webnovel

Vol II 3『Benda Suci』

Sebelumnya, aku dan Rord yang sedang berada dalam perjalanan untuk pulang ke kota secara tidak sengaja mendengar auman dari The Elder.

Karena penasaran, kami pun pergi untuk mengintip situasinya.

The Elder sedang bertarung dengan Lucia, sang Successor of Light, gadis yang baru-baru ini kutemui.

Mari kembali ke titik di mana itu terjadi...

***

CELANA DALAMNNYA KELIHATAN!

Terlebih lagi, itu berwarna putih dengan motif polos.

Benar-benar bentuk yang sempurna.

Saat melihatnya, rasanya seperti sedang menatap sebuah benda suci saja.

Tetapi...

The Elder itu tidak bergeming sama sekali meskipun Lucia telah melancarkan serangannya sebanyak itu.

Apa mungkin serangannya tidak mempan?

Tidak. Monster manapun pasti memiliki kelemahan.

Sekalipun serangannya terlihat tidak mempan, tapi, itu pasti bisa sedikit menghambatnya.

Lucia jatuh dari udara, melakukan pendaratan seperti di film-film pahlawan kebanyakan.

Aku yakin lututnya pasti sakit...

Memegang pedangnya dengan tangan kanannya, kini Lucia memasang kuda-kuda dan tidak kembali melompat seperti sebelum-sebelumnya.

Kelihatannya dia akan mengeluarkan kemampuannya yang lain.

Lucia menutup kedua matanya dan berdiam diri selama beberapa detik dalam posisi yang sama.

Sementara itu, The Elder tidak hanya diam saja, ia langsung memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berjalan mendekatinya.

Aku menyimpulkan jika Lucia sedang melakukan persiapan untuk menggunakan salah satu kemampuan yang ia miliki.

Kini, The Elder sudah berada sangat dekat dengannya. Mereka berhadap-hadapan!

Ooi, apa yang sedang dia lakukan?! Musuh sudah berada tepat di hadapan, lo!

Apa lagi yang kau tunggu?

Tidak. Apa mungkin jika dia tidak menyadarinya?!

The Elder yang berdiri tepat di hadapannya mulai mengepalkan tinjunya.

Kini, monster itu segera melancarkan tinjunya tepat ke arah kepala Lucia.

Ga--Gawat! Kalau dibiarkan!

Tepat di saat aku berpikir seperti itu, Lucia langsung membuka matanya dan segera bergerak untuk menghindari tinju yang dilancarkan pada dirinya.

Lucia segera menjauh dan berlari memutari The Elder sembari memegang pedangnya dengan salah satu tangannya.

Dia lalu berhenti dan kembali berhadap-hadapan dengannya dari kejauhan.

Kembali memasang kuda-kuda yang sama seperti sebelumnya.

Tidak seperti sebelumnya, Lucia tidak melompat, ia langsung melakukan serangan dan menembakkan gelombang dari pedangnya ke The Elder dalam keadaan memijakkan kakinya ke tanah.

"Slash Stance!"

Serangannya terlihat berbeda dari yang sebelumnya.

Gelombang-gelombang yang baru saja ia tembakkan seperti membuat semacam pola yang teratur tidak seperti saat dia sedang melompat tadi.

Mungkin kemampuan itu sulit untuk dikontrol saat sedang berada dalam kondisi melayang.

Namun...

Lagi-lagi serangan yang ia keluarkan tetap tidak mempan sama sekali pada The Elder.

The Elder merespon serangan tersebut dengan berlari ke arah Lucia dan kembali melancarkan tinju padanya.

Tidak sempat untuk menghindar, Lucia menangkis pukulan tersebut dengan menggunakan pedangnya sebagai perisai.

Alhasil, Lucia terlempar jauh dari tempat ia berdiri.

Berada dalam posisi tergeletak pada tanah, Lucia sepertinya terluka dan tidak bisa bangkit dengan segera.

Dia mencoba untuk bangkit dengan tubuhnya yang terlihat gemetar.

Mengalihkan pandangannya ke depan, dirinya tertutupi oleh bayangan seseorang yang sedang berdiri di hadapannya.

"E--Eh? Kau--"

Benar, itu adalah aku.

Tanpa kusadari, aku sudah berjalan sejauh ini untuk menonton pertarungannya.

"Kenapa kau ada di sini?"

Meskipun kau bertanya begitu, tapi, bahkan aku sendiri sejujurnya juga tidak tahu mengapa.

Mungkin, jawabannya adalah karena aku ingin menonton lebih dekat.

Tapi...

Aku sudah terlanjur terjerumus masuk ke dalam situasi ini.

Apa yang harus kulakukan...?

Yah, Lucia sepertinya sedang terluka.

