webnovel

Chapter 1

Lima belas tahun yang lalu...

"Hai, gadis kecil!" Seorang pria yang diperkirakan berusia kisaran tiga puluh tahun memakai jaket hitam dengan hoodie kepala berwarna senada membungkuk ke arah anak kecil berusia lima tahun.

Di bawah cahaya kelam, pria tersebut memiringkan kepalanya dengan mendelikkan mata ke arah sasarannya. Anak kecil tersebut terduduk. Terlihat lutut kakinya terluka. Rambut kucirnya sudah berantakkan tak rapi.

"Ikuti aku." Pria tersebut mengangkat anak kecil didepannya dengan paksa. Anak kecil itu meronta-ronta.

"Lepaskan aku!" jerit anak tersebut namun tak dihiraukan oleh pria itu.

***

Disisi lain ....

Bagaimana tidak. Malam itu, kediaman keluarga Ronan kedatangan tamu yang tidak di undang. Musuh mereka mengirim pasukan pembunuh bayaran. Diperkirakan lebih dari sepuluh pembunuh di kirim.

Kepala keluarga menyelamatkan istri dan anak laki-lakinya bersama para pengawal, istri dan tiga anak laki-lakinya telah diamankan.

"Bagaimana dengan Kyra?" tanya Arin, istri Ronan dengan cemas.

"Biarkan aku yang mengurusnya. Kamu dan anak-anak cepatlah pergi ketempat yang aman dahulu," sahut Ronan mendesak istrinya.

"Apa maksudmu! Bagaimana bisa aku meninggalkan anakku di saat berbahaya seperti ini!" bentak Arin.

"Aku akan menjemput Kyra. Aku janji dia akan selamat," bujuk Ronan dengan nada cemas juga.

Arin menganggukkan kepalanya dan pergi dengan di kawal para pengawal lainnya pergi meninggalkan Ronan dengan anggota pengawal tersisa yang juga bergegas ke lantai empat kediaman mereka.

Namun saat sampai ke pintu kamar anak bungsunya, tampak mayat anak kecil bersimbah darah dengan wajah yang hancur tergeletak di bawah tempat tidur.

Dengan pikiran yang berkecamuk dan langkah sigap, Ronan mengangkat anaknya tersebut ke dalam dekapannya. Memeluk dan menggendong anak bungsunya keluar kamar. Matanya bergetar hebat karena amarah membuncah hingga ke dalam pikirannya.

"Tuan lantai tiga sudah di kuasai musuh. Para pengawal lainnya akan berusaha menghadang mereka. Tapi waktunya sangat terbatas," lapor salah satu pengawal Ronan datang memberi informasi.

"Ledakkan rumah ini. Keluarkan persediaan peledak kita dari dalam gudang. Letak di sudut dan celah lain agar rumah ini hancur tak bersisa. Dan jangan sampai meninggalkan bukti," perintah Ronan.

"Siap laksanakan!" jawab pengawalnya.

Tunggu pembalasanku bajingan!! batin Ronan penuh amarah.

Ronan dan para pengawalnya berusaha keluar dari kediaman mereka. Pengawalnya yang lain telah melaksanakan perintahnya. Kini mereka keluar dari lorong rahasia yang berada di lantai 4 dengan menuruni anak tangga yang langsung tembus menuju area belakang kediamannya.

***

'Disini telah tenang dengan polo kecilnya, Kyra Ronan'

Begitu tertulis di atas batu nisan dihiasi karangan bunga di pusara tersebut.

Ronan, Remo, Reynold, Kyrie memakai setelan serba hitam dilengkapi jas selutut membungkuk di depan pusara Kyra. Arin terduduk meraung sedih memeluk pusara anak bungsunya.

"Hiks ... hiks ... anakku ..," lirih arin.

Ronan menangkup pundak istrinya dan memapahnya berdiri perlahan. "Kyra akan menunggu kita di surga nanti, Arin," gumam Ronan di telinga istrinya. Arin menutup mata. Linangan air di pelupuk mata nya kian deras.

"Hiks ... hiks ... hiks ...," tangis arin menutup mulut dengan sapu tangannya. Ronan menyeka air mata istrinya.

"Ayah dan Ibu akan kembali duluan, jika kalian masih ingin di sini, ingatlah untuk pulang. Kita akan makan malam bersama malam ini," ujar Ronan kepada tiga anaknya yang menatap kosong pusara adik mereka.

