webnovel

Jangan Rebut Suamiku

Volume 1 Sabila Hanum harus menerima kenyataan jika suami yang ia cintai dengan tega menghianatinya secara terang-terangan. Kondisi Sabila yang semakin memburuk pasca penyakit stroke yang di deritanya memaksanya harus menghabiskan waktu di atas tempat tidur. Tommy Permana suami Sabila yang telah mengikrarkan janji akan merawat Sabila sampai sembuh, kini telah mengingkari janjinya tersebut. Tanpa dosa Tommy telah menarik penghianatan masuk kedalam istana indah yang telah dibangun oleh dirinya bersama Sabila. Dengan tekad yang kuat dan doa-doa yang tak pernah putus Sabila panjatkan, mukjizat datang untuk Sabila. Sabila dinyatakan sembuh total dari penyakit stroke yang di deritanya, sampai pada akhirnya karma membalas perbuatan Tommy dan hal itu tak membuat Sabila dendam. Sabila justru merawat Tommy dengan tangan penuh kasih sayang, hingga akhirnya Tommy menyesali semua perbuatannya. Volume 2 Santi tidak menyangka jika hubungan percintaannya dengan Rahman Permana harus menghadapi kerikil tajam. Santi terpaksa menjauhi Rahman atas perintah Ibunda Diana yang merupakan istri dari koleganya Rahman. Beliau mengancam Santi dengan cara akan memutus hubungan kerja antara suaminya dan Rahman, jika Santi masih berhubungan dengan Rahman. Santi merasa tertekan dan bingung, di sisi lain Santi sangat mencintai Rahman dan tidak ingin berpisah dengannya. Namun di sisi lain Santi juga tidak ingin jika bisnis yang selama ini telah Rahman rintis menjadi bangkrut. Demi kebaikan bersama, Santi menyetujui perjanjian itu dan meminta Ibunda Diana untuk tidak memutus hubungan kerjasama antara suaminya dan Rahman. Santi pun memutuskan untuk kembali ke Jogja untuk fokus dengan kuliahnya, di perjalanan pulang Santi bertemu dengan Semesta. Laki-laki yang tidak sengaja melihatnya menangis di kereta, lalu Semesta memberikan Santi selembar tisu. Kedekatan mereka pun berlanjut ketika Santi tau jika Semesta bekerja di kebun jeruk milik eyangnya. Selama di Jogja hubungan Santi dan juga Rahman makin memanas, Rahman merasa jika Santi telah berubah dan tidak perhatian lagi padanya. Untuk menyelesaikan masalah mereka berdua, Rahman terpaksa melibatkan Sabila yang notabene ibu angkat Santi untuk memberikan solusi. Namun sayang, Santi menjadi salah paham dengan perkataan ibu angkatnya. Santi memutuskan untuk pergi dari rumah dan menaiki bus dengan tujuan ke Surabaya. Dan sesampainya di Surabaya, Santi bingung harus pergi kemana. Karena ia tiba di Surabaya tepat dini hari, ia terpaksa untuk berjalan menyusuri area sekitar terminal untuk mencari penginapan. Namun na'as Santi mengalami peristiwa perampokan dan para perampok tersebut mendorong Santi hingga terjatuh dan kepalanya membentur trotoar. Santi pingsan, lalu tak lama kemudian datang seseorang menolongnya dan membawa Santi ke rumah sakit. Dan laki-laki itu bernama Bima Aksara, Bima tidak menyangka jika wanita yang di tolongnya semalam sangat mirip dengan almarhumah calon istrinya yang meninggal 1 bulan yang lalu akibat kecelakaan. Setelah Santi sadar, namun sayang Santi mengalami hilang ingatan dan akhirnya Bima memberi nama Santi dengan sebutan "Zahra" sesuai dengan nama almarhumah calon istrinya. Mampu kah santi menjalani kenyataan setelah hilang ingatan? dan siapakah orang pertama yang Santi ingat ketika ingatannya kembali pulih?

julietasyakur · perkotaan
Peringkat tidak cukup
410 Chs

Part 12 - Gugatan Cerai

Tommy masih di sibukkan dengan pekerjaan yang sudah dua hari terbengkalai karena ia sempat cuti bekerja. Pikirannya tentang Laras sesekali masih sering menghantuinya, karena Laras pergi sangat tiba-tiba dan tidak memberikan tanda-tanda apapun.

Tak lama kemudian suara ketukan pintu terdengar, Tommy pun langsung mempersilakannya masuk. Di lihatnya Rena sudah berdiri di hadapannya yang hanya berjarak sepuluh meter dari tempat duduknya. Rena terlihat sangat cantik hari ini, dengan menggunakan dress mini bercorak bunga-bunga dan ia juga memadukannya dengan belt berwarna cokelat yang melingkar di pinggangnya.

"Permisi pak, ada berkas yang harus di tanda  tangani oleh bapak". Ujar Rena sambil berjalan anggun ke arah Tommy dan hal itu membuat Tommy semakin terpesona melihatnya.

Tommy tersenyum dan langsung membubuhkan tanda tangannya mengikuti instruksi Rena. Setelah selesai membubuhkan tanda tangan, Tommy pun berniat untuk mengajak Rena berkencan nanti malam.

"Ren, nanti malam kamu ada acara gak?". Tanya Tommy.

"Nggak ada pak, kenapa? Apa kita akan lembur malam ini?". Sahut Rena lirih.

"Iya kita akan lembur malam ini, tapi gak di kantor. Melainkan di Cafe Cemara, kamu bisa?". Ujar Tommy.

Rena tersenyum. "Bisa pak, baiklah kalau begitu saya permisi dulu". Gumam Rena yang langsung keluar dari dalam ruangan Tommy.