Mungkin dia takkan bisa untuk kembali lanjut bertarung.

Satu-satunya hal yang bisa kulakukan...

Adalah menggendongnya. Dan membawanya pulang!

"He--Hey, kenapa kau menggendongku? Turunkan! Aku bisa jalan sendiri, tahu!"

"Be--Berat sekali--"

Rasanya seperti sedang membawa karung beras saja--

Ini benar-benar perlu usaha ekstra.

"Be--Berisik! Sudah kubilang untuk turunkan aku, kan?"

"Jangan membuat situasi menjadi lebih buruk, bodoh! Aku ini sedang berusaha untuk menolongmu, tahu!"

" 'Menolong' apanya?! Kau hanya menganggu, tahu!"

"Oo--Ooi! Jangan berontak, begitu--"

Lucia memberontak. Akibatnya, aku yang sedang menggendongnya menjadi tidak seimbang dan membuat kami berakhir terjatuh ke tanah.

"A--duh--duh--duh--duh... sudah kubilang agar tidak memberontak, kan--"

Tepat saat aku melihat ke depan, The Elder sudah berada persis di hadapanku.

Gawat! Kami terpojok!

Ha--Harus bagaimana!? Apa yang harus kulakukan!?

Pikiranku menjadi kosong. Aku kebingungan karena tidak tahu harus berbuat apa selanjutnya.

Pada akhirnya, aku hanya bisa pasrah, menutup kedua mata sembari memeluk Lucia yang tergeletak di pangkuanku dengan erat.

Si--Sial...!

....

...?

Eh...?

Aku mengalihkan pandanganku kembali ke tempat The Elder berada.

Dia masih berada dalam jarak pandangaku, hanya saja... jauh. Dia berada sangat jauh denganku. Sedang berlari, pergi menjauh dari kami.

"A--Apa yang terjadi...?"

Dia tiba-tiba pergi begitu saja...

Saat hendak bangun dari tanah, aku dapat melihat jika Rord juga sedang berada tepat di depanku.

"Rord? Sejak kapan kau kemari?"

Rord menyilangkan kedua tangannya dan memasang ekspresi serius seolah-olah baru saja mengancam sesuatu.

Aku tidak paham apa yang baru saja terjadi, tetapi, syukurlah kami selamat...

Aku mengambil napas lega untuk beberapa detik sembari melemaskan beberapa bagian tubuhku.

Menyadari jika Lucia masih berada di pangkuanku, itu membuatku merasa malu.

"He--Hey, Lucia. Kita sudah selamat, lo. Monsternya sudah pergi."

Aku mencoba untuk mengatakan padanya jika kondisinya sudah baik-baik saja. Tapi, dia tidak merespon dan hanya diam saja dalam posisi menaruh wajahnya ke pangkuanku.

"O--Ooi, Nona Lucia. Mau sampai kapan kau berada di pangkuanku, begini?"

Lagi-lagi, Lucia tidak merespon kata-kataku.

"Tu--Tuan Putri Lucia?"

Aku punya perasaan buruk...

"A--Apa jangan-jangan dia mati?!"

"Jangan berkata sesuatu yang menyeramkan seperti itu, oi..."

Karena mulai merasa penasaran, aku pun membalikkan wajah Lucia yang tengah menghadap ke tanah.

"Di--Dia tak sadarkan diri...?"

Melihatnya seperti ini membuatku tersipu malu...

Apa mungkin dia pingsan karena terjatuh tadi...?

Dasar. Harus kami apakan dia?

Untuk sekarang, mungkin kami bisa membawanya untuk kembali ke guild.

Tapi, pertanyaannya adalah...

Bagaimana cara kami membawanya...?

***

Be--Berat sekali!

Sudah tidak tahan...

Aku sudah tidak tahan lagi...!

Napasku sampai ngos-ngosan begini.

Aku mengerutkan dahiku.

"A--Akhirnya sampai juga! Ke guild!"

Singkat cerita, aku menggendong Lucia untuk membawanya kembali ke guild.

Kami sudah mencoba berbagai cara sebelumnya, tapi, tidak ada satupun yang berhasil.

Aku sempat berpikir untuk membuat tandu darurat. Tapi, kami tidak membawa tali atau benda yang bisa dipakai sebagai gantinya.

Akan buruk juga jadinya jika kami membiarkan lalu meninggalkan dirinya sendirian di hutan, maka dari itu aku memutuskan untuk memaksakan diri dan menggendongnya seperti ini.

Aku sudah kehabisan napas.

Ingin sekali untuk istirahat rasanya...

Ya--Yah, tapi, setidaknya perasaan lelah ini bisa tergantikan dengan sensasi payudara berukuran medium-nya yang dari tadi selalu menempel pada punggungku.

