webnovel

Malam Pertemuan

Saat itu ....

Aku tidak menyangka kalau karyaku yang selama bertahun-tahun ini kutulis akhirnya memenangkan penghargaan.

Bagiku, dikontrak oleh sebuah platform yang bekerja sama dengan penerbit saja sudah cukup membanggakan tapi, itu justru malah membuahkan hasil di luar ekspektasiku.

Banyak orang di luar sana yang mungkin tidak mengenalku, aku hanya gadis yang payah. Namun, nama itu ....

Nama pena dan karya yang aku ciptakan mampu memenangkan penghargaan di penerbit besar, aku senang sekali!

Kukira hidup ini hanya mimpi karena bisa berjalan di karpet merah dan berdiri dipanggung yang megah, dimeriahkan oleh tepuk tangan, dan disorot oleh lampu terang benderang hanya untuk meraih sertifikat penghargaan dan piala kehormatan tersebut!

****

Di suatu malam, sebuah acara besar digelar di hotel bintang lima dengan rooftop yang megah. Semua orang yang menghadiri acara tersebut tidak lain adalah orang-orang yang berasal dari sebuah platform online yang bekerja sama dengan penerbit yang terkenal.

Beberapa penulis pendatang baru, penulis senior, editor ternama, dan para penulis best seller pun di undang ke acara tersebut untuk mendapatkan nominasi penghargaan yang layak.

'Eh? Apa aku layak mendapatkannya?' dalam benak seorang remaja mungil berkata dengan tertunduk malu dan gugup saat hendak berkumpul dengan semua orang yang ada di sana. Sikap tidak percaya dirinya itu membuatnya sempat bolak-balik ke toilet hanya untuk memastikan wajahnya supaya tidak memerah di depan semua orang.

Dia sempat mengambil napas dan membuangnya pelan-pelan berkali-kali saat hendak keluar toilet, dan jantungnya kembali berdegup kencang saat mendengar seorang MC yang mulai membawakan sebuah acara tersebut.

Bisa-bisa menjadi pengecut!

Masalahnya, acara ini LIVE dan ditayangkan di salah satu stasiun TV sekarang.

'Huaaaah~ gugupnya.' Padahal tinggal membuka pintu ruangan itu saja dan duduk di dekat orang-orang yang sama penulisnya dengan dirinya.

"...."

Tiba-tiba, seseorang menempelkan tangannya di pundaknya yang sangat mulus itu, "Pergilah! Buanglah keraguanmu, pastikan kau mengambil napas dalam dalam-dalam dan mengeluarkannya sebelum melangkah!" seru orang tersebut dengan optimisnya sambil memasang senyum tipisnya.

"Ya," jawab sang remaja itu singkat sambil menggenggam erat gagang pintu yang ada di depannya.

"Kamu pantas mendapatkannya!" Kemudian, seorang wanita dengan dada yang cukup besar dan bersedakap di dekatnya juga berseru padanya.

Kedua orang yang menghampirinya ini membuat dirinya jauh sedikit lebih tenang dibandingkan dirinya saat melangkah sendirian, apa daya yang masuk ke ruangan itu terbatas! Hanya tamu undangan saja sedangkan mereka berdua hanya bisa menunggunya di luar.

Dalam hatinya yang paling dalam, dia berkata, "Terima kasih sahabatku, terima kasih guruku ...."

Karena dia terlalu lelet, kedua orang yang menghampirinya ini beralih menempelkan kedua tangannya di punggungnya lalu segera mereka mendorong remaja tersebut agar pintu segera terbuka.

"Huaaaaah!!" dengan muka merah padamnya, dia berhasil membukanya kembali, apa yang terjadi sampai saat itu?

Sedangkan kedua orang yang masih menunggunya di luar ruangan ini segera menuju ruangan lain, di mana para orang-orang yang menunggu tamu undangan itu berada dan menyaksikan siaran langsungnya.

Dalam hati seorang sahabat berkata, "Jika bukan karena dia, mungkin aku tidak akan sampai sini, terlebih lagi banyak makanan lezat di hotel ini, kyaaaah!"

Beda dengan seorang guru yang menjadi panutannya, "Ah~ senangnya punya murid seorang penulis~ berharap aku bertemu para pria ganteng di sini~"

Sifatnya benar-benar bertolak belakang dengan seorang novelis yang pemalu.

Namun, mereka merasa senang bahwa orang terdekatnya ini telah berhasil dengan pencapaian terbesar dalam hidupnya.

