webnovel

Pemanggilan

Sialan! Sampah! Seluruh dunia ini harus hancur! Ini semua salah mereka! Kenapa aku yang harus menderita?!

Seorang laki-laki berjalan menelusuri lorong gelap di bawah tanah. Tangan kirinya memegangi tangan kanan yang sudah tidak ada ditempatnya lagi. Cairan berwarna merah kehitam-hitaman menetes-netes, meninggalkan jejak yang berbau anyir.

Mati! Mati! MATI!! Semuanya harus mati!!

Setelah empat langkah yang terasa sangat lama, laki-laki itu terjatuh. Kesadarannya hampir menghilang.

Kenapa...? Kenapa semua ini terjadi padaku...? A-aku tidak ingin mati... Tidak disini....

Wajahnya kini mencium tanah yang dingin. Darah menggenangi tubuhnya.

Ini semua salahku.... Salahku karena tidak cukup kuat. Aku lemah....

Sesaat sebelum kesadarannya benar-benar menghilang. Dia mengepalkan tangan kirinya.

Jika aku selamat, aku akan menjadi kuat, lebih kuat, paling kuat! Aku akan mencari cara untuk kembali ke dunia asalku. Demi teman-temanku....

Agar bisa bersenang-senang seperti dulu lagi....

Dia pun menutup matanya dengan tekad yang sangat kuat. Kesadarannya pun hilang.

        ✾✾✾✾

Aku menguap lebar di dalam kelas. Ngantuknya~

Aku ingin cepat-cepat pulang lalu tidur. Kemudian, menonton anime.

"Semalam Kau tidak tidur ya? Shinnichi," tanya seorang laki-laki berambut merah.

Dia adalah Akihiro Izumi, salah satu temanku di SMA. Dia mempunyai rambut berwarna merah menyala yang cukup menonjol. Selain itu, dia juga pintar di olahraga.

"Yah, tadi malam episode ke-7 dari musim ketiga 'Ai Kotoba' kan tayang," kataku.

"Eh?? Benarkah?? Aku kira itu tayang nanti malam." Seorang gadis dengan penampilan serba hitam berkata dengan nada menyesal.

Selain Izumi, Mikazuki Yonaka juga temanku. Dia mempunyai rambut hitam, mata hitam dan berpakaian serba hitam.

"Izumi-kun, nanti kita nonton bareng ya."

"A-ah, tentu saja." Jawab Izumi tersipu.

Beneran deh. Aku menghela nafas. Kenapa Kalian tidak jadian saja?

"Pengisi suara Mirai-chan itu hebat sekali ya," kataku mengalihkan pembicaraan.

"Oh! Aku tahu maksudmu!" Izumi mengangguk setuju.

"Utahime Miku-san memang cocok untuk peran itu. Dia benar-benar menghidupkan karakter Mirai."

Benar, kami bertiga adalah Otaku anime. Hobi ini dimulai saat kami masih duduk di kelas 6 SD. Sejak itu pula hingga SMA, kami selalu bersama-sama.

Sebenarnya ada satu orang lagi. Tapi, dia masuk ke SMA lain untuk mengikuti Kakaknya. Walaupun agak disesalkan tapi kami tetap berteman.

"Hei, lihat ini." Yonaka mengambil sebuah buku berwarna merah muda. Ada sebuah tanda tangan sederhana yang tertoreh diatasnya. "Kemarin, aku mendapatkan tanda tangan Aru-sensei lho~!"

""EEHH?!!"" kami berdua mengangkat suara.

"Ba-bagaimana bisa?!"

"A-Aru-sensei kan benar-benar tertutup! Tapi bagaimana Yonaka-chan bisa mendapatkannya?!"

"Hehe~" Yonaka tersenyum bangga. "Kalian pasti terkejut. Kemarin, Ayu biー"

"Wah, wah, coba lihat ini."

