webnovel

KONSULTAN RANJANG

Dari pengalaman rumah tangga pribadinya, Lelis Mustika Ningrum, yang akrab di panggil Lelis akhirnya terinspirasi membuka usaha biro jasa sebagai konsultan yang membantu pasangan pasutri memperbaiki hubungan rumah tangga mereka yang terasa hambar. Namun, Lelis sama sekali tidak menyangka, ide membuka biro jasa 'KONSULTAN RANJANG' justru menjadikan sahabat karibnya sebagai klien pertama di biro jasa tersebut. Akankah Lelis berhasil mengembangkan Biro jasa Konsultan Ranjang?

IntenSaninten · perkotaan
Peringkat tidak cukup
392 Chs

Gara-gara DM

Wahyu, Lelis dan Wawan sekarang duduk di bangku panjang di samping pos satpam. Sebelumnya Lelis memberi tahu Wahyu kalau Wawan mendaftar untuk menjadi klien di biro jasanya. Setelah menyapa dan berbasa-basi dengan Wahyu, Wawan langsung menceritakan permasalahan yang sedang di hadapinya.

"Semalam Nisya demem sampai empat puluh derajat, Minggu pagi saya memang masih di Bandung, tetapi seharusnya saya sudah sampai rumah bada ashar, sehingga bisa menemani Pipit membawa Nisya ke rumah sakit. Namun, saya benar-benar khilaf. Ada teman waktu kuliah minta nebeng pulang bareng, lebih tepatnya kami janjian pulang bareng. Sebulan ini saya dan Mariska memang aktif ngobrol via chat WhatsApp."

Wawan terlihat tagu-ragu menceritakan penyebab masalah secara keseluruhan. Lelis dan Wahyu berusaha menjadi pendengar yang baik tanpa menginterupsi cerita Wawan. Setelah berhenti sesaat Wawan berusaha melanjutkan lagi ceritanya. Telapak tangannya saling bertautan, pandang Wawan lurus ke depan, matanya sarat akan penyesalan.

"Dia single, dimulai chatting iseng DM di Instagram, kemudian kami bertukar nomer kontak dan seperti itulah, lama kelamaan saya menikmati kedekatan kami. Hari jumat kemarin dia mengirim chat kalau saat dia sedang berada di Bandung dan akan pulang minggu sore, saya dengan senang hati menawarkan diri untuk menjemputnya.

Jadwal rutin mengantar keripik tike dan emping mentah ke beberapa toko di Bandung pun saya majukan. Seharusnya minggu depan saya ke sana, tapi saya berangkat malam Minggu kemarin."

Sejenak Wawan menengok ke arah Wahyu dan Lelis yang tampak diam mendengarkan cerita, sesekali Lelis terlihat menuliskan sesuatu di buku catatan kecil.

"Pipit sempat melarang karena Nisya sabtu pagi mulai rewel dan sudah terlihat lesu, tetapi saya memaksa pergi dengan alasan sudah ditelepon berkali-kali pihak toko. Minggu siang harusnya saya langsung pulang ke rumah, tetapi jam sebelas saya menjemput Mariska. Awalnya kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu.

Benar kata orang, mantan itu sangat menggoda dan saya benar-benar tergoda. Apalagi kail yang saya lempar disambut dengan baik oleh Mariska. Tatapan dan sikap Mariska yang menggoda membuat jiwa lelaki saya ingin menerkamnya dan tanpa berpikir panjang saya menerima ajakan Mariska untuk istirahat sejenak di hotel. Jam satu kami check in di salah satu hotel kecil di kawasan Buah Dua. Ponsel pun saya matikan sampai jam tujuh sore. Saya mengaktifkan ponsel sebelum chek out dan ada puluhan chat serta panggilan tak terjawab dari Pipit yang mengabarkan Nisya demam tinggi sampai menggigil jadi dilarikan ke rumah sakit."

"Ikatan batin itu, Pak. Ngerasa bapaknya lagi berpaling langsung nyetrum ke Nisya," potong Lelis.

Wawan mengusap kasar wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Silakan dilanjut, Pak," pinta Wahyu.

"Saya saat itu panik, Pak. Langsung saja segera ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap pulang, saat itulah Riska membuka ponsel saya yang belum terkunci. Dia mengirim foto kami berdua beserta bukti struk pembayaran hotel dan langsung menghapus pesan yang dia kirim ke Pipit. Saya kan gak ngecek ponsel, Pak. Jadi begitu keluar dari kamar mandi langsung bergegas pulang." Wawan menoleh sekilas pada Wahyu.

"Tujuan pertama tentu saja mengantar Riska pulang terlebih dahulu, gak mungkin saya bawa dia ke rumah sakit. Dari rumah Riska langsung ke rumah sakit. Namun, di ruang tunggu saya dihadang oleh keluarga besar kami dan tidak diijinkan masuk. Pipit ternyata menunjukan foto yang dikirim Riksa ke bapak. Jadilah saya dihadiahi bogem mentah disini," Wawan menunjukan pelipisnya yang masih terlihat memar.

