Sepulang dari pertemuan itu, Briena memilih untuk tidak kembali ke kantornya. Perempuan itu malah pergi ke sebuah taman yang letaknya persis di sebelah Deandles High School. Briena pernah melewati masa putih abu-abunya dulu di sekolah itu. Kini semuanya terasa sangat berbeda, banyak sekali yang berubah baik dari bangunan sekolah ataupun taman ini sejak 7 tahun yang lalu. Itu artinya sudah 7 tahun pula sejak terakhir kalinya dia berkunjung ke taman ini. Briena melangkah pelan ke arah sebuah bangku besi berwarna putih yang diapit 2 tiang lampu yang berwarna kuning. Berhubung hari semakin sore, taman ini terlihat mulai ramai. Banyak orang-orang yang menghabiskan sisa sore hari ini dengan bersantai, mengobrol, lari sore atau bahkan bersepeda. Suasana yang jarang sekali Briena lihat karena kesibukannya menjadi desiner interior, dunianya hanya seputar kantor, apartemen, mall, restaurant dan hal-hal lain yang membuat perempuan itu cukup jengah.
Walaupun Briena sangat menikmati kehidupan sebagai desainer interior, tetap saja ada satu momen dimana dia menginginkan kebebasan. Tidak bertemu dengan komputer, berkas, klien dan hal-hal lainnya di kantor.
Aku rasa momen itu adalah hari ini, gumam Briena pelan.
Briena merenungkan kembali kehidupannya selama ini. Dia selalu bisa melakukan apapun yang diinginkannya karena dia tipe perempuan tangguh dan pekerja keras. Dia tidak akan menyerah pada apapun yang menurutnya bisa diubah, sebaliknya dia tidak akan melakukan apapun pada sesuatu yang menurutnya tidak bisa diubah. Maka dari itu, dia tidak ingin repot-repot mengemis pada keluarganya supaya membatalkan perjodohan ini, dia tidak mau membuang waktu untuk hal itu.
Pernikahan akan tetap berlangsung. Setidak masuk akalnya perjodohan di mata Briena. Setidak sukanya dia kepada calon suaminya. Briena akan tetap menjalani skenario yang telah ditawarkan keluarga Virendra untuk dirinya. Percuma saja menghindar, tidak ada gunanya kalau takdirmu sudah ditentukan. Briena tidak se-desperate itu sampai harus kabur dari perjodohan ini. Dia juga tidak sekonyol itu sampai harus melakukan perjanjian pranikah dengan calon suaminya kelak. Lakukan saja, selama itu tidak mengubah skenario yang telah dia atur untuk kehidupannya.
*****
Pukul 20.47 wib, Briena baru sampai di apartemennya. Memencet kode apartemen yang telah dihafalnya di luar kepala, kemudian melangkah masuk ke dalam apartemennya yang gelap. Perempuan itu membiarkan apartemennya bermandikan cahaya temaram. Melangkah ke arah dapur, Briena menaruh tasnya di atas bench dapur dan kemudian mengambil segelas air dari kulkas. Diteguknya dengan pelan air dingin di tangannya hingga tinggal separuh. Perempuan itu kemudian duduk di kursi tinggi menghadap ke arah ruang tamu. Sebuah suara menginterupsi suasana yang hening tersebut, bunyi itu berasal dari ponsel canggihnya tanda ada panggilan masuk.
Briena meraih tas hitam di atas bench lalu mengacak-acak isi tasnya mencari sumber suara. Setelah menemukan apa yang dia cari, pada layar ponselnya terpampang nama kekasihnya. Perempuan itu menggeser gambar telepon warna hijau ke kanan sebelum kemudian menempelkan ponsel tersebut ke telinganya.
Halo," sapa Briena dengan tenang. Well, mereka sudah tidak bertemu selama 2 bulan dan sudah seminggu tidak saling berkomunikasi. Perempuan di luaran sana pasti tidak akan setenang ini. Tapi Briena adalah salah satu dari perempuan ber-ego tinggi yang tidak ingin kalah dengan yang namanya rindu atau apapun itu sebutannya. Di depan pasangannya, dia harus bisa bersikap tenang. Briena dan ego-nya yang setinggi menara eiffel.
"Kenapa suaramu begitu tenang? Kau tidak merindukannku?"
"Memangnya suaraku harus seperti apa? Apa aku harus berteriak seperti orang gila?" ujar Briena sinis.
Briena dapat mendengar tawa renyah milik kekasihnya di ujung telepon. "Aku juga merindukannmu." Balasan pria itu membuat Briena tersenyum.
"Jadi, apa kabar Singapura?" tanya Briena kemudian, memilih untuk mengubah topik.
"Masih seperti biasanya.
Oh, aku kira Singapura sudah berubah, mengingat kau betah sekali di sana. Briena berucap tak acuh.
"Aku akan ke Indonesia.
"Tumben?"
Pasalnya kekasih Briena adalah seorang pengusaha terkenal di Singapura. Ares harus bolak-balik Indonesia-Singapura hanya untuk menemui sang kekasih atau terkadang kalau ada waktu Briena yang akan menemui Ares di Singapura. Memang sangat merepotkan dan juga bentuk pemborosan uang dan tenaga, tapi Ares maupun Briena menikmati hal itu.
