webnovel

Ujian Tiba

Gue geleng-geleng kepala ngeliat Yesi dan Oci makan ice cream serasa ikut lomba agustusan." Sudah makan ice creamnya nanti kamu tambah gendut!" Gue menggelengkan kepala.

"Biarin toh yang gendut itu saya, bukan Yesa,kan?" Jawab Yesi ketus. Gue ngerebut paksa cup ice cream itu dari tangan Yesi dan mengangkatnya tinggi-tinggi biar Yesi nggak bisa ngejangkaunya. Ambil.kalau bisa, gue izinin kamu ngabisin semuanya."

"Cih. sombong, mentang-mentang badan tinggi. Yesi terus ngebully gue dengan pasang muka cemberut tapi lucu sih kalau lagi marah.

"Makan aja semua ice creamnya buat, Yesa." Yesi melangkah ninggalin gue, terus dia berbaring di sofa dan memilih menonton TV. Gue ngikutin Yesi dari belakang dan ikut berbaring di sofa.

"Ngapain sih,Yesa?"

"Ikut kamu nonton!"

"Tapi masih ada sofa yang lain, bukan cuma sofa ini aja" ucap Yesi

"Mau gue peluk" jangan marah-marah,Yesi. Kamu galaknya ternyata melebihi aku,ya? Apa kamu PMS"lanjut gue lagi

Iya,bentar lagi PMS. Dan Yesa lama-lama udah bikin Yesi kesel!"

Gue terkekeh, dan ngusap kepala Yesi lama. Diam-diam gue tersenyum kami berdua sama-sama egois dan nggak mau ngalah satu sama lain.Tapi, Yesi lebih dewasa menghadapi gue yang kekanakan ini. Tidak sedikit pertengkaran yang kami buat. Tapi kami berdua punya cara sendiri untuk menyelesaikannya.

Gue memeluk tubuh hangat Yesi sambil memejamkan mata. Tubuh yang belakangan ini menjadi tempat favorit gue. Kalau meluk Yesi bawaannya gue pengen tidur terus. Gue rasa ini Zona nyaman gue yang baru.

Hari pertama UAS. Guru pengawasnya dua orang, dan salah satunya Pak Harry. Tiap kelas setiap harinya di awasi sama guru BK Pak Harry. Kelas gue mendapat giliran pertama, entah itu suatu kebetulan, kebiasaannya kan berurutan dari kelas X dulu, tapi saat ini di mulai dari kelas gue dulu, kan aneh banget!

Saat UAS, meja kami yang awalnya dempet-dempetan kini di pisah menjadi sendiri-sendiri, dan duduknya pun sesuai dengan urutan abjad. Karena nama gue yang urutan belakang. Jadi, posisi gue di belakang,paling pojok, kurang horor apalagi?

Masih ada waktu sepuluh menit. Temen-temen gue pada sibuk nyusun rencana supaya mereka bisa saling contek-contekan. Hanya beberapa anak saja yang terlihat membaca buku, itu juga murid yang pintar di kelas, termasuk gue.

Buku Matematika milik gue terbuka di atas meja, tapi nggak gue baca. Karena gue udah mabok liat angka dan rumus-rumus, di tambah Uli yang nggak berhenti nyerocos di samping gue.

Di bela-belain Ryan menggeser kursi yang sebenarnya di tempati Uli dan mengusir si pemiliknya untuk sementara

"Yesa, nanti kalo gue ngasih kode, lo harus peka,ya ?" Gue ngangguk.

"Jangan pura-pura nggak denger, ya ?"

"Pokoknya jangan pelit kasih contekan?"

"Iya,Ryan,Iya!" Gue sebel sendiri jadinya

Omongan Ryan berputar-putar sama intinya CONTEKIN DIA.

Ryan terkekeh, tapi beberapa menit kemudian dia marah-marah nggak jelas karena Uli mengusirnya.

Gue menggelengkan-gelengkan kepala melihat mereka berdua. Dua-duanya nggak mau kalah, dan nggak ada yang mau ngalah. Ryan ngotot masih ingin ngobrol sama gue dan Uli bersikeras karena dia mau duduk di tempatnya sendiri.

Perdebatan itu masih lanjut sampai tiba-tiba Pak Harry berdehem datang dari arah belakang mereka, barulah Ryan mau kembali ke tempatnya sambil menatap dongkol kearah Uli.

"Perhatian! Semua buku catatan di masukkan ke dalam tas lalu kumpulkan ke depan kelas. Yang ada di atas meja cuma alat tulis saja!" Pembukaan yang menegangkan dari Bu Yuli.

