webnovel

Bab 1

Seorang pria berambut pirang panjang, tengah berjalan menuju jendela didalam kamar, siluet matahari menembus melewati celah kaca menuju pupil mata biru tuanya.. ia menghela napas panjang, memperhatikan pemandangan yang tersedia dibalik bingkai kaca itu. Alisnya berkerut, tangan kanannya terangkat menutupi setengah wajahnya. Ia belum bisa melupakan saat di mana ia memimpin pasukan melawan para iblis di Land of Dawn. Seolah kejadian itu seperti rekaman yang terputar dengan sendirinya

"Ini tidak bisa dibiarkan..!" batinnya menggertak.

Ia ingat, kekuatan sihir dari iblis itu memang tidak bisa diremehkan. Bahkan, hampir saja dia tewas saat seorang iblis wanita dark abyss berkulit biru menyerangnya.

Serangan itu tak terduga, di kala ia sedang asyik membantai dengan kelincahan dan kekuatan shadow powernya yang tentu saja iblis2 itu bukan lah tandingannya. Tiba-tiba punggungnya terasa sakit, seketika ia melemas dan terduduk. Demon inferior yang melihat lawannya tak berdaya itu menyerang balik dan segera melancarkan berbagai serangan. Lancelot semakin melemah, serangan itu seolah sihir yang terus menyerap energinya. Ia meringis. Di tambah kini beberapa demon mulai kegirangan untuk membalas serangan. Bukan mustahil jika mereka semua melancarkan ultimate skill untuk meluapkan kekesalan mereka padanya. Lancelot merasa semuanya akan berakhir. Ia memejamkan kedua mata. Ia tak perlu menyaksikan kekalahan yang memalukan ini.

Tapi, sebelum apa yang dikiranya terjadi, takdir berkata lain. Gendang telinganya mendengar suara raungan sakit, dan suara itu membuat kedua matanya spontan terbuka. Ia tertegun. Sebuah lingkaran area sihir menyala di hadapannya. Demon yang tadi mengejar, terpental ke bagian tengah lingkaran itu. Alisnya mengernyit. Tubuhnya juga terasa berbeda. Memancarkan cahaya dan kembali penuh energi. Cahaya itu ternyata menyambung ke suatu tempat. Tatapan Lancelot mengikuti sambungan cahaya tersebut. Ia tersenyum, semangatnya kembali membara. Ternyata di seberang sana tak lain adalah King Elf Moon, Estes. Ia datang di waktu yang tepat.

Detik berikutnya Lancelot meraih pedang kesayangan, kemudian Dash, Triangle Splash, Phantom Shoot, dan demon inferior itu habis tak tersisa.

Estes mengacungi jempol kemudian beralih pergi. Lancelot memandang sekeliling dengan kuda-kuda andalan. Masalah saat ini adalah ia tak tau dari mana serangan tadi berasal. Lancelot memejamkan mata. Memusatkan pikiran pada musuh yang menyerang. Insting ini biasa digunakan Assasin Elite untuk mengetahui keberadaan musuh.

Sementara, pertempuran di sana tetap berjalan walau tanpa kehadirannya. Ia di sini berdiri seorang diri. Samping kanan tebing dan sebelah kiri hutan, di hadapannya adalah sebuah jalan untuk mengakses Labirin yang di huni para kontraktor. Sejauh ini belum ada yang terlacak. Angin mulai berhembus. Membelai lembut wajah dan rambutnya. Ia membiarkan desingan angin itu melintasi kedua telinga

Mendadak kedua matanya terbuka, ia merasa ada yang salah dengan frekuensi suara angin tadi. Pedangnya kembali teracung, tatapannya menajam ke arah hutan. Benar apa yang di duga, iblis berbentuk kepala melayang cepat ke arahnya. Sudah tak ada waktu untuk menghindar. Mungkin ini yang menjelaskan mengapa ia merasa kesakitan tadi. Satu-satunya pilihan adalah skill Phantom Shoot - ketika itu Lance tak bisa diserang. Tanpa pikir panjang ia melakukan Phantom Shoot ke arah hutan. Detik berikutnya ia berdiri di gerbang hutan. Kepala iblis tadi nihil tak mengenai apapun.

"Keluar Kau..!" pekiknya.

Tak ada jawaban. Gemerisik daun semakin keras terdengar. Tapi, salah satu gesekan daun itu ada yang tidak asli. Lancelot mengeDash, kemudian Triangle Splash ke arah yang mencurigakan.

Instingnya tepat, sebuah aura biru tiba-tiba menyala, memunculkan sosok iblis wanita bertanduk. Lance mengernyit, energi wanita itu sangat kuat.

"Jadi kau rupanya," sahut Lance.

Sang Iblis tersenyum "Hebat juga instingmu," balasnya, "Sepertinya kita seimbang."

