webnovel

PENCARIAN

Seorang pemuda badung yang sampai umur 20 tahun tidak pernah mengenal cinta. Cinta baginya adalah satu pengekangan terhadap jalan hidup. Namun kisah hidup dan percintaannya berubah ketika dia bekerja sebagai penyiar radio di kotanya yang kecil. Keahliannya dalam bertutur kata membuatnya begitu mudah menarik simpati para pendengar setianya. Kisahnya menjadi sedikit playboy, dikarenakan dia dihianati seorang gadis yang juga menjadi cinta pertamanya. Rasa dendam di hati membuatnya ingin membalaskan sakit yang dirasakannya ke setiap gadis yang dipacarinya. Mabuk, merokok, narkoba dan bergonta-ganti pacar adalah bentuk pelariannya dari sakit hati yang tak pernah hilang dari ingatannya. Tiga tahun berkubang dalam dunia kelam, pertemuan dengan seorang teman barunya, membuatnya mempunyai semangat hidup yang lebih baik lagi. Dari menjadi seorang pengamen jalanan, lalu berubah penyanyi cafe dan berbagai pekerjaan yang lainnya. Hingga pada akhirnya, dia kemudian menemukan sebuah platform penulis online ketika berselancar di dunia maya. Berawal dari menjadi pembaca saja, dia akhirnya berinisiatif untuk menjadi seorang penulis. Apakah plaform online tersebut akan merubah kehidupannya? Panggil saja dia AL.

Ayaas · perkotaan
Peringkat tidak cukup
8 Chs

Demo Besar-Besaran

"Masalahnya, yang tawuran bukan hanya Al saja, Pak Beni! Tapi mereka juga ikut tawuran."

"Oooh.. jadi mereka mau di skors juga?"

"Bukan begitu, Pak. Tetapi demi kelancaran proses belajar mengajar di sekolah ini, saya harap bapak mau mencabut skors yang bapak berikan kepada Al."

"Saya tidak akan menjilat ludah yang sudah saya keluarkan Pak! Sekarang Bapak pilih, skors saya cabut tapi saya akan mundur dari sekolah ini, atau saya tetap disini dan skors untuk siswa badung tersebut tetap berjalan?"

Kepala sekolah terdiam. Dia dalam posisi dilema sekarang. Di satu sisi, dia sebenarnya sudah muak dengan sikap Pak Beni selama ini. Namun pihak yayasan masih mempertahankannya karena pak Beni sudah mengabdi lama di sekolah yang dibawahi sebuah yayasan tersebut. Sedang di sisi lain dia juga membenarkan alasan yang diberikan Ardy kepadanya.

"Begini saja Pak, Ayo kita temui anak-anak di depan. Pak Beni saja yang langsung memberitahu mereka keputusan Bapak."

"Baik pak, ayo kita kesana!"

**

"Apa yang kalian inginkan hingga demo seperti ini!?" Ucap Pak Beni dengan intonasi lumayan tinggi.

"Kami ingin skors untuk teman kami Al dicabut, Pak," jawab Ardy.

"Kalau saya tidak mau mencabut skors itu, apa yang kalian inginkan?"

Ardy memandang semua temannya setelah mendapat pertanyaan dari guru BP tersebut. Seolah mengetahui maksud Ardy, semua teman Ardy menganggukkan kepalanya.

"Lebih baik Bapak skors kami juga. Kami tidak ingin di cap sebagai pengecut dan tidak setia kawan," jawab Ardy dengan sikap dingin.

"Baiklah kalau kalian ingin di skors juga. Saya akan mengabulkan permintaan kalian," ucap Pak Beni dengan pongahnya.

"Kalian di skors dua minggu juga, terhitung mulai hari ini," Lanjutnya.

Kepala sekolah yang mendengar keputusan guru BP tersebut hanya bisa mengelus dada. Dengan pandangan sayu dia menatap semua siswa yang berada di depannya.

Ardy dan teman-temannya pun kemudian keluar dari sekolah tersebut. Mereka kemudian bersama-sama menuju warung kopi tempat biasa mereka nongkrong bareng.

Sesampainya di warung, Ardy kemudian memesan minuman dan berkumpul di meja besar pojokan warung tersebut.

"Ada yang harus gua sampaikan kepada kalian, tolong dengarkan baik-baik! Menurut perkiraan dokter, Lubis akan dirawat kurang lebih dua minggu lagi. Mumpung kita sedang dapat skors, jadi saya harap kita menjaga Lubis di rumah sakit. Setiap hari dua orang dari kita menjaga siang hari. Malamnya gua sama Al yang jaga. Kalian berunding dulu kapan dan siapa yang dapat giliran jaga!"

"Ok Bro. Biar gua yang ngatur semua," ucap Ando.

"Sekarang gua mau ke rumah sakit dulu, Al di sana sejak tadi malam nungguin Lubis. Kasian dia, mungkin butuh istirahat."

"Ok dah, nanti gua susul kesana. Gua ngatur dulu di sini sama yang lain."

