webnovel

Married To The Boss

Kehidupan Isnadari Puspita Rakabumi berputar setelah ia menerima perjodohan dengan Indranu Pratama Mahardika. Menjadi istri kedua memanglah bukan pilihannya, namun demi menuntaskan janji kakeknya tersebut ia harus berkorban menelan kepahitan dalam hidupnya. Apalagi ia juga tidak bisa akur dengan Arini, istri pertama Indra. Isna merasa tertekan jika Arini terus saja mencari masalah dengannya. Mereka yang awalnya berteman baik karena Isna adalah sekretaris Indra, akhirnya menjadi saling bersaing untuk mendapatkan hati Indra

FitriaMalik_21 · perkotaan
Peringkat tidak cukup
10 Chs

Bimbang

"Pak Indra!"

"Isna."

Isna menatap Mama Sukma, ia mengisyaratkan mamanya untuk menjelaskan apa yang terjadi. Kenapa ada bosnya di sini.

"Ma, kenapa ada keluarga bosnya aku ke sini?" tanya Isna berbisik. Sedangkan Mama Sukma hanya diam dan menyuruh Isna untuk diam. Mereka berdua duduk bergabung dengan keluarga Mahardika.

Ingin rasanya Isna pergi dari sana, melihat wajah dingin dari bosnya membuat dirinya kesal bukan main. Isna berdoa bahwa yang akan dijodohkan dengannya bukanlah bosnya sendiri.

"Langsung saja, Amran. Kedatangan kami ke sini karena ingin menagih janji yang pernah kamu buat sewaktu masih muda dulu. Karena anak-anak kita sama laki-laki semua, jadi kamu ingin menjodohkan cucumu dengan cucuku." Kakek Lucius membuka percakapan.

Isna yang mulai mengerti dengan arah pembicaraan dengan petinggi perusahaan Mahardika tersebut menunggu kelanjutan dari ucapan Kakek Lucius.

"Maka dari itu, sesuai janji Amran, saya ingin meminta Isna untuk dijodohkan dengan Indra."

Mendengar ucapan Kakek Lucius, Isna seketika langsung berdiri dan menatap satu per satu keluarganya. "Isna tidak setuju! Pak Indra sudah menikah, Isna tidak mau menjadi istri kedua." saat Isna hendak pergi dari sana, tangannya tiba-tiba dicekal Kakek Amran.

"Nak, meskipun nanti kamu sudah menjadi istri kedua, Kakek jamin kamu akan menjadi prioritas utama Isna. Kakek ingin menepati janji yang pernah Kakek ucapkan, apakah kamu tidak mau membantu Kakek?"

Isna diam mendengar ucapan Kakek Amran, ia melepas perlahan genggamam tangan kakeknya dan pergi ke kamarnya. Seumur hidupnya ia tidak pernah terpikirkan akan dijodohkan dengan suami orang. Terlebih lagi itu adalah bosnya sendiri.

Ia tidak terima atas apa yang telah terjadi hari ini. Ia sangat marah kepada keluarganya. Ia sangat tau betapa Indra sangat mencintai Arini.

Saat di kamar, ia memanggil Mila untuk datang ke kamarnya. Isna membutuhkan orang yang dapat memahami dirinya.

"Ada apa, Non?" tanya Mila saat sudah di kamar Isna.

Isna berbalik dan menatap pelayan setianya. "Duduk sini, Mil. Kamu tau nggak, masa iya aku dijodohin sama laki-laki yang sudah berisitri? Ngeselin bangetkan!" seketika Isna langsung berteriak-teriak dan menangis. Untung saja kamarnya kedap suara sehingga orang luar tak akan mendengar teriakan dan tangisannya.

Mila yang masih berusaha mengerti kondisi majikan mudanya itupun mengelus rambut Isna.Umur Mila yang tiga tahun lebih tua dari Isna membuatnya sedikit dewasa dan terkadang menjadi sosok seorang Kakak yang menasihati adiknya saat Rania sedang dalam masalah.

"Nona yang sabar ya, mungkin saja Tuan Besar ingin yang terbaik untuk Non. Bukankah keluarga Mahardika itu keluarga yang sama kayanya seperti keluarga Nona? Mungkin Tuan Besar tak ingin Nona kekurangan apapun. Tadi juga Mila dengar katanya janji mereka dibuat sewaktu masih muda? Jadi wajar saja kalau hal ini di luar kendali, Non."

Isna masih terus saja menangis setelah mendengar ucapan dari Mila. Ia masih tak menyangka akan terjadi hal seperti ini dalam hidupnya.

"Non, sudah ya. Jangan nangis lagi," ucap Mila terus saja membujuk Isna supaya berhenti menangis.

Saat Mila sedang sibuk menenangkan Isna, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Mama Sukma datang dengan wajah tanpa ekspresi. Mila yang melihatnya itupun segera beranjak pergi dari sana.