"Benarkah? kupikir persepsimu salah," Lance kembali menyerang. Dengan trik kombinasi bayangan dan pedangnya semua dilakukan penuh cermat.

Pada awalnya ia mengira ini hanyalah iblis biasa yang dapat dengan mudah ia kalahkan hanya dengan 1 tebasan. Ternyata ia salah, walaupun wanita itu tampak hanya dengan tangan kosong, ternyata ia memiliki kemampuan simbiosis dengan dark abyss. Seketika ia berubah menjadi sosok yang menyeramkan dan menyerangnya dengan sepasang cakar ungu yang begitu mengerikan. Cakar itu bahkan menghancurkan baju besi yang ia pakai. Beberapa detik berikutnya Lance hampir tak berkutik, Iblis yang merasuki Wanitu benar-benar kuat. Ia tak mau mati konyol di sana. Mau tak mau, ia mengambil langkah mundur.

" Tuan..." suara pelayan di depan pintu.

Lance menggeleng cepat, berusaha melupakan peristiwa itu. Ia berjalan menuju daun pintu dan membukanya.

" Ada apa..?" tanya Lance mendapati seorang wanita berdiri di sana.

"Yang mulia menyuruh saya untuk memanggil anda tuan.."

Alis sang pangeran terangkat, mengingat biasanya sang ayah mendatanginya langsung daripada menyuruh seorang pelayan, sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan.

" Baiklah.. dimana ia sekarang..?" tanyanya. Berkacak pinggang dengan tangan kiri terangkat memegang sisi pintu.

"Di aula.. yang mulia ingin membicarakan sesuatu dengan anda.."jelasnya

Tepat seperti yang diduga.

"Baiklah.. aku akan segera kesana, kau boleh melanjutkan pekerjaanmu.."

"seperti yang anda perintahkan tuan.." sahutnya.. ia membungkuk dan melangkah pergi meninggalkan pangeran yang masih berdiri diambang pintu..

" sepertinya ada tugas baru" gumamnya

Ia menuju lemarinya dan mengambil beberapa pakaian dan mengganti piyamanya, kemudian bergegas menuju aula..

***

"hufftttt.."

Kertas di genggaman ia taruh kembali di atas meja. Membanting punggungnya ke kursi dan menatap langit-langit. Pria itu menutup kedua matanya. Berusaha membuang beban yang kian mencekram pikiran.

Telinganya menangkap suara langkah, ia membuka kedua mata dan mendapati sosok Lance yang sedang menuruni tangga.

"Sepertinya aku harus mengangkat pedangku lagi.." sahut pemuda itu, ia mengambil kursi di sebelahnya.

"Maafkan aku Lancelot...." ia berhenti sejenak, mencoba merangkai kata-kata yang tepat "Sebaiknya kau lihat ini sendiri," lanjutnya menyodorkan kertas tadi.

Lance meraihnya. Kedua alisnya mengernyit.

"Jadi begitu.." sahutnya setelah semua arsip terbaca. "Apa kau ingin aku menghabisi mereka?" Lance mengambil kesimpulan.

Pria tadi menggeleng "Sebetulnya, aku hampir tak bisa melakukan ini. Satu-satu faktor sebuah kerajaan dianggap hebat adalah pasukannya. Dan sekarang, aku hampir kehabisan mereka karena pertempuran kemarin. Penghianatan di mana-mana dan aku hanya bisa termangu melihat wilayahku direbut," ujarnya "Aku tak tau harus berbuat apa lagi,"

"Kau bisa mengirimkan sisa pasukannya untukku," saran Lance. Arsip tadi berisi laporan, bahwa sekelompok besar penyihir melakukan ekspansi dan mencaplok wilayah di bagian selatan. Baroque tak lagi memiliki kekuatan untuk sekedar menghambat pergerakan merema. Satu-satunya harapan hanya anaknya itu yang terkenal sebagai Assasins Elite.

"Apa lagi yang kau ragukan? kau memanggilku karena kau yakin aku bisa melakukannya bukan?" pertanyaan yang tak perlu dijawab. Batin Baroque membenarkan hal itu.

ia masih ingat ketika adiknya tiba tiba memiliki kekuatan sihir yang bahkan menurut keluarga paxley itu adalah kekuatan sihir yang langka, yang sampai sampai membuatnya ingin dijodohkan dengan salah satu keturunan Paxley. Ia pernah meminta Gwen untuk berduel dengannya hanya sebatas untuk mencoba manakah yang lebih kuat antara pedang atau sihir. Tapi bahkan ia tidak perlu menguras tenaganya untuk menjatuhkan Gwen. karena Lancelot memiliki gerakan yang sangat gesit. setengah dari kekuatanya berasal dari ketangkasan dan kegesitan sehingga ia sangat sulit untuk diserang. sekalipun itu adalah tombak yang menerjang cepat, tapi itu bukan masalah baginya. tubuhnya seolah seperti bayangan yang dapat bergerak bebas kesana kemari.