Sebuah suara yang menjengkelkan menyela pembicaraan kami. Ada empat orang datang menghampiri kami. Seorang laki-laki dan tiga orang perempuan.

"Kelompok otaku ini sedang membicarakan apa ya? Anime? Menjijikkan sekali," katanya merendahkan kami.

Jinba Samejima. Laki-laki terpopuler di sekolah. Selama tiga tahun kami bersekolah disini, laki-laki berambut pirang itu dan teman-temannya selalu menindas kami.

"Aku juga heran, kenapa Kakek menerima orang rendahan seperti kalian."

Seorang gadis berambut pirang yang cantik tapi berhati busuk juga mengejek Kami. Kojima Himekaze. Dia adalah cucu dari direktur SMA Ebina. Tentu saja, perkataannya seperti perintah raja. Tidak ada yang bisa melawannya.

"Manusia hina Seperti kalian tidak pantas hidup."

Seorang gadis berambut cokelat gelap dengan kucir kuda juga ikut-ikutan menghina Kami. Namanya Makoto Sakuragi, salah satu anggota kelompok Samejima.

"Benar-benar, kenapa ada orang rendahan seperti kalian sih?" ejek Gadis berponi samping yang berdiri di samping Kojima.

Namanya Fumesaki Erina. Idol sekolahan yang selalu mengikuti Samejima.

Selama tiga tahun Kami diejek dan di tindas oleh Mereka. Sepertinya Mereka melakukan itu hanya untuk mengangkat status sosial. Benar-benar bodoh.

"Hei! Kenapa lihat-lihat?! Hah?!!" bentak Samejima. "Mau cari mati?!"

Kami hanya bisa diam dan mendengarkan. Seperti yang kukatakan tadi, tiga tahun kami bersabar menjalani ini.

Tidak ada yang berani menentang mereka. Yang lain hanya bisa menatap kami dengan kasihan, bahkan agak merendahkan. Yah, untuk apa mereka membantu Otaku seperti kami.

BUGGHH!!!

BRAKK!!

Sebuah suara tumpul terdengar di kelas. Aku langsung terjatuh dan menghantam lantai. Rasa besi terasa kental di mulutku.

Samejima memukulku dengan buku Yonaka.

""Shinnichi-kun!""

Izumi dan Yonaka langsung menghampiriku yang terkapar di lantai.

"Hei! Kenapa Kalian melakukan itu?!" seru Izumi tidak terima.

"Benar! Apa salah Shinnichi?"

"Oh, kalian sudah berani ya." Samejima melempar buku yang ada ditangannya. "Kalian semua! Keluar sekarang juga!"

Dia berteriak ke seluruh kelas. Murid lain hanya menatapnya bingung.

"Hei! Kalian tidak dengar?!" Kojima membentak. "Apa kalian semua mau kulaporkan ke Kakek?!"

Mendengar ancamannya itu, dalam sekejap kelas pun kosong. Hanya ada kelompok kami dan kelompok Samejima.

"Cepat berdiri," katanya.

Aku mengelap darah yang keluar dari sudut mulutku. Aku pun berdiri dengan lemas.

"S-Shinnichi-kun! Ja-jangan paksakan dirimu," kata Yonaka cemas.

"Benar, kau tidak perlu menghadapinya," timpal Izumi.

Aku hanya tersenyum getir. "A-aku tidak bisa membiarkan i-ini. D-dia sudah me-merusak buku Y-Yonaka-chan."

"Shinnichi-kun...."

"Ah, menjijikkan." Samejima meludah ke bawah kakiku. "Cepat lawan aku."

Dia mengambil kuda-kuda. Kaki kanan di depan dan kedua tangannya terkepal di depan dada.

Dengan kaki gemetaran, aku juga mengambil kuda-kuda secara sembarang. A-aku tidak akan kalah.

"Samejima! Kalahkan dia!"

"Hajar dia sampai babak-belur!"

"Jangan ampuni dia!"