Setelah kepergian Mila, Mama Isna menatap putri semata wayangnya. "Isna marah?"

Isna yang mendengar suara Mama Sukma itu terkejut, ia segera bangkit dari tidur tengkurapnya dan menatap Mama Sukma.

"Mama." Isna kembali menangis di pelukan mamanya.

"Menangislah, Nak. Mama juga terkejut saat tau orang yang dijodohkan sama kamu itu sudah punya istri. Kalau kamu menolak permintaan Kakek, Mama akan dukung kamu sepenuhnya." Mama Sukma menatap Isna dengan mata berkaca-kaca. Seorang Ibu pasti tidak akan rela anaknya menjadi yang kedua.

Mama Sukma menghapus jejak airmata yang ada di wajah Sukma,"Ayo kita turun, bilang sama Kakek kalau kamu menolak perjodohan ini."

Isna mengangguk, ia menuruti mamanya untuk turun ke bawah dan berbicara dengan kakeknya. Di ruang tamu, ternyata keluarga Mahardika masih berada di sana. Mereka belum pulang, mungkin menunggu jawaban dari Isna.

"Isna ingin berbicara," sebelum melanjutkan ucapannya, Isna menatap lekat kakeknya. Kakek yang sangat menyayangi dirinya melebihi siapapun. "Isna menolak perjodohan ini, Isna tidak ingin menjadi nomor dua."

"Nak, coba kamu pikirkan lagi. Kenapa kamu menolak Indra? Bukankah kalian sudah saling kenal dan satu kantor." Bu Bertha terlihat berat saat Isna menolak perjodohan tersebut.

Isna mengangguk pelan, kemudian ia menjawab ucapan Bu Bertha. "Idna nggak mau jadi orang ketiga dalam rumah tangga Pak Indra dan Bu Arini. Mereka bahagia tanpa adanya Isna, Isna nggak mau jadi perusak kebahagiaan mereka."

"Kamu tidak merusak kebahagiaan mereka, Isna." kini Kakek Lucius membuka suara. Sudah cukup lama diam mendengar ucapan Isna, Kakek Lucius tak ingin kehilangan calon cucu menantu kesayangannya.

"Kek, kalau Isna menolak, Kakek dan Mama tidak bisa memaksa Isna. Ingat Ma, sesuatu yang dipaksa tidak akan pernah bisa berakhir baik." Indra yang tadi diam kini ikut bicara, ia sudah jengah mendengar argumen dari Kakek dan mamanya.

"Indra! Ini demi kebaikanmu, Mama tidak mau kamu menua tanpa adanya keturunan yang berada di kehidupanmu. Mama ingin yang terbaik untukmu." Bu Bertha menatap tajam putranya, beliau ingin Isna menjadi menantunya. Bukan Arini yang menjadi menantunya.

Saat suasana di ruang tamu sedang keruh karena perdebatan antara Rania dan Bu Bertha, tiba-tiba Kakek Amran memegang dadanya dan kesulitan bernafas, Kakek Amran langsung tak sadarkan diri sesaat kemudian.

"Kakek!!"

****

Semua anggota keluarga Kakek Amran menunggu di depan ruang UGD, Rania sejak tadi menangis karena takut terjadi sesuatu pada kakeknya. Ia tak menyangka perdebatan tadi akan berdampak buruk pada kondisi jantung kakeknya.

"Mama, bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Kakek?" Isna meremas kedua tangannya karena takut.

Mama Sukma yang duduk di sebelah Isna mencoba menenangkan putrinya. "Sabar, kita berdoa semoga Kakek baik-baik saja."

Tak lama kemudian, Dokter Bram—dokter yang selama ini menangani Kakek Amran keluar dari ruang UGD. Rania langsung berdiri mendekati Dokter Bram.

"Dokter, bagaimana kondisi Kakek?" tanya Isna tak sabaran. Ia ingin cepat mengetahui kondisi kakeknya.

"Kondisi Tuan Amran menurun, apakah ada hal lain yang membuat beliau drop?" tanya Dokter Bram menatap Isna dan orangtuanya bergantian.

"Ada sedikit masalah keluarga, dok," ucap Papa Ardy—papanya Isna.

Dokter Bram yang mendengar penjelasan Papa Ardy mengenai kejadian sebelum Kakek Amran itupun mengangguk paham. "Sekarang kondisi Tuan Amran tidak stabil. Saya mohon untuk tidak menyinggung hal yang menjadi beban pikirannya. Usahakan untuk selalu membuatnya senang, sekarang biarkan beliau istirahat, tiga jam kemudian baru boleh dijenguk."

"Baik, dok."

Dokter Bram kemudian pergi meninggalkan ruangan tersebut. Setelah itu Bu Bertha mendekati Isna. "Nak, kakekmu mengharapkan perjodohan ini."

Isna diam, ia tidak tau harus mengambil langkah bagaimana. Ia berjalan keluar rumah sakit untuk menenangkan diri.