Kulitnya sangat mulus dan karena ia tak sadarkan diri, secara tidak sengaja ia meletakkan kepalanya di pundakku.

Harus kuakui, itu berhasil membuatku tersipu malu selama beberapa saat.

He--Hebat...

"Se--Sedang bawa apa kau itu...?"

"O--Oh, Barten. Ini, Lucia--"

"Lu--Lucia...? Kenapa kau menggendongnya seperti itu? Dan juga, kau ini bau sekali! Apa yang terjadi pada kalian?"

Barten mengunci hidungnya saat sedang berjalan untuk mendekatiku.

Ya---Yah, kurasa aku juga bisa menciumnya...

"Ceritanya panjang."

Aku merasa tidak ingin menjelaskannya karena sudah merasa sangat kelelahan.

Dari belakang, bobot yang sedang kubawa tiba-tiba saja menjadi terasa lebih berat sehingga membuatku hampir terjatuh ke bawah.

"U--Uwogh--!"

"E--E--E--Eh?! Ke--Kenapa kau masih menggendongku!? Tu--Turunkan!"

Tanpa basa-basi lagi, Lucia segera menjauh dariku.

"O--Oi! Pelan-pelan!"

Lucia yang sudah menjauh langsung menunjukku dengan jari telunjuknya, seperti seorang polisi yang sedang menyuruh pelaku untuk tidak bergerak, "Mengakulah, kau!" kira-kira begitu.

"Pe--Pertanyaan! Kenapa kau menggendongku!? Dan, apa yang baru saja kau lakukan padaku!?"

" 'Kenapa?' Kau tanya. Asal kau tahu saja, barusan itu aku sedang menolongmu, tahu. Tidakkah kau melihat kita di mana sekarang? Setidaknya, berterima kasihlah dengan benar kepadaku."

Dengan wajah kesal, aku menyuruhnya untuk berterima kasih sebagai balas budi.

Mendengar argumenku, Lucia sepertinya baru menyadari situasi yang sedang terjadi.

"Kenapa kita bisa ada di guild?"

"Akulah yang membawamu kemari."

"Bagaimana caranya?"

"Dengan menggendongmu."

Diam sebentar setelah mendengar jawabanku, Lucia lalu bergumam.

"Sepertinya dia tidak berbohong..."

Aku bisa mendengarnya, lo...

Yah, mau dia percaya atau tidak, yang manapun juga bukan masalah untukku.

Lucia melihat ke arah Barten yang berdiri di sebelahku.

"Ya, itu benar. Dialah yang telah menggendongmu sampai ke sini. Aku bisa tahu itu karena telah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri."

"Be--Benarkah itu...?"

Nice, Barten.

Kerja sama yang bagus.

Diam-diam, aku memberi jempol kepada Barten.

Lucia terlihat tidak yakin sekarang, tubuhnya sedikit bergetar dan seperti sedang memikirkan sesuatu.

Beberapa detik kemudian ia berdesit dan mencoba untuk menatap mataku secara langsung.

"Te--Terima... kasih banyak."

"Sama-sama."

Yah, selagi dia berterima kasih dengan benar, itu sudah cukup.

Tetapi...

Pakaianku jadi kotor semua...

Sekujur tubuhku dipenuhi dengan tanah dan keringat.

Ingin cepat-cepat mandi air panas rasanya...

"Jadi, aku harus melakukan apa...?"

Eh...?

"Apa yang baru saja kau katakan...?"

"Aku bilang, aku harus melakukan apa...? I--Itu, lo, sebagai balas budi karena telah menolongku... ka--katakan keinginanmu!"

Lucia terlihat memaksakan dirinya untuk mengatakannya.

Oh, soal itu, ya...

Jujur saja, sebenarnya aku tidak terlalu memedulikan hal yang klise seperti itu.

Aku menolongmu hanya karena aku mau. Hanya itu saja.

Aku bukanlah tipe orang yang akan memanfaatkan orang lain demi kepentingan sendiri.

Tapi... kurasa yang kali ini adalah sebuah pengecualian.

Karena sudah diberikan kesempatan begini, akan sia-sia jika tidak digunakan.

Dia sepertinya juga merupakan tipe seseorang yang tidak suka berhutang pada orang lain.

Aku mengambil napas yang dalam dan mengatakan keinginanku.

"Aku... ingin melihat celana dalam-mu."

"Oh, kau mengatakannya tanpa ragu. Boleh juga."

Sudah kuduga dari Barten. Dia memang mengerti sifatku.

Yah, dilihat dari sikapnya, palingan dia akan menolaknya, sih...

Saat aku hendak berbalik untuk pergi menuju ke kamar mandi...

"Ba--Baiklah."

...!

"Eh...? Barusan kau bilang apa...?"

