webnovel

Salah Satu Lengan Sang Raja

Editor: Wave Literature

Orang sakti Tian Wen berasal dari salah satu dari tiga klan yang terkenal di seluruh negeri. Murid-murid mereka utamanya berfokus pada praktik keterampilan yang terkait dengan kedokteran dan pengobatan. Karena itu, mereka mungkin tidak begitu berpengalaman dalam ilmu bela diri, meskipun keterampilan pengobatan mereka adalah yang terbaik. Pil yang mereka hasilkan adalah barang langka yang digandrungi oleh semua ahli bela diri.

Ketua klan Tian Wen memiliki gelar 'dewa obat' karena dia mampu menyembuhkan segala jenis penyakit terlepas dari seberapa tinggi pun tingkat keparahannya. Ada desas-desus yang menyebar bahwa dia bahkan bisa melakukan berbagai macam keajaiban; seperti membedah dada pasien sehingga dia bisa mengganti jantung mereka, atau menggunakan alat-alat runcing untuk membuka tengkorak manusia, sementara pasien masih dalam keadaan sadar.

Orang sakti Tian Wen adalah murid 'dewa obat' yang paling muda dan satu-satunya murid perempuannya. Karena itu, dia menjadi murid kesayangan gurunya. Meskipun keterampilan obatnya tidak lebih tinggi dari sang Guru, Orang sakti Tian wen adalah seorang ahli yang telah menyembuhkan banyak penyakit rumit sepanjang kariernya sebagai murid, yang telah membuatnya sangat terkenal. Dia juga memiliki paras yang sangat cantik, itulah kenapa dia dikenal sebagai wanita sakti Tian Wen.

Gu Xi Jiu mengetuk-ngetuk pegangan tangga dengan jari-jarinya dengan bosan. Pandangannya tertuju pada pintu masuk rumah lelang. Dia ingin tahu seperti apa rupa orang sakti yang legendaris itu.

Penampilannya tidak mengecewakan. Orang sakti Tian Wen memang elok ibarat seorang dewi dan kecantikannya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata saja. Ia mengenakan gaun biru muda, yang tampaknya tipis dan seperti berkibar-kibar di kulitnya. Gerakannya anggun dan elegan.

Gu Xi Jiu kaget ketika akhirnya melihat dengan jelas wajah orang sakti itu!

Tak terbayangkan sebelumnya, sekitar 70% raut wajah gadis itu tampak seperti Gu Xi Jiu di kehidupan sebelumnya!

Gadis itu dikawal oleh seorang pria muda mengesankan yang tampaknya berusia dua puluhan. Pemuda itu berbadan jangkung dan perkasa, sementara wajahnya tampak liar dan bukan main tampannya. Dia mengenakan sebuah jubah ungu bersulam ular piton dan berdiri di samping orang sakti Tian Wen seolah-olah dia adalah pengawalnya.

Gu Xi Jiu menatap jubah pria itu dan bertanya-tanya apakah dia juga seorang pangeran.

Gu Xi Jiu tidak perlu terlalu lama menunggu jawabannya. Rong Yan dengan bersemangat berlari ke bawah menyambut pria tampan itu sambil berseru, "Saudara keempat!"

Akhirnya Gu Xi Jiu mengetahui identitas pria tampan itu. Dia adalah Pangeran Keempat dari keluarga Rong―Rong Chu.

Raja Kerajaan Tian Xing punya banyak pangeran, tetapi Rong Chu berpeluang paling tinggi untuk bersaing dengan Putra Mahkota.

Ibunya saat ini adalah selir kekaisaran Zhou, yang berpihak pada sang raja, dan latar belakang keluarganya sangat ternama. Kakeknya dulunya adalah seorang generalissimo [1]1 yang memimpin pasukan Kerajaan Fei Xing. Walaupun kakeknya sekarang sudah pensiun, kekuasaan dan reputasi yang telah dianugerahkan pada keluarganya masih kuat, dan dia punya banyak bawahan setia yang memegang posisi penting di ketentaraan.

Karena itu, tidak berlebihan bila mengatakan bahwa separuh pasukan bersenjata Fei Xing ada di tangan keluarga Zhou. Selain itu, sang raja secara khusus menghargai keluarga Zhou seolah-olah mereka adalah salah satu lengannya sendiri.

Lebih dari separuh menteri dan pejabat yang bekerja untuk pemerintah tunduk di bawah keluarga Zhou.

Karena koneksi ini, Pangeran Keempat, Rong Chu, yang ibunya adalah selir kekaisaran Zhou, punya kekuasaan cukup besar untuk mengambil alih posisi sebagai putra mahkota.

Selain itu, Rong Chu juga punya kepribadian dan reputasi yang sangat baik. Usianya setahun lebih muda dari putra mahkota saat ini, Rong Jia Luo, dan dia sangat mahir dalam menggunakan kekuatan batinnya. Karena dia biasa mengikuti kakeknya ke medan perang, Rong Chu telah memperoleh keterampilan kepemimpinan yang hebat. Dia sangat ahli dalam memimpin pasukannya di medan pertempuran serta menyusun strategi dan rencana perang. Konon para pemimpin dan pejabat di garis perbatasan selalu bersedia mematuhinya. Bahkan ayah Gu Xi Jiu, Gu Xie Tian, ​​memihak Pangeran Keempat dan sangat menyukainya.

Di sisi lain, Rong Jia Luo adalah putra permaisuri sebelumnya yang sudah meninggal. Mendiang Permaisuri tidak punya latar belakang keluarga yang kuat, sehingga, jika bukan karena IQ Rong Jia Luo yang tinggi di usia muda serta kemampuannya yang luar biasa dalam menggunakan kekuatan batinnya, posisinya sebagai putra mahkota tentu akan diambil alih oleh Pangeran Keempat.

Meskipun begitu, posisi Rong Jia Luo sebagai putra mahkota tidak terlalu stabil. Para pejabat pemerintah tidak mempercayainya dan dia tidak menerima banyak dukungan dari mereka. Selain itu, kebanyakan para pangeran lain memihak Pangeran Keempat dan menjaga jarak dari Rong Jia Luo.

Bahkan Rong Yan, yang awalnya tidak mendukung Pangeran Keempat, tidak sungguh-sungguh menghormati Rong Jia Luo; satu-satunya alasan Rong Yan menghormatinya adalah karena dia tidak punya pilihan lain. Namun, Rong Yan akhirnya juga memihak Pangeran Keempat ketika Pangeran Keempat telah memberi sedikit bantuan untuknya.

Karena Rong Jia Luo baru saja mempermalukannya, Rong Yan bersemangat ketika melihat Rong Chu dan dengan cepat memandu Rong Chu dan orang sakti Tian Wen ke lantai atas.

Rong Chu segera mengetahui dari Rong Yan bahwa sang Putra Mahkota ada di sini. Dia tertawa lalu berkata "Yang Mulia, apakah Anda masih di sini? Saya datang untuk memberi penghormatan …." sebelum dia tiba ke ruangan Rong Jia Lluo dan melangkah masuk begitu saja.

Tawanya terhenti tiba-tiba, dan sesaat kemudian dia dengan cepat bergerak mundur sambil menunjukkan raut wajah penuh hormat.

Rong Yan terkejut dan bertanya, "Kakak keempat? Ada …."

Rong Chu mengibaskan tangannya mengisyaratkan agar Rong Yan tutup mulut sebelum dia berhasil menyelesaikan kalimatnya. Orang sakti Tian Wen pun sedikit mengernyit dan bertanya, "Yang Mulia? Ada …."