"Ok... Ayo semuanya, gua berangkat dulu," pamit Ardy.

Ardy langsung menaiki motor sportnya dan menggebernya dengan kencang menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Ardy langsung memarkir motornya dan berlari kecil menuju kamar Lubis sedang dirawat.

Ardy membuka pintu kamar secara perlahan. Terlihat Lubis yang sedang tidur pulas. Sedangkan Al juga sedang tidur di bawah beralas tikar.

Karena tak mau istirahat temannya terganggu, Ardy pun kemudian keluar lagi dan menuju kantin untuk membeli nasi bungkus dan teh manis.

Setengah jam kemudian, Ardy balik ke kamar Lubis dirawat. Dia membuka secara pelan dan kemudian duduk di samping Al yang sudah bangun dari tidurnya.

"Nih, gua belikan nasi sama teh manis. Lu pasti belum sarapan, kan?"

Al Mengangguk pelan. Matanya masih kelihatan ngantuk namun dia segera ke kamar mandi untuk mencuci muka.

"Lu kaga sekolah Dy?"

"Nanti ajalah gua ceritain semua. Sekarang Lu makan dulu."

"Iya deh, kebetulan sejak semalam gua belum makan."

Al kemudian membuka nasi bungkus tersebut dan makan dengan lahapnya.

15 menit berselang, Ardy mengajak Al untuk berbicara di luar kamar.

"Lu belum jawab pertanyaan gua tadi, kenapa Lu kaga sekolah?"

Ardy mengambil napas panjang lalu melepaskannya dengan berat.

"Tadi pagi gua dan yang lain demo di depan kantor sekolah."

"Demo? Demo apa, masak?"

"Lu ini kalo ngomong pasti ngajak bercanda mulu. Kita demo meminta agar skorsing Lu dicabut."

"Terus hasilnya?"

"Kita diskors juga sama kayak Lu, dua minggu, hahahaha."

Al menepuk jidatnya dengan pelan.

"Kenapa kalian belain gua? mestinya kalian tetep fokus belajar karena sebentar lagi UNAS."

"Kaga bisa begitu kawan... kita tawuran bersama, kenapa cuma Lu yang diskors? Itu kaga adil namanya."

"Begini Bro, Lu kan tau sendiri kalo gua udah kaga ada harapan buat lanjut kuliah, jadi tujuan gua cuma agar dapat ijazah saja nanti," ucap Al lirih

"Sedang orang tua kalian kan orang mampu semua, pastilah orang tua kalian menginginkan kalian lanjut kuliah. Makanya kalian harus rajin belajar agar nilai kalian bagus," lanjutnya.

"Kami begitu karena rasa solidaritas. Kami tidak mau di cap tidak setia kawan...!" balas Ardy

"Tapi sudahlah, semua sudah terlanjur," tambahnya.

"Terus rencana untuk dua minggu ke depan ini kalian mau ngapain."

"Kami udah bikin kesepakatan, tiap hari dua orang menjaga Lubis siang hari gantian. Malamnya Lu dan gua yang jaga."

"Kalian memang sudah pada edan!" Al menggelengkan kepalanya.

"Lah, kepala sukunya aja edan apalagi anggotanya hahaha," Ardy tertawa ngakak.

"Pelankan suara Lu. Ini rumah sakit, bukan warung kopi."

"Ayo kembali ke kamar! Kuatirnya Lubis udah bangun."

Hari demi hari dilalui mereka dengan menjaga temannya yang tergolek di rumah sakit.

Berita mengenai di skorsnya Al dan kawan-kawannya, akhirnya terdengar juga oleh siswa yang lain. Mereka menyesalkan keputusan yang telah di buat Pak Beni.

"Ini tidak bisa dibiarkan, kita harus menuntut yayasan agar Pak Beni di pindah dari sekolah ini."

"Iya bener, guru killer itu harus diberi pelajaran biar tidak semena-mena. Apalagi, kita juga tahu kalau dia suka main tempeleng kepada siswanya."

Hampir semua siswa SMA swasta tersebut akhirnya sepakat untuk berdemo besar-besaran menuntut yayasan agar Pak Beni dipindah atau dipecat.

Hari yang di sepakati para siswa SMU swasta tersebut telah tiba. Ratusan siswa nampak berkumpul di depan kantor sekolah meskipun jam pelajaran sudah berbunyi. Beberapa spanduk juga terlihat di antara mereka untuk mengekspresikan keinginan mereka

PECAT GURU KILLER.

KAMI TIDAK BUTUH GURU YANG SUKA MAIN TANGAN.

KAMI SISWA, BUKANNYA PENJAHAT.

CABUT SKORS TEMAN KAMI.

MEREKA ADALAH PAHLAWAN KAMI.

Itu adalah tulisan-tulisan yang terdapat pada spanduk yang mereka gelar. Namun ada juga satu spanduk yang berisi tulisan yang lucu dan bakal membuat yang membacanya tersenyum. MUNGKIN DIA KILLER KARENA JADI PERJAKA BAPUK.