webnovel

MSL - BAB 21

Aku baru bisa menyentuh ponselku kembali, kali ini bukan ponsel tuaku melainkan ponsel yang diberikan oleh Christ padaku. Aku melihat portal berita online untuk mencaritahu apa yang sebenarnya terjadi, karena Christ memblok semua brita yang mungkin kudengar. Tidak ada televisi di kamar perawatanku, tidak ada ponsel dan lainnya. Aku meminta pengawal Christ membawa ponselku diam-diam dengan alasan ini bagian dari caraku memberikan surprise pada Chtist seperti acara mencukur kemarin, dan dia percaya hingga datang dengan poselku.

Hari ini Christ meninggalkanku karena dia harus datang ke kantor kepolisian untuk bersaksi. Oh pria malang itu, sekarang dia harus sibuk berurusan dengan polisi karena ulahku.

"Christopher Hudson menyembunyikan kekasih yang berusia jauh lebih muda darinya didalam kamarnya."

"Gadis berusia lima belas tahun lebim muda menjadi kekasih Christoper Hudson yang ditemukan dalam keadaan kritis di kamar pengusaha kaya raya."

"Lindsey Mc. Kurtney menikam kekasih mantan suaminya Christoper Hudson."

Aku menjatuhkan ponselku, rasanya udara didalam kamar ini menipis seketika. Ternyata Christ memblok semua berita itu dariku sementara dia menghadapi dunia luar yang kejam itu sendiri. Berbagai rumors tentang tentang dirinya mungkin sedang menggoncangnya secara pribadi maupun bisnisnya. Dan mengapa dia menyembunyikan semua ini dariku?

Aku melihat seseorang berjalan ke arah kamarku, dan itu pasti Christ. Belakangan ini dia meninggalkanku saat siang dan datang saat malam. Dia benar-benar harus menghadapi dunia yang buruk, dan membiarkanku bisa tidur nyenyak di sini tanpa tahu soal apapun.

"Hei." Dia masuk dan melihatku duduk, senyumnya jelas menunjukan betapa lelah dirinya.

"Tidurlah dirumah, aku baik-baik saja." Ujarku.

"Aku mulai terbiasa tidur di sofa." Ujarnya dengan senyuman. Dia datang dengan buket bunga mawar dan meletakannya di atas meja kecil disisi ranjang tempatku berada.

"Bagaimana pekerjaanmu?"

"Baik, semua berjalan dengan baik." Ungkapnya dengan senyum palsu. Aku bahkan sempat membaca hedline bahwa Hudson.co sedang terguncang karena skandal mantan isteri dengan kekasih yang hampir merenggut nyawa, dan lain sebagainya.

"Baguslah." Aku tidak ingin membuat hidupnya jauh lebih berat.

"Aku ingin memberimu pelukan." Kataku, dan meski alisnya sempat berkerut tapi dia tersenyum dan membungkuk hingga aku mampu meraihnya dan menggulungnya dalam pelukanku.

Aku mengusap punggungnya, berharap ini bisa membuatnya lebih baik, meski tak banyak membantu.

"Aku bicara dengan dokter siang ini dan dia mengatakan bahwa pemulihanku cukup cepat. Besok atau lusa aku sudah boleh keluar dari rumahsakit." Ujarku.

"Aku akan bicara dengan dokter besok pagi."

"Kau tidak percaya padaku?" Tanyaku.

"Aku hanya ingin memastikan." Dia tersenyum padaku.

"Em . . . bagiamana jika kita mengadakan konferensi pers."

"Untuk?" Alisnya bertaut.

"Aku ingin menjelaskan pada public apa yang sebenarnya terjadi padaku."

Alis Christ bertaut dalam, dia menatapku sama dalamnya. "Kau memegang ponselmu?" Tanyanya langsung, oh pria ini selain tampan dia juga sangat cerdas.

"Maaf." Aku tertunduk.

"Siapa yang membawa ponsel ini padamu?" Tanyanya kesal.

"Aku yang memintanya, jangan marahi siapapun."

Rahang Christ mengeras sekilas, tapi aku segera meraih tangannya dan menciumnya berkali-kali.

"Jika kau ingin marah, marahlah padaku." Aku menatapnya dengan puppy eyes, berharap dia melunak, dan benar saja, dia melunak pada akirnya.

"Aku akan membereskan semuanya." Christ meraih wajahku dan menatapku dalam.