pria tua itu menghela nafas panjang sebelum berkata

" baiklah.. tapi kau harus berjanji apapun yang terjadi kau tidak boleh memaksakan dirimu.." kata pria tua itu.

ia tau ia seorang kepala bangsawan dari keluarga Baroque, tapi masalah ini begitu rumit sehingga satu satunya orang yang biaa ia andalkan hanya putranya sendiri. entah apa yang ia pikirkan. ia merasa ia telah terjebak dalam keegoannya yang tidak bisa menerima penyihir, entah itu antara keluarga Paxley atau Regina atau yang lain.. entah sampai kapan masalah ini terus berlanjut.

***

Lancelot pergi ke halaman untuk berlatih seperti biasanya, Lancelot adalah sosok petarung pedang yang hebat. Sejak kecil, pedang adalah teman kesendiriannya, tak sedikit berbagai teknik pedang yang sudah ia kuasai, sehingga ia bisa mengembangkannya keberbagai gerakan gesit yang bahkan cukup sulit dipelajari untuk orang orang sepertinya, bakatnya dalam hal bermain pedang memang tidak bisa diragukan lagi, itulah sebabnya sang ayah hanya bisa mengandalkannya dalam seituasi seperti itu.

Disana ia mendapati Gwen, adiknya yang tengah berlatih dengan kekuatan sihirnya. Wanita itu menghentikan latihannya ketika ia menyadari kedatangannya, ia kemudian tersenyum ketika dua tatapan itu saling bertemu. Ia dengan anggunnya berjalan menghampiri Lancelot kemudian berhenti tepat dihadapannya.

" Apa yang membuatmu kemari..? " tanya Gwen dengan kedua tangannya diletakan dibelakang pinggangnya.

" kau taukan ini waktu latihanku..?, dan aku tidak mau diganggu oleh siapapun" lanjutnya ketika ia menyadari ada sebuah pedang yang tergantung dipinggang kakaknya. Memang aturan yang mereka buat antara ia dengan Gwen sebelumnya adalah ia akan menggunakan tempat ini untuk berlatih pada pagi hari, dan Gwen akan menggunakannya pada sore harinya, dan saat itu ia datang pada waktu latihannya.

" Aku hanya ingin mengunjungimu.." jawabnya tersenyum

" Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan..?"

" Kita bisa bicarakan ini setelah kau menyelesaikan latihanmu.."

Gwen menyipitkan matanya.

" Kalau begitu kau akan membuat latihanku terasa lebih lama karena rasa penasaranku.." jawabnya tak setuju

" oh.. ayolah, bukan sesuatu yang begitu penting, aku juga ingin melihat sejauh mana kau bisa mengendalikan sihirmu itu.." ujarnya

Gwen menajamkan tatapannya.

" Entah kenapa aku bisa menerimamu kali ini.." ujarnya

" Benarkah..? kalau begitu aku akan memberimu beberapa intruksi yang sedikit ku ketahui tentang kekuatan sihir.." sahut Lancelot

" Kalau begitu aku akan menembakmu jika kau terlalu menekanku.." jawabnya sambil meliukan badan membelakanginya dan kemudian berjalan kembali ketempatnya berlatih.

Lancelot tersenyum kemudian berjalan menuju kursi di tepi halaman dan duduk diatasnya. Ia melemparkan pandangannya ke wanita yang anggun itu, dibawah siluet mentari, dan awan oranye serta pepohonan hijau di sebrangnya menjadi background yang semakin membuat Gwen terlihat sangat menarik, tak heran jika Paxley menginginkannya untuk Gusion, seorang shadow blader yang sama sepertinya. Walaupun sebenarnya ia sangat benci mengakui selain Gusion memiliki kemampuan yang sangat terlatih, ia juga adalah lelaki tertampan yang pernah ia temui. Tapi itu tidak menjadi masalah baginya kalau kalau Gusion menjadi iparnya, bahkan ia akan merasa sangat senang karena ada teman yang menandingi kemampuannya. Keluarga Paxley memang membenci pedang, seperti kebenciannya terhadap brokoli, sehingga saat mereka tau Gusion menggunakan pedang dalam seni berperangnya, mereka memaksanya untuk meninggalkan kemampuannya itu atau tidak akan dianggap sebagai keluarga Paxley lagi, namun semua ancaman itu tak membuatnya berubah pikiran dan akhirnya ia memutuskan untuk pergi. Dan akhirnya, disinilah Paxley menginginkan Gwen, selain untuk menyatukan dua kebangsawanan yang selama ini tidak akur, ia juga ingin dengan Gwen bisa mengubah pikirannya dan kembali kepadanya. Namun semua yang terjadi berikutnya adalah tergantung dari keputusan Gwen.