"A--Aku hanya perlu menunjukkannya padamu, kan...? Celana dalam-ku..."

Tu--Tuan Putri ini benar-benar serius...?

Padahal, aku tidak mengharapkan jawaban itu.

Apa aku sedang beruntung...?

O--O--Oi. Apa kau benar-benar serius?

"Sudah kuduga jika isi pikiranmu itu hanya penuh dengan hasrat-hasrat cabul-mu saja..."

Mendengarnya dari orangnya langsung membuatku hatiku sakit...

Yah, mumpung Rord sedang pergi ke kamar mandi.

"A--Aku mulai, ya."

"Ba--Baik. Aku siap."

Dengan perlahan, Lucia mulai mengangkat rok pendeknya itu.

Perlahan demi perlahan, celana dalam putih polos imutnya itu mulai terlihat dengan jelas.

Sudah kuduga. Ini membuatku tersipu malu...

Aku mengalihkan pandanganku ke samping karena perasaan tersebut.

"Ba--Bagaimana?"

"Ya--Yah, kurasa rasanya bagus juga."

"Bukan itu yang kutanyakan, tahu..."

Lucia mengalihkan pandangannya ke tempat lain, mencoba untuk menghindari kontak mata langsung denganku.

Wajahnya menjadi merah merona karena tersipu malu.

Imut sekali...

Tetapi...

Meskipun aku sudah pernah melihatnya sebelumnya, melihatnya melalui jarak yang dekat begini benar-benar sebuah pengalaman yang berbeda... luar biasa.

Memang tidak diragukan lagi dari Tuan Putri.

Aku tidak dapat melihatnya sebelumnya... tapi, dia terlihat memakai garter belt yang terhubung langsung dengan stocking putihnya.

Apa wanita-wanita di dunia ini memang sering memakai yang begituan?

"E--Ehem! Ku--Kurasa itu sudah cukup."

Aku memegang pundak Lucia dan menyuruhnya untuk segera berhenti.

Itu benar, tidak baik untuk memperlihatkan sesuatu seperti itu pada lelaki yang baru kau kenal. Aku baru mengingatnya.

Itu membuatku merasa bersalah dan dengan segera mencoba untuk menghentikannya.

"Ta--Tapi, sebenarnya, aku masih punya satu keinginan lagi."

"Sa--Satu lagi...?"

"Ya--Ya, benar. Apa kau keberatan?"

Lucia terlihat sedikit terganggu ketika aku mengucapkannya.

Namun, mungkin karena ia masih merasa berhutang padaku, ia akhirnya menerimanya dengan terpaksa.

"Ba--Baiklah. Apa boleh buat. Hanya satu lagi saja, ya."

Mengatakannya, Lucia mengibaskan rambut pirangnya yang sudah lusuh itu.

Sepertinya dia masih tetap mencoba untuk tampil dengan anggun meskipum dalam kondisi seperti ini.

Sebenarnya, aku sudah memikirkan hal ini untuk waktu yang cukup lama sejak aku pertama kali bertemu dengannya.

Kesempatan untuk mempertemukan mereka.

"Jadi, apa keinginanmu itu?"

Aku menyipitkan kedua mataku untuk melihat jam dinding yang ada di guild.

Aku mengalihkan pandanganku kembali pada Lucia.

Dia terlihat sedikit terkejut saat aku tiba-tiba menatapnya dan dia ikut mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

"Besok pagi, dalam pukul yang sama, datanglah ke guild dan temui aku. Tidak boleh datang lebih awal ataupun telat, kau mengerti?"

"Ha--Hanya itu saja?"

"Ya. Apa kau sedang ada acara?"

"Ti--Tidak, kok. Ta--Tapi, memangnya apa yang ingin kau lakukan pagi-pagi begitu...?"

Lucia memainkan rambut panjangnya yang sudah lusuh itu dengan jari-jari tangannya.

"Sudahlah, datang saja. Ingat, ya. Tidak boleh datang terlalu awal ataupun telat, okay?"

"O--Okay..."

....

Karena menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan, tubuhku akhirnya mengeluarkan keringat yang sangat banyak sehingga bisa membuat pakaianku sampai jadi basah kuyup.

Tetapi... Lucia yang kugendong di belakangku sepertinya juga terkena keringat-keringat tersebut sehingga membuat dirinya berada dalam keadaan yang sama sepertiku.

Sepertinya sekarang dia sudah menyadarinya...

Hanya dengan melihatnya saja aku bisa langsung tahu.

Lucia sedang sangat marah.

Namun, nampaknya ia tak dapat mengeluarkan amarahnya tersebut terhadap sang penyelamatnya.

Hingga akhirnya ia hanya bisa dapat menatapku sembari memasang wajah cemberut.

Itu terlihat manis...

Bab berikutnya