****

"Hah~ mereka keterlaluan!" gumamnya dengan agak kesal saat dia kali ini masuk dengan cara tidak biasa, dia hampir terjatuh tersungkur dan untungnya dibalik pintu tersebut ada gagang pintu yang bisa dia raih tapi ....

"Kau tidak apa-apa?" tanya seorang lelaki yang tiba-tiba menghampirinya dan ada di dekatnya saat ini.

"Eh, ti-tidak apa-apa." Jawabnya dengan singkat dan nada bicaranya begitu gugup. Dia terlalu lama menyadari sesuatu bahwa sebenarnya yang terjadi adalah .... "Ha!?" celetuknya pelan dengan rasa tidak percaya.

Yang dia pegang bukan gagang pintu di dalam ruangan melainkan tangan seorang laki-laki yang berusaha menyelamatkannya.

Wajahnya langsung merah padam dan dia sempat tidak berbicara sepatah kata pun.

'Gawaaat!! Waduh! Bagaimana bisa begini?'

Sang lelaki yang dipeganginya tersebut saat mendengar sang gadis remaja itu baik-baik saja, dia tersenyum lembut.

Lalu, mengulurkan tangan yang lainnya, "Kalau begitu bisakah kita berjalan bersama?" tawarnya.

Secara refleks, dia langsung menjauhkan tangannya dari lengan atas pria tersebut. Dia langsung menundukkan kepalanya dan berkata, "Maaf, aku kira tadi gagang pintu!" dengan tatapan masih melihat lengannya yang sedikit berpose seperti engsel. Dia mengatakannya dengan blak-blakan. Itulah mengapa dia sangat malu di hadapan banyak orang, sekalipun selama ini dia adalah seorang penulis yang telah menuliskan banyak kata-kata indah tapi, terkadang perkataan yang keluar dari mulutnya itu tidak enak untuk di dengar.

Namun, sang lelaki yang sudah mendengar perkataannya lagi, masih mempertahankan senyum lembutnya. Dia yang merasa telah menolongnya ini tidak bisa mengabaikan seorang gadis sendirian berkeliaran di ruangan ini. Dengan begitu lembutnya, dia meraih tangan kosong gadis tersebut.

"Ini baru pertama kalinya kamu ke acara ini, tak kusangka, kau akan segugup ini." Ucapnya dengan santai yang kini dia sedang mencoba menuntunnya untuk duduk di kursi undangan yang telah disediakan.

"Eh?" celetuk gadis remaja tersebut dengan nada lirih supaya tidak terdengar saat dia merasa heran dengan lelaki yang baru saja ditemuinya ini, 'Apa maksud dari perkataannya? Seolah-olah dia telah mengenalku ...? Padahal kami baru pertama kalinya bertemu.' Dia berusaha untuk tetap tenang.

Saat dia sudah duduk di tempat undangan, dia menoleh ke belakang di mana tempat dia bertemu dengan pria tersebut, di depan pintu itu ....

'Ya, di sana ....'

'Kira-kira siapa pria ini? Kenapa dia duduk di dekatku?' dia benar-benar tidak menyadarinya. Lalu, saat di ruangan ber-AC yang begitu dingin ini, tubuhnya hampir saja menggigil karena dia memakai gaun yang pundaknya terbuka.

Siapa sangka, kan? Dia pikir kalau ke acara besar memang pantas pakai baju pesta dewasa seperti ini.

Dengan instingnya yang tajam, seorang lelaki yang ada di dekatnya saat setelah bertepuk tangan memberikan amplause pada pembukaan acara yang dibacakan MC, dia segera melepas mantel panjang dan tebal yang telah dia kenakan lalu, dia memakaikannya pada gadis yang ada di dekatnya ini.

*Kyaaah, so sweet banget, sih!

"Ada apa? Kau tampak murung, apa kau cuma gugup atau memang tidak sehat?" tanyanya dengan sangat perhatian.

"E-eh, tidak. Tapi, ini–"

"Sudahlah, pakai saja sampai namamu nanti dipanggil." Jelasnya tanpa terlalu mempermasalahkan mantelnya.

"Ah, ya, terima kasih." Dengan polosnya gadis remaja tersebut mengucapkan terima kasih, dan ... saat sebuah memo kecil jatuh dari saku mantelnya, dia berusaha memungutnya, "Eh!?" dirinya seakan-akan tidak percaya saat setelah melihat nama lelaki tersebut di memo yang telah terjatuh di lantai, 'Ah~ pantas saja dia sangat mengenalku!'

________

To be Continued

Bab berikutnya