Remo anak sulung berusia tiga belas tahun menganggukkan kepala mendengar perkataan ayah mereka. Sedangkan yang lain masih terdiam. Ronan memapah istrinya ke mobil mereka. Pengawal membukakan pintu mobil untuk suami istri tersebut, kemudian menutup pintu mobil dan bergegas ke bilik samping pengemudi. Sopir melajukan mobil meninggalkan tiga anak mereka dengan pengawal lainnya.

"Kak, aku yakin Kyra belum meninggal," gumam Reynold putra kedua keluarga Ronan saat ini berusia sepuluh tahun sambil memegang tangan adik bungsunya.

Remo masih terdiam mendengarkan adiknya. Pikirannya masih kacau. Malam itu, saat mereka pergi ke tempat yang aman, dia melihat seseorang hendak menutup bagasi mobil. Sekilas dirinya melihat seorang anak yang mirip dengan Kyra, adiknya.

"Ya, Kyra masih hidup. Hingga saatnya tiba kita harus menyelamatkannya," ujar Remo.

Reynold dan Kyrie menoleh melihat ke arah Remo.

"Apa maksudmu kak?" tanya Kyrie putra ketiga Ronan yang juga saudara kembar Kyra berumur lima tahun. Anak yang terbilang telah cukup dewasa dalam didikan keluarga Ronan mengerti yang dikatakan kakak sulungnya.

"Seperti katamu Rey, Kyra masih hidup, namun aku masih harus menyelidikinya. Dan saat ini jangan katakan pada ayah dan ibu hingga saatnya kita yakin dengan bukti-bukti yang sudah terkumpul nanti."

Remo menoleh ke arah adiknya. Reynold dan Kyrie mengangguk diam.

Mereka berbalik dan bergegas pulang ke rumah dengan mobil lainnya. Pengawal dan sopir membukakan pintu untuk mereka. Mobil melaju ke arah jalan raya.

Remo berpikir jika dia lebih besar lagi, maka adiknya akan kembali. Di tambah dengan besarnya kekuasaan keluarga Ronan jika dia kelak tumbuh besar dan menjadi penerus keluarga Ronan.

***

Disisi lain, seorang anak laki-laki berusia sekitar sepuluh tahun berdiri tak jauh dari pusara Kyra. Menundukkan tengkuknya sembari berdoa kepada Tuhan di depan nisan ayah dan ibunya.

Saat selesai berdoa, dia membuka matanya. Terdengar samar seseorang berkata 'Kyra... hidup... menyelematkan' lalu anak itu melirik ke arah samping kanan tempat sumber suara itu berasal hingga si pemilik suara pergi.

Anak itu melangkah ke arah pusara tempat pemilik suara tadi berdiri. Dilihatnya nama 'Kyra Ronan' tertulis di batu nisan tersebut.

"Kyra Ronan," batinnya.

Berbalik meneruskan langkahnya keluar dari area pemakaman, anak tersebut melafalkan kembali nama Kyra Ronan di dalam pikirannya hingga ke mobil yang terparkir di tepi jalan.

"Saatnya kembali ke rumah, Tuan Muda," ujar seorang sopir sambil membukakan pintu untuk tuannya.

Anak itu masuk tanpa menghiraukan ucapan sopir yang membukakannya pintu mobil. Sopir tersebut menghela napas berat karna hari ini tepat satu tahun kepergian tuan dan nyonya besarnya. Terlebih mereka meninggalkan banyak warisan dan beban di pundak kecil tuan mudanya.

Si sopir masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesin mobil. Lalu mereka keluar dari area makam.

***

"Kalian sudah sampai," lirih Arin saat melihat anaknya telah sampai ke rumah.

Arin sengaja menunggu anak-anaknya di ruang tamu. Pikiran berkecamuk dan tidak tenang. Sebagai seorang ibu, dia merasakan perasaan hebat yang menggerayangi hati dan pikirannya, tapi tidak tahu apa itu.

"Ibu ...." Kyrie, saudara kembar Kyra menggelayut dalam pelukan ibundanya. Melingkarkan kedua tangannya di leher ibunya.

"Sekarang kalian bergegas mandi dan setelah berbenah, turunlah untuk makan malam keluarga. Ada hal yang Ayah kalian ingin sampaikan." Anak-anak semua naik di bantu oleh pengasuh mereka masing-masing.

Bab berikutnya