"Nanti aku hubungi lagi. Ya, sudah. Aku harus bertemu klien, sampai jumpa. Bye, love you," ujar Ares lalu mengakhiri panggilannya setelah mendapat balasan dari Briena. Tentunya bukan balasan love you too, tapi balasan perpisahan seperti biasanya.
*****
Disisi belahan Jakarta yang lain, di sebuah apartemen mewah yang berada di lantai 27 gedung pencakar langit di Jakarta pusat, sepasang kekasih sedang terlibat ciuman panas yang sangat bergairah. Keduanya saling menggulung bibir pasangannya hingga menimbulkan desahan yang membuat kedua tubuh lawan jenis itu bertambah panas.
Tangan kekar pria itu meraba pundak polos sang perempuan yang hanya memakai tang top hitam, perempuan itu duduk di pangkuan sang lelaki. Lalu tangan itu beranjak ke atas dan menekan tengkuk sang perempuan agar bibir mereka semakin mendekat hingga menimbulkan ciuman yang semakin intens. Desahan sang perempuan yang memanggil nama sang pria membuat suasana semakin panas. Setelah bergelung hampir 2 menit dalam ciuman itu, akhirnya mereka menghentikan aktivitasnya dengan nafas yang masih terengah-engah.
"Kapan kau pulang dari Paris? Kenapa tidak memberitahuku? Aku kan bisa menjemputmu di bandara." Sang pria berbicara tanpa menjauhkan kepalanya dari bibir sang kekasih yang sudah bengkak dengan lipstick yang sedikit belepotan.
"Cih, aku tau kau orang yang sangat sibuk, Vian, jadi tidak usak sok menawariku jemputan, kalau pada kenyataannya kau akan menyuruh supirmu untuk menjemputku. Kau sendiri lebih memilih berkutat dengan laptop sialanmu itu," sahut perempuan itu sinis, membuat pria yang dipanggil Vian itu terkekeh pelan.
"Jadi dalam rangka apa kau ke Indonesia?" tanya Vian mengabaikan sikap sinis sang kekasih, mengusap pelan pelipis gadis itu.
"Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Aku terpilih jadi Brand Ambassador merk RNATION milik Renesme. Launching dan pamerannya akan diadakan di Jakarta selama 3 hari, di salah satu hotel milikmu. Setelah itu aku akan balik lagi ke Paris karena pekerjaanku di sana cukup banyak, terang perempuan itu memegang kedua rahang Vian sebelum kemudian mengecup bibir pria itu singkat.
"Hanya 3 hari? Oh, Kea, ayolah! Kenapa hanya sebentar di sini? Kau tidak merindukanku?" protes Vian tidak menyetujui rencana perempuan itu.
"Aku merindukanmu, hanya saja ada project besar yang terlanjur aku ambil setelah urusan di sini selesai. Aku tidak bisa membatalkannya," sahut perempuan yang ternyata bernama Kea itu. Memberi pengertian kepada Vian yang tengah merajuk.
"Kalau ini masala pinalti, aku bisa membantumu menyelesaikannya." Vian berusaha menahan agar kekasihnya tinggal lebih lama lagi.
"Ini bukan masalah uang, Vian, tapi profesionalitas. Kau bekerja dibidang yang sama, jadi jangan membual masalah pinalti kalau kau tau poin utamanya bukan itu.
"Baiklah terserah," ucap Vian tak acuh.
Kea kembali mengecup bibir Vian sekilas.
"Menginap di sini?" tanya Vian.
"No. Kea beranjak dari pangkuan Vian. Aku harus menginap di hotel tempat acaranya berlangsung. Akan sangat merepotkan kalau besok aku harus terburu-buru ke sana karena kau tau sendiri kalau Jakarta itu macet," ujarnya seraya memaki kembali blazer yang sempat dia tanggalkan. "Aku pergi dulu, tidak usah mengantarku karena aku tau kau sangat lelah. Bye," imbuhnya lalu mencium sekilas bibir Vian sebelum keluar dari apartemen kekasihnya.
Setelah Kea pergi dari apartemennya, Vian memutuskan untuk mandi dan langsung tidur. Besok pagi ada meeting penting dengan klien. Vian menatap langit-langit kamarnya yang di hiasi cahaya lampu temaram. Fikirannya melintasi waktu dimana dia pertama kali bertemu dengan Kea. Keandra Vi. perempuan cantik yang berprofesi sebagai model terkenal di Paris. Pertemuan pertamanya dengan perempuan itu adalah di pesta amal peragaan busana milik Kak Dinar. Kakak kandung dari sahabatnya.
Makasih kalian semua sudah dukung cerita ini. Maaf jarang menyapa kalian, tapi plis dukung anak-anak saya ya.
Please, give me a power stone .
Jangan lupa juga kasih bintang dan review cerita saya yang lain, supaya anak-anak saya terkenal dan banyak yang baca.
Semoga Mas Vian dan Mbak Briena bisa naik rangking. Dukung mereka dengan memberi komen, like, atau power stone.
Thank you semua, ayam flu(๑♡⌓♡๑)
PYE! PYE!