Gwen menatap kearah target kayu yang jaraknya sekitar dua puluh kaki darinya, ia kemudian mengangkat kedua tangannya kedepan dengan telapak tangan saling berhadapan dan mengumpulkan kekuatan untuk membentuk sebuah bola sihir. Sedikit demi sedikit Lancelot melihat adanya bola ungu yang mulai membesar diantara kedua telapak tangannya dan kemudian menembakannya ketarget kayu tadi. Bola ungu melesat cepat seperti anak panah yang terbang menuju target, dan kayu itu seketika hancur ketika bola sihir itu bertabrakan dengannya. Suara tepuk tangan terdengar dari tepi lapangan, Gwen menoleh kearah suara itu berasal yang akhirnya membuat sudut bibirnya melengkung keatas.

" Ada hal lain yang bisa kau tunjukan padaku..?" tanya Lancelot terkesan

Tanpa menjawab pertanyaannya, Gwen mengangkat kedua tangannya lagi kesisi badannya dengan telapak tangan mengarah ke atas, di ikuti oleh bola ungu yang lebih kecil dari sebelumnya yang muncul dari telapak tangannya itu, kemudian ia menggerakan tangannya seperti ia sedang menari dengan bola ungu yang tetap masih di telapak tangannya itu.

Lancelot tersenyum dan menyipitkan sebelah matanya

" Baiklah.. apa kegunaannya..?" tanyanya penasaran

" Kau akan tau jika kita berduel.." sahutnya tersenyum melihat wajah konyolnya itu.

" Duel..?" Lancelot memastikan, kedua pupil matanya bergerak kekanan

Gwen mengangguk meyakinkannya.

" Baiklah, karena kau membuatku penasaran, apapun yang kau minta.. tapi aku harap kejadian sebelumnya tak terulang lagi.." jawabnya

" Aku bisa memastikan itu..!"

tegasnya

Mereka kemudian menengah ke tengah halaman, Lancelot segera menggenggam pedang dipinggangnya dan mengeluarkannya, tatapannya menajam kearah Gwen yang juga dibalas olehnya, mereka berputar mengitari satu sama lain untuk memulai serangan.

Yang pertama adalah Gwen, ia menembakan salah satu bola ungu itu kearahnya, membuat Lancelot meliukan badan menghindari tembakan liar itu , disusul oleh tebasan pedang yang dapat dengan mudah dihindari Gwen, tebasan berikutnya melayang dan berdenting ketika bersentuhan dengan bola ungu ditangan Gwen, membuatnya sedikit terperangah dan memberikan Gwen kesempatan menyerang. Sebuah tekanan menghantam dadanya, membuatnya mundur beberapa langkah, ia baru sadar kalau bola sihir yang dimiliki Gwen bisa digunakan untuk pertempuran jarak dekat. Gwen tersenyum, yang kemudian melompat ke arahnya dengan bola sihir yang kian membesar disalah satu tangan yang hendak ia gunakan untuk menyerang. Lancelot segera melakukan blink menyadari situasi tersebut, menghindari serangan bola sihirnya.

Suara dentingan kembali muncul, tapi bukan antara pedang, tapi sihir dan pedang. Namun dalam hal ini, jelas Lancelot lebih unggul daripada Gwen. Kemampuan berpedangnya tak mungkin dikalahkan oleh orang yang baru saja mempelajari seni tempur dekat.

" Ah.. cukup cukup...!!"

Gwen segera mengangkat kedua tangannya mendapati dirinya sudah mencapai pojok halaman. Dari tadi Lancelot tak mencoba untuk menyerang tubuhnya, melainkan hanya sekedar mengadukan pedangnya dengan bola sihir miliknya yang membuatnya terus mundur hingga sampai ke pojok halaman.

Lancelot kemudian menurunkan senjatanya dan menyarungkannya dipinggang. Ia menatap mata gadis yang tampak kelelahan itu.

" Kau berlatih lebih cepat dari yang ku kira, dan baru kali ini aku melihat seorang penyihir menggunakan sihirnya seperti pedang..." ujarnya tersenyum.

" Tapi, aku masih belum bisa mengendalikannya dengan sempurna. Kekuatan sihir itu terlalu cepat membuatku kehabisan energi.." jawab Gwen yang kini terduduk ditanah dengan nafas terengah engah.

Lancelot kemudian menurunkan badannya mensejajarkan dirinya dengan Gwen.

" Aku akan mendampingi latihanmu.." ia tersenyum kearahnya. Dan mata yang memandang senyuman itu tanpa sadar mengeluarkan emot yang sama, membalas senyuman itu.

" Baiklah... sekarang apa yang ingin kau katakan..?" tanya Gwen memecah keheningan

Lancelot mengembalikan ekspresinya.

" Ini tentang Ekspansi..."

Bab berikutnya