webnovel

Pertaruhan Terakhir

Berlatar disalah satu dunia fantasy, dimana sihir dan kekuatan saling beradu untuk membuktikan siapa yang terbaik. Didunia dimana makhluk makhluk mitologi seperti Naga masihlah ada. Didunia dimana didominasi oleh yang berkuasa. Perang abadi meletus dengan begitu sengitnya. Semua suku berebut mengklaim diri mereka sebagai suku paling berkuasa. Sama seperti namanya, perang itu abadi, tak tahu kapan dimulai dan kapan berakhirnya. Bercerita tentang Mika atau biasa dipanggil M karna ia adalah satu satunya orang dari suku M yang selamat. Ia bukanlah orang yang kuat, ia hanya orang biasa yang sedikit punya kekuatan. Tapi meski begitu ia memiliki otak yang encer. Ia bertahan hidup hanya dengan keterampilannya memanipulasi orang lain dan melarikan diri dari masalah. Tapi selamanya ia tak bisa berlari dari masalah. Ia harus menghadapi masalahnya saat ini. Masalah pribadi yang mempertaruhkan keselamatan seluruh Klan. Seorang pria, dengan tubuh ditutupi jubah hitam datang padanya dan berkata kalau ia akan menghancurkan seluruh Klan itu dalam waktu satu tahun kedepan. Tapi ia menawari M bergabung kedalam permainannya, menjadi musuhnya. Bukan menawari, dia mengancam M dengan membawa bawa teman dan adik perempuannya. Syaratnya mudah. Hentikan dia dengan kemampuan berpikir dan manipulasi M, kalau M menang maka perang abadi ini juga akan berakhir. Tapi kalau M kalah maka ia akan kehilangan segalanya. Bisakah M mengalahkan pria itu dengan manipulasinya? Bisakah ia melindungi dua wanita yang berada dalam hatinya?

jalonis446 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
10 Chs

Lumpur Lapindo

M menatap makanan dihadapannya dengan raut muka mual dan hendak muntah. Apa apaan ini? Inikah yang disebut makanan? Pikir M sambil mengaduk aduk lumpur hitam, maksudnya bubur hitam itu dengan muka enek.

"Ada apa, Kak? Terlihat enak, kan?" kata Z tersenyum lembut. Ia bersikap seolah olah ia tak memperhatikan raut muka Kakaknya yang hendak muntah.

"Kau membuatnya sendiri?" tanya M ragu ragu sambil menatap adiknya. Z mengangguk semangat. Raut mukanya seolah mengatakan pada M bahwa, lihatlah, aku membuatnya dengan baik bukan? Puji aku... Puji aku...

Hah... M menghela napas. Sekarang ia duduk dikasur dan menghadapi hidangan adiknya sendirian. Dimana El? Tidakkan dia berpikir kalau dia harus membantuku disituasi yang sangat sulit ini?

Sama seperti harapan M, tiba tiba El masuk kedalam kamar dengan langkah santai seolah tak ada beban dalam hidupnya, berbeda sekali dengan kondisi M saat ini.

"Ah, kebetulan El," kata M menyapa El yang baru masuk ruangan. El menatap M tak mengerti, tumben sekali ia menyapanya seperti itu. Tapi tatapan M yang seperti sedang memohon bantuan dan bubur hitam yang tak lebih mirip lumpur itu langsung menjelaskan kejanggalan sikap M.

"El, kau bisa memasak, kan?" M berkata sambil menatap El penuh harapan. Pasti bisa, bahkan jika itu hanya satu hidangan saja, El pasti bisa memasak satidaknya satu hidangan.

"Tidak, aku sama sekali tak bisa memasak," El berkata tanpa tahu malu. M hanya bisa terperanga mendengarnya.

"Tidak satu hidanganpun?"

"Oh, sebenarnya aku hanya bisa memasak puding. Selain itu, aku gagal total dalam memasak," kata El sambil tersenyum malu. Ia malu mengakui ketidak bisaannya dalam hal memasak.