Teman-temannya menyemangati Samejima. Membuatku semakin berkecil hati.

"S-Shinnichi-kun! Jangan sampai kalah!"

"Shinnichi! Jika kau menang akan kutraktir kau ke maid cafe terbaik di Akiba!"

Teman-temanku juga menyoraki. Agak malu sebenarnya. T-tapi, aku tidak akan kalah.

"Datanglah," kata Samejima dengan tatapan merendahkan.

Aku langsung berlari kearahnya. Dia hanya melebarkan senyumnya.

Saat aku berjarak sekitar dua meter, Jinba langsung menunduk lalu menyapu kakiku.

"Ugh!" Aku terjatuh dengan keras.

"Menjijikkan! Mencoba melawanku?! Mati saja sana!!"

Samejima berkali-kali menendang perutku. Dia lalu menginjak tanganku.

"Argh!!"

"Shinnichi-kun!"

"Shinnichi!"

"Jangan mendekat! Atau dia akan merasakannya!" ancam Sakuragi. Dia mengeluarkan sebuah cutter berwarna oranye.

Yonaka dan Izumi langsung terdiam, tidak berani bergerak. Hanya menatap marah Sakuragi.

Sialan! Aku mengumpat dalam hati.

Aku mencengkeram kaki Samejima dengan tangan kananku.

"Hei! Lepaskan!"

Dia menendang wajahku berkali-kali. Tapi, Aku masih mencengkeram kakinya dengan erat.

"Ja-jangan remehkan kami!"

Aku mengangkat tubuhku lalu membenturkan kepalanya dengan kepalaku. Dia terhuyung kebelakang.

"""Samejima!"""

Tiga gadis itu mendekati Samejima yang sedang memegang kepalanya. Darah mengalir dari keningnya.

"Sampah!" umpatnya. "Aku puji kau karena sudah melukaiku."

"Samejima, gunakan ini." Erina memberi Samejima sebuah tongkat kayu.

"Oh! Terima kasih," katanya senang. Dia mengayunkannya beberapa kali.

Dia memegang tongkat itu lalu tersenyum angkuh. "Dengan ini, kau pasti menyesal."

"Oi! Letakkan itu!" Izumi berdiri. "Jangan jadi pengecut!"

"Sampah sepertimu harusnya diam!" hardik Samejima.

"Kyaa!" Tiba-tiba Yonaka berteriak.

Aku langsung menoleh ke belakang. Rambut Yonaka ditarik paksa oleh Sakuragi.

"Yonaka!" Izumi langsung berseru.

"Hei! Jangan mendekat bodoh!" Sakuragi menempelkan cutter ke leher Yonaka.

Izumi hanya bisa menatap dengan kebencian. "Sialan!" Umpatnya.

"Lihat tidak? Kalian hanyalah belatung jika dibandingkan dengan kami." Kojima mengangkat dagunya lalu menatap rendah kami. "Tapi, kalian memang terlalu bodoh untuk mengetahui itu."

Sial, Aku mengepalkan kedua tanganku lalu menatap kebawah.

Kenapa dunia ini begitu tidak adil?! Kenapa orang saling menindas satu sama lain?! Apanya keadilan?? Dunia ini tidak ada hal itu.

Apa salah kami? Apakah kami salah hanya karena hobi kami? Apakah kami salah karena hidup di dunia ini?

Aku menutup mataku.

Jika ada yang namanya Tuhan di dunia ini. Maka, tolong jawablah pertanyaanku.

Zuuu....

"H-hei! A-ada apa ini?!"

"Ke-kenapa lantainya bercahaya?!"

"Kyaa!! Samejima!"

"A-apa-apaan ini?"

Aku mengangkat kepalaku. A-apa ini?

Seluruh lantai kelas tertutupi oleh sebuah lingkaran yang berisi pola-pola rumit yang mengeluarkan cahaya putih keemasan. Tanah yang kupijak juga terasa bergoyang-goyang.