"Tidak semua beban harus kau tanggung sendiri." Aku mencium telapak tangannya.

"Aku bisa menanggung semuanya asal kau ada di sisiku."

"Perusahaanmu, nama baikmu, semua rusak dalam sekejap karena aku." Sesalku.

"Selama aku masih bernafas, aku akan bisa membereskan semua masalah itu. Tapi tidak jika kau tak lagi bernafas, mungkin saat itu juga duniaku berakhir."

Kalimatnya membuatku berkaca-kaca, aku tidak pernah merasa begitu dicintai dan diinginkan didunia ini. Tidak oleh orangtuaku, juga orang-orang disekitarku, kecuali Christoper Huson.

"Tidurlah, ini sudah sangat larut." Bisiknya.

"Bed ini cukup luas untuk dua orang." Aku tersenyum ke arahnya.

"Gadis nakal." Ujarnya singkat.

"Asal tahu saja, AC di ruangan ini sangat dingin Mr. Hudson." Selorohku.

"Berbaringlah." Katanya sambil membantuku berbaring perlahan. Dan setelah aku berbaring, dia naik ke sisi ranjang dan berbaring di sisiku. Dia bahkan mematikan lampu ruangan kami.

"Aku ingin memelukmu seperti ini tapi tidak di rumahsakit." Bisiknya saat tangannya melingkar di bawah perutku, memastikan bahwa dia tidak menyentuh bekas jahitan di perut kiriku.

"Aku ingin melakukan hal lain jika kita sudah pulang." Jawabku.

"Katakan, mungkin aku bisa mewujudkannya."

"Make love to me." Bisikku dan dia menatapku dalam, meski cahaya sangat remang tapi dia jelas melotot padaku saat itu.

"Kurasa Lindsey membenturkan kepalamu terlalu keras." Ujarnya.

"Tidak bisakah kau mengabulkannya saja tanpa harus memprotesku?" Tukasku kesal.

Dia tersenyum kecil, aku bahkan mendengarnya seperti sebuah kegelian.

"Kau bahkan seharusnya memanggilku uncle, bagaimana bisa kau meminta hal itu padaku?"

"Kau bilang aku sudah cukup dewasa." Protesku.

"Aku akan melakukannya setelah resmi menikahimu."

"Persetan dengan legalitas."

Christ tersenyum sekali lagi. "Kau bahkan belum pulih dari luka tusukan di perutmu, bagaimana bisa kau bercinta."

"Seharusnya Lindsey hanya membenturkan kepalaku dan bukan menusukku." Gerutuku.

"Kau benar-benar nakal Mss. Stuart."

Aku mengabaikan rasa nyeriku saat tiba-tiba beringsut dan mencium bibirnya. Christ berusaha menolak tapi aku memaksanya.

"Tidak di sini, Bella." Dia menarik dirinya tapi aku terus merangsek, dengan mengabaikan seluruh nyeri yang menusuk-nusuk.

"Bella!" Bentaknya sambil menyalakan lampu. Ruangan kami menjadi terang benderang dan Christ segera turun dari ranjang. Melihatku yang meringis kesakitan dia segera membantuku kembali ke posisi berbaring yang benar.

Kali ini bukannya mendapatkan ciuman, Christ justru sangat marah padaku. Dia memanggil perawat untuk memeriksa lukaku.

"Apa yang coba dia lakukan?" Tanya perawat dan Christ tampak menggaruk hidungnya, tanda bahwa pria itu tidak pandai berbohong.

"Saat aku masuk dia berusaha untuk duduk, mungkin terlalu cepat."

"Mss. Stuart, berhati-hatilah. Luka luarmu mungkin sudah hampir mengering, tapi lapisan dalamnya belum, jadi jangan terlalu banyak bergerak, ini justru akan menghambat pemulihanmu." Ujar perawat.

Dan sejak malam itu terjadi perang dingin diantara kami. Aku begitu marah padanya hingga tak sudi melihat wajahnya, sementara dia menjaga jarak aman dariku seolah-olah aku beruang betina yang kelaparan hingga bisa menerkamnya kapan saja.

Malam ini dan malam-malam berikutnya Christ tidur di sofa, mendekat padaku sekilas untuk melihat aku sudah tidur atau belum. Karena sudah beberapa malam Christ selalu datang setelah aku jatuh tertidur, meski aku tidak benar-benar tertidur.

Bab berikutnya