Tapi respon M berbanding terbalik dengan respon M yang dipikirkan El, yakni memasang raut muka dingin. Mendengar hal itu M malah tersenyum. Ia sangat sangat aneh hari ini. "El, biarkan aku mencicipi pudingmu kali ini." katanya ramah.

"Hei, tunggu Kakak!" Z tentu saja langsung marah mendengarnya.

"Padahal aku sudah membuatkanmu bubur. Aku sudah berusaha keras dan sekarang kau memilih puding El dibandingkan masakanku?" tanya Z tak percaya.

"Berusaha keras membuatnya? Kau palingan cuma mencampur semua bahan masakan yang menurutmu sehat dan kemudian menghancurkan semuanya dengan mesin penghancur makanan, bukan? Sebelum dihancurkan kau tentu saja menambah krim kue kesukaanmu," sangkal M pada adiknya. Tapi ternyata Z sama sekali tak tahu apa yang salah dengan bahan masakannya.

"Jangan lupa kak, kita juga harus menambahkan coklat disemua hidangan kita. Semuanya akan menjadi lebih baik jika makanan dicampur coklat," Z nyatanya tidak peka. Ia sama sekali tak sadar kalau kakaknya itu sedang menyindirnya.

Mencampurkan semua bahan makanan menjadi satu kemudian menghancurkannya lalu memasaknya dipanci sampai mendidih sambil ditambah krim dan coklat, bukankah resep itu adalah resep paling asal asalan? Tak ada dalam resep memasak mencampur semua bahan tanpa takaran dan memasaknya hanya dengan direbus. Apa lagi menghancurkannya hingga berbentuk lembek seperti bubur yang lengket. Jangan lupa warnanya hitam karna hasil percampuran warna warni sayuran dengan putihnya krim dan coklat yang dituangkan begitu saja tanpa takaran. Semua resep diatas hanya bisa menghasilkan produk gagal yang M beri nama Lumpur Lapindo.

Memikirkan bagaimana cara adiknya membuatnya saja sudah membuat dirinya mual lebih dulu.

"Anu.... Bukannya aku tak mau..." El menjawab dengan nada enggan. Tapi dia juga merasa tak enak pada M. "Tapi, adikmu sudah berusaha sekuat tenaga memasak untukmu. Jadi kenapa kau tak makan itu saja terlebih dahulu?" El menatap M dengan tatapan memohon. Kini giliran berganti, El memohon pada M untuk sabar menghadapi cobaan Lumpur Lapindo adiknya. Tentu saja Z yang mendengar itu tersenyum menang. M menatap El tak percaya.

"Selain itu, kita juga sudah hampir kehabisan bahan makanan," El berkata memberi tahu.

"Kehabisan? Cepat sekali" M yang ketinggalan berita berkata tak percaya.

"Cepat apanya. Kita sudah hemat sehemat hematnya tahu. Apa kakak tahu saat kakak koma kami setiap harinya harus memakan makanan instan." keluh Z dengan ekspresi kesal. "Aku hampir mati kebosanan karna setiap hari harus makan biskuit sereal." El juga tak membantah perkataan adik M.

"Jadi dengan kata lain..." gumam M pelan.

"Kita harus mencuri makanan." El melanjutkan tanpa rasa berdosa.

"Hei, kita ini bukan mencuri!" teriak Z tak terima. "Kita hanya mengusai gudang makanan lawan dan mengambilnya."

Bukannya bertambah baik, perkataan Z malah membuat semuanya menjadi terkesan semakin buruk. "Yah, kuakui kalau kita akan merampok." M menghela napas.

Saat mengatakan hal itu, ingatan tiba tiba melintas dikepala M. Ingatan akan perkataan sosok itu disaat ia pikir ajal akan menjemputnya.