 

Setelah semua tas terkumpul, kami semua berdiri di meja masing-masing untuk pemeriksaan seperti menggeledah laci meja,dll. Hanya sekedar itu sekolah gue menjunjung kejujuran. Tapi seketat Apapun pengawasan ulangan, masih ada seribu cara bagi para murid untuk mendapatkan contekan.

Bu Yuli membagikan lembar soal ulangan, sedangkan Pak Harry membagikan lembar soal jawaban. Setelah semua kebagian, kami belum di perkenankan untuk mengerjakan soal yang masih dalam keadaan terbalik.

Saat kedua pengawas sudah kembali ke tempat duduk mereka, Pak Harry menjelaskan tata tertib saat ulangan berlangsung, seperti: dilarang berisik, di larang mencontek, di larang kerjasama dan masih banyak yang lainnya.

"Sebelum ulangan di mulai, berdoa terlebih dahulu,"kata Bu Yuli. Selesai berdoa, barulah kami mengerjakan soal Matematika.

Selama lima belas menit suasana masih hening, masih nggak ada yang melakukan pergerakan. Tapi, di menit ke dua puluh, sudah mulai suara desis desisan.

Dengan penuh konsentrasi gue menjawab di lembar jawaban soal-soal yang dari pertanyaan mudah,sedikit mudah sampai yang sulit sekalipun.

Apaan,nih. Mata gue kaya ada bintang-bintangnya saat mengerjakan soal yang paling sulit.

"Psssttt...Psssttt...Yesa ?" Uli berbisik sepelan mungkin. Matanya sesekali menatap ke arah depan takut gerak geriknya ketahuan sama Pak Harry dan Bu Yuli. Gue pengen berlagak tuli karena nggak mau ada masalah, di tambah lagi yang mengawasi gurunya galak semua. Tapi apa daya gue itu orangnya nggak tegaan sama teman. Sekuat apapun gue mencoba nggak peduli, tapi nggak bisa.

Gue menoleh kesamping. "Iya,Uli?"jawab gue nggak kalah pelan. Uli membuat isyarat dengan jarinya, seolah bertanya, nomor lima jawabannya apa? Gue ngangguk lalu melihat lembar jawaban, beruntung nomor lima sudah gue jawab. Jadi, gue kasih tahu Uli.

Namanya juga teman, gue ngasih contekan sesuai dengan apa yang ada di lembar jawaban gue. Gue nggak mau ngebohongin mereka atau nyalah-nyalahi contekan yang gue kasih ke mereka.

Ryan sedari tadi mencuri-curi pandang ke arah gue. Gue arahin tatapan sepenuhnya pada dia, sambil berbisik, Apa ?"dengan suara di bikin lirih, hanya gerakan bibir saja.

Ryan tersenyum, kemudian gerakin jarinya." Nomor sembilan,12,15 sama 21."

Mata gue melotot. "Nggak sekalian minta jawaban semuanya aja!"masih dalam mode tanpa suara.

Ryan nyengir sambil menangkupkan ke dua tangan di depan dadanya, dengan isyarat mulut. "Please !"wajahnya dibuat se menyedihkan mungkin.

Gue menghela napas, melihat kelembar jawaban lagi, kemudian ngasih tahu jawaban soal ke Ryan. Dia mengucapkan terima kasih "Saranghae"

"Kamu.meja pojok yang di belakang!"

Suara Pak Harry terdengar nyaring di suasana kelas yang hening. Gue menoleh melihat siapa yang barusan dia tegur.Tapi gue nggak menemukan apa-apa. Pandangan gue kembali ke Pak Harry. Dia balik menatap gue dan itu buat perasaan gue nggak enak. jangan-jangan yang dia maksud gue ?

Gue mencocokkan kondisi dengan ciri-ciri yang Pak Harry sebut tadi, meja pojok belakang. Badan gue menegak, gue menatap Pak Harry sambil nunjuk diri gue.

"Iya,kamu. Siapa lagi ? Hanya kamu saja yang celingukan kesamping."

Mampus, rupanya Pak Harry jeli banget dalam mengawasi gerak-gerik anak didiknya, di tambah gue dari tadi kode-kodean terus sama Uli dan Ryan.

Gue tersenyum gugup. "M-maaf,pak," ucap gue pelan."Ini peringatan pertama. kalau kamu terlihat berdiskusi lagi sama teman kamu, maka kamu akan saya keluarkan!"

Dengan cepat gue mengangguk, dan menunduk menatap soal jawaban sepenuhnya.

Sebenarnya gue udah selesai dari tadi. itulah yang ngebuat gue nggak bisa diam.

Bab berikutnya