"Shinnichi-kun!"

"Shinnichi!"

Seruan Yonaka dan Izumi menyadarkanku. Mereka berdua berlari menghampiriku. Wajah mereka menunjukkan ketakutan dan kebingungan.

Yonaka memegang tanganku dan tangan Izumi. Dia benar-benar ketakutan.

Lalu tanpa pemberitahuan apapun. Cahaya itu menelan kami semua.

❂❂❂❂❂❂

Dengan perlahan aku membuka mataku. Untuk sesaat, aku hanya bisa melihat warna putih. Aku mengedipkan mataku beberapa kali lagi.

Hasilnya tetap sama. Semuanya putih. Apa ini? Di mana aku?

"Shinnichi-kun."

"Shinnichi."

Mendengar suaraku dipanggil, Aku menoleh kebelakang. Izumi sedang membantu Yonaka yang masih terduduk. Aku pun mendekati Mereka.

"Kalian tidak apa-apa?" tanyaku.

"Iya, kami tidak apa-apa." Jawab Izumi. "Sebenarnya, kita ini di mana?"

"Entahlah."

Setelah beberapa saat, aku mendengar rintihan dari belakang. Suara itu berasal dari kelompok Jinba.

"A-apa ini?"

"Di mana kita?"

"S-Samejima, a-aku takut...."

"Kenapa semuanya putih?"

Mereka berempat bertanya dengan panik.

"Selamat datang para penghuni dunia lain." Sebuah suara merdu perempuan terdengar dari atas.

Spontan, kami langsung mengadahkan kepala.

Di atas, ada seorang perempuan yang memakai gaun panjang yang berwarna putih polos. Rambutnya berwarna hitam, benar-benar kontras dengan warna kulitnya. Di punggungnya ada sepasang sayap transparan yang berkilauan.

Kami semua benar-benar takjub dengan pemandangan ini. Buktinya, tidak ada yang bergerak walaupun sedikit.

"Siapakah anda?" Samejima yang pertama bertanya.

"Aku adalah Dewi dari dunia lain, Dewi Aqrina," katanya.

Meskipun kata-katanya itu terdengar bohongan, entah kenapa, aku mempercayainya. Yang lain juga seperti itu.

"Dewi dunia lain? Maksud anda dunia fantasi seperti yang ada di dalam novel-novel itu?" Kali ini, Himekaze mengangkat suaranya.

"Benar. Dunia itu adalah dunia pedang dan sihir." Dewi Aqrina melayang turun. Ujung kakinya menyentuh permukaan lantai.

Kemudian, lantainya mulai beriak seperti air yang dilempari batu. Ruangan yang serba putih itu menghilang. Digantikan dengan langit biru dan awan.

"Lihatlah kebawah," katanya sambil tersenyum senang.

Kami semua menuruti perintahnya.

"O-oh?! A-apa ini??"

"Ba-bagaimana bisa?!"

"He-hebat!"

Di bawah kami terdapat sebuah kerajaan yang besar. Monster-monster yang mirip seperti monster RPG. Naga-naga yang berterbangan dan penyihir yang memakai terbang tanpa alat apapun.

I-ini beneran?! Melihat ke bawah seperti ini serasa melihat ke terowongan akuarium.

"Fufu, aku yakin kalian semua terkagum-kagum, tapi ada sebuah masalah." Dia menurunkan nadanya. "Dunia itu akan hancur jika Kalian tidak membantu."

"Hancur? Apa maksud anda?" Tanya Sakuragi.

"Sebentar lagi, bencana yang besar akan melanda dunia itu. Bencana yang dibawa oleh raja Iblis." Katanya.

Dia menyentuh dinding transparan itu. Dalam sekejap pemandangannya juga berbeda. Langit berwarna merah darah dan bumi diisi oleh mayat-mayat. Aku bisa merasakan isi perutku mulai berputar-putar.