'Kita itu sama saja. Sama sama mempermainkan orang lain,'

"Kak, ada apa? Apa Kakak sedang memikirkan sesuatu?" tanya Z saat menyadari M melamun. M tersentak, ia lihat adik dan temannya memasang muka khawatir.

"Tidak, bukan apa apa..." gumam M sambil memegang kepalanya yang sakit.

Tenanglah, M. Kita itu tidak sama dengannya. Ia mempermainkan orang lain atas kesenangannya. Tapi berbeda denganku. Jika aku tak berperilaku seperti ini, yang ada kita semua akan mati, itulah isi pikiran M saat ini.

Ya. Ini adalah medan perang. Tempat dimana nyawa bisa menghilang dengan sangat mudah. Ia akan kehilangan nyawa orang orang yang disayanginya jika ia memberi peluang dan berbaik hati barang hanya sedikit. Ya, kita sedang dimedan perang.

"Mungkin ada baiknya kita menemui Putri Hana terlebih dahulu," gumam M tanpa sadar. El serius memikirkannya.

"Pu-putri Hana? Kakak mau menemuinya?!" Z tampaknya langaung kesal saat mendengar gumaman Kakaknya. "Dia itu licik, Kak. Sebaiknya jangan menemuinya terlalu sering." ingat Z.

"Ya, kupikir juga ada baiknya kalau kita menemuinya terlebih dahulu," El nampaknya sepakat. Z kalah disini. Dia harus mengalah.

Akhirnya hari itu ditutup dengan keputusan untuk menemui Putri Hana keesokan harinya. Dan tentu saja, hari itu M tetap memakan Bubur Lumpur Lapindo buatan Z.

****

Keesokan harinya, El, M dan Z kini sudah bersiap siap untuk memulai perjalanan menemui seseorang bernama Putri Hana.

M mempersiapkan kendaraan terbangnya. Ia sudah memastikan keamanan kapsul terbang dan perlengkapan yang mungkin dibutuhkan. Ia juga sudah mempersiapkan senjata dan bahan makanan yang diperlukan. Butuh beberapa hari untuk sampai disana karena jarak yang jauh dan jalan aman yang mengharuskan memutar jalur.

Setelah mengecek semua perlengkapan dan yakin kalau tak ada yang kurang, M, El dan Z menaiki kapsul bulat yang melayang diudara.

Bahkan jika M tak punya kemampuan, ia masih punya tehnologi yang dapat membantunya. Walau ia tak bisa berteleportasi, ia tetap bisa menaiki kapsul terbang buatannya sendiri.

Namanya Elang. Itulah kapsul terbang bulat lonjong milik M dan kelompoknya. Kapsul itu sangat serba guna dengan banyak bekal untuk tinggal didalamnya. M bisa tinggal didalamnya berhati hari tanpa keluar. Ia juga bisa berpindah dari lokasi A ke lokasi B dengan sekali jalan. Walau tak secepat pemilik kemampuan teleportasi, tetap saja itu sudah sangat berguna bagi M.

M mengusap jendela. Ia merasa sudah lama sudah tak menyentuh kapsul ini.

"Ngomong ngomong, Z. Sudah berapa lama aku koma? Salju sudah mencair dan matahari juga mulai bersinar cerah." gumam M sambil melihat pemandangan didepan. Ia sudah mulai mengendarai kapsul terbang dan duduk dibagian pemegang kemudi. Walau kapsul ini bisa berjalan otomatis jika sudah ditunjuk rutenya, tetap saja mungkin akan ada kendala ditengah jalan.

"Wah, akhirnya Kakak menanyakannya juga." bukannya menjawab pertanyaan Kakaknya, Z malah tersenyum senang.

"Sudah dua bulan loh, Kak. Kau sudah koma selama dua bulan."

Jawaban itu membekukan seluruh darah yang mengalir keotak M. Dua bulan? Dia tadi berkata dua bukan?

Kalau begitu waktu satu tahun itu sudah berkurang banyak.

Kini tinggal sepuluh bulan menuju kehancuran.