"Saya bodoh banget, Pipit begitu sabar ngurusin Nisya dan Bang Zaki, ngurus rumah juga. Meskipun dia bekerja, tapi anak selalu menjadi prioritas utamanya. Saya yang bodoh bisa-bisanya saya khilaf terlalu jauh. Benar apa yang dikatakan Pipit kalau penyesalan selalu datang di akhir, kalau gak kayak gini kejadiannya belum tentu saya menyesal dan menyadari kesalahan saya dengan cepat."

Sesekali Wawan menghembuskan nafas dengan kasar ketika dia menceritakan kejadian rinci awal permasalahanya. Setelah Wawan menyelesaikan ceritanya Lelis kemudian bertanya apa penyebab awal mula Wawan menjalin komunikasi dengan Mariska di belakang sang istri.

Dengan berat hati Wawan mengakui kalau itu terjadi karena dia merasa hubungannya dengan Pipit terasa monoton dan membosankan di usia pernikahan mereka yang kedelapan tahun. Dia juga merasa kurang diperhatikan sang istri, apalagi Pipit selalu terlihat kepayahan setiap malam hingga kerap kali tetap bersedia melayani Wawan tetapi matanya terpejam, sedangkan fantasi Wawan sebagai lelaki sangat tinggi sehingga kerap kali dia merasa kecewa dan tidak puas pada Pipit.

"Sekarang saya rasa sudah jelas ya, Pak, sumber masalahnya. Saya siap membantu jadi mediator untuk bapak dan bu Pipit. Itu juga kalau bapak bersedia benar-benar gak akan mengulangi kesalahan yang sama," putus Lelis setelah mendengar semua cerita dari Wawan.

"Saya benar-benar menyesal, Bu. Saya gak mau kehilangan Pipit dan anak-anak. Saya janji tidak akan mengulangi lagi."

"Komunikasi itu penting, Pak, kalau ada rasa kurang puas atau apa, lebih baik bapak sampaikan secara baik-baik," saran Wahyu pada Wawan.

"Ya sudah, Pak. Insya Allah secepatnya saya ke rumah sakit buat nengok Nisya dan ngobrol dengan bu Pipit. Semoga bu Pipit bisa terbuka pada saya supaya bisa membantu mencari jalan tengah untuk masalah kalian."

"Terima kasih, Bu Lelis dan Pak Wahyu sudah bersedia membantu."

"Semoga, semuanya bisa diperbaiki ya, Pak. Assalamualaikum," pamit Wahyu pada Wawan.

Mereka meninggalkan Wawan dan keluar dari gerbang sekolah dengan berboncengan sepeda motor Wahyu.

__I.S__

Sore ini Wahyu dan Lelis mengajak Serlin menjenguk Nisya di rumah sakit. Peraturan di rumah sakit yang melarang anak-anak masuk ke dalam area rumah sakit membuat Wahyu dan Serlin menunggu Lelis di taman bermain yang tidak jauh dari rumah sakit.

"Assalamualaikum," sapa Lelis pada beberapa penunggu yang duduk di depan ruang rawat Nisya, meski satu pun tidak dia kenal.

"Waalaikumsalam," sapa mereka serentak.

"Saya mau jenguk adik Nisya putri dari pak Wawan dan bu Pipit."

"Oh, iya di dalam, masuk saja, Bu," perintah salah satu diantara mereka.

Lelis melangkah masuk ke ruang rawat kelas dua yang ditempati Nisya dimana satu ruangan ditempati dua pasien. Lelis melihat mata Nisya terpejam dan pipit duduk di kursi di dekat ranjang.

"Assalamualaikum, Bu Pipit," sapa Lelis ketika sudah berdiri di samping ranjang dimana Nisya terbaring tidur.

"Waalaikumsalam, Bu Lelis ya?" Pipit berdiri dan menyalami lelis.

Lelis memberikan bingkisan yang dia bawa serta bertanya tentang keadaan Nisya dan memberi semangat pada Pipit agar tetap sabar dan menjaga kesehatan.

"Pak Wawan mana, Bu?" Pertanyaan Lelis langsung merubah raut wajah Pipit. Pipit terlihat enggan menjawab pertanyaan dari Lelis.

Jangan lupa komen dan reviews yakak.

cara review:

- Klik Rak

- Pilih "Konsultan Ranjang"

- Klik tanda titik tiga di cover

- Klik tentang buku ini

- Klik beri rating/peringkat yang ada gambar bintang lima ya kak.

Terima kasih buat yang selalu baca. Aku tunggu reviewnya kak....

IntenSanintencreators' thoughts