Aku langsung mundur beberapa langkah lalu berjongkok. Mencoba menahan rasa mual.

"Inilah masa depan dunia itu jika kalian tidak membantu."

"Tenang saja Dewiku!" Samejima mendekati Dewi Aqrina lalu berlutut. "Kami akan membantu Anda untuk membunuh raja Iblis itu."

Dia memegang tangannya lalu menciumnya. "Kami berjanji. Kami akan membawa perdamaian ke dunia itu."

"Benarkah?" Dewi Aqrina menutupi mulutnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Terima kasih, aku benar-benar berterimakasih. Sebagai gantinya, aku akan memberi kalian kemampuan khusus agar bisa mengalahkan raja Iblis."

Dewi Aqrina mengulurkan tangannya kedepan. Dari jari-jarinya keluar enam cahaya cemerlang.

Cahaya itu memasuki dada semua orang kecuali diriku. Eh? Ke-kenapa?

"Aku bisa merasakan kekuatan dalam tubuhku."

"Rasanya nyaman ya."

"Aku penasaran dengan dunia lain."

"Ini pasti mudah."

"...."

"...."

Hanya Izumi dan Yonaka yang terdiam. Mereka tidak mengatakan apa-apa.

"Baiklah para pahlawan sekalian, selanjutnya para pengikutku di dunia itu akan membimbing kalian," katanya sambil menaruh kedua tangan di depan dadanya. "Aku harap kalian berhasil."

Tunggu dulu! A-aku kan belum mendapatkan kemampuan khusus!

Sebelum aku sempat protes, tubuh kami bersinar dengan terang.

❂❂❂❂❂❂

Pemandangan di sekitar Kami berubah sekali lagi. Sekarang kami berada di sebuah ruangan yang megah.

Ruangan ini berwarna krem. Dindingnya dihiasi dengan berbagai macam lukisan dan kain emas. Ada sebuah lampu gantung raksasa di atas ruangan. Karpet berwarna merah juga digelar dari pintu belakang sampai ke singgasana mewah yang ada di ujung ruangan.

Kami dikelilingi oleh orang-orang yang memakai jubah. Mereka semua terlihat kelelahan. Terutama orang yang berdiri di depanku. Dia hampir tidak bisa berdiri.

"Para pahlawan sekalian! Selamat datang di dunia Kami! Zelfria!" Seorang pria tua berjanggut putih lebat yang memakai pakaian raja dan sebuah mahkota emas menyambut kami.

A-apakah ini mimpi?

        ✾✾✾✾

"Fufu, Akhirnya."

Di dalam ruangan putih tadi, Aqrina tersenyum dengan lebar. Gaun putihnya berubah menjadi hitam. Sebaliknya, rambutnya berubah menjadi putih. Ruangan putih polosnya berubah menjadi hitam dengan bercak darah di mana-mana.

Senyum yang ditunjukkan bukan lah senyum mempesona yang membuat Samejima bertekuk lutut. Itu adalah senyuman seseorang yang sudah gila akan kekuasaan. Senyum seorang monster.

"Akhirnya... sebentar lagi... dunia ini akan menjadi milikku," katanya dengan nada rendah. "Pengikutku akan menghancurkan dunia."

"Ah, memikirkannya saja membuatku bersemangat." Dia menyeringai lebar.

Dia mengulurkan tangannya dan membuat sebuah lingkaran sihir yang bisa melihat keadaan para murid SMA yang dipanggilnya.

"Anak-anak bodoh itu tidak tahu. Mereka akan membantuku menghancurkan dunia!! Ahahaha!!"

Tanpa diketahui oleh para murid SMA itu, Aqrina bukanlah Dewa asli dunia itu.

Dia adalah Dewi kehancuran yang telah disegel selama beribu-ribu tahun. Tujuannya hanya ada satu.

Menghancurkan dunia dan seluruh isinya.

Bab berikutnya