mendaftar buku buku yang dibutuhkannya untuk awal perkuliahan dua minggu mendatang.
Clarissa masih tak menyangka sahabatnya ini akan kembali ke bangku kuliah setelah lama meninggalkanya, berbeda dengan sebelumnya kini Alamaira kembali dengan kesulitan yang lebih berat.
semoga dengan kekuranganmu sekarang kamu tetap bisa bertahan saat kembali ke kampus Al, aku tahu ini sulit bagimu tapi aku keyakinanku akan kemampuanmu mengalahkan ketakutanku. doa Clarissa dalam hatinya.