Tommy pun merasa tidak sabar ingin segera berkencan dengan Rena. Sementara itu di lain tempat, Rena kembali meletakan berkas yang baru saja di tandatangani olehnya di atas meja kerjanya. Kemudian ia langsung meraih ponsel miliknya yang ia letakkan di dalam laci meja kerjanya.

Rena pun langsung mengetik pesan singkat untuk seseorang yang menandakan misi mereka berdua telah berhasil dijalankan.

Misi awal berhasil, dia sudah mulai mengajakku untuk berkencan nanti malam.

Rena pun langsung mengirim pesan tersebut pada seseorang, ia pun tersenyum licik karena sebentar lagi apa yang ia inginkan akan segera terwujud.

Hari sudah semakin larut, semua karyawan telah meninggalkan kantor sejak satu jam yang lalu, Rena pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan Tommy. Rena pun melihat Tommy yang sedang membereskan beberapa berkas penting miliknya.

"Pak Tommy". Panggil Rena dari balik pintu.

Tommy pun menoleh ke arah Rena. "Rena, masuklah". Sahut Tommy.

Rena pun langsung melenggang masuk dan berjalan santai ke arah Tommy.

"Masih sibuk ya pak? Boleh saya bantu?". Ujar Rena dengan nada suara yang sedikit manja.

Tommy pun menatap kedua mata Rena, lalu tersenyum. "Tentu saja, aku sangat senang jika kamu mau membantu. Oh ya, berhubung jam kantor sudah lewat sebaiknya kamu jangan panggil saya bapak, panggil saja mas. Okey sayang". Gumam Tommy.

"Baik pak, emm.. Maksud saya Mas Tommy". Sahut Rena gugup.

"Nah gitu dong, santai saja Rena jangan gugup begitu". Seru Tommy sambil berjalan menghampiri Rena, Tommy pun langsung mengenyampingkan rambut Rena, lalu menyelipkan rambutnya di daun telinga Rena. "Kamu cantik Rena". Sambung Tommy.

Rena pun tersipu malu. "Terimakasih mas".

Sementara Tommy makin berani untuk melingkarkan tangannya di pinggang Rena. Lalu ia mencoba untuk mengecup Rena, namun Rena menolaknya.

"Mas, jangan di sini. Ini kantor, kalau nanti ada yang liat gimana?". Ujar Rena lirih.

Tommy menghela nafas. "Gak ada siapa-siapa lagi selain kita berdua sayang". Sahut Tommy sambil mempererat pelukannya.

"Di luar masih ada security yang harus mengontrol semua ruangan mas". Ucap Rena.

Tommy menghela nafas panjang sambil melepaskan pelukannya. "Yasudah sebaiknya kita ke cafe sekarang". Sahut Tommy yang langsung meraih tas kerja dan kunci mobilnya, lalu melingkarkan tangannya di pinggang Rena.

Setelah berkendara kurang lebih dua puluh menit, akhirnya mereka berdua tiba di Cafe Cemara. Tommy langsung membukakan pintu mobil untuk Rena dan dengan bangga Tommy langsung menyodorkan lengannya di hadapan Rena. Rena pun langsung menyematkan tangannya di lengan Tommy, dengan bangganya mereka berdua berjalan seperti pasangan yang sedang di mabuk asmara.

"Kamu mau pesan apa sayang?". Tanya Tommy.

"Aku mau menu terfavorit di cafe ini, mas". Sahut Rena.

"Baiklah kalau begitu". Ujar Tommy yang langsung memanggil pelayan cafe.

"Mas, apa gak apa-apa kalau kita makan berdua kaya gini? Aku takut loh kalau nanti istri atau saudara terdekat kamu melihat kita berdua. Aku gak mau loh kalau aku sampai di cap sebagai pelakor, gimana kalau makanannya di bungkus aja mas. Terus kita makannya di kosan aku aja". Ujar Rena.

"Kamu ada benarnya juga Ren, okey kalau gitu aku bilang sama pelayannya dulu biar makanan kita di bungkus  aja dan abis itu kita langsung cus ke kosan kamu". Sahut Tommy antusias.

Bagus, rupanya gampang juga ya ngadalin si buaya burik macem Tommy. Gumam Rena dalam hati.

"Ren, pesanan kita udah siap. Yaudah yuk langsung aja ke kosan kamu". Ujar Tommy sambil mengulurkan tangannya pada Rena.

Rena pun tersenyum dan langsung meraih tangan Tommy, mereka berdua segera bergegas menuju tempat tinggal Rena yang hanya berjarak satu kilometer dari cafe tersebut. Tak lama kemudian mereka berdua tiba di tempat tinggal Rena, Tommy pun tercengang melihat kondisi tempat tinggal Rena yang sangat tidak layak.

"Kamu serius tinggal disini Ren? Ini mah bukan kos-kosan Ren, lebih tepatnya rumah kontrakan". Ujar Tommy sambil menatap Rena sedih.

Rena tersenyum. "Yang penting kan bisa terhindar dari panas sama hujan mas".

"Ya tapi gak gitu juga dong Ren, udah pokoknya besok kamu harus pindah kosan. Aku gak mau kamu tinggal di tempat kaya gini". Tegas Tommy.

"Tapi mas, aku gak punya uang kalau harus pindah kosan dengan fasilitas yang lengkap". Gumam Rena sedih.

Tommy menghela nafas. "Rena, Rena, aku itu nyuruh kamu pindah ya nggak cuma nyuruh aja. Pokoknya kamu tenang aja, semua biaya bulanan kamu nanti mas yang tanggung".

Rena terbelalak. "Apa? Serius mas? Ah jangan bercanda deh mas".

"Iya, aku serius".

Rena berjingkrak kegirangan sambil memeluk Tommy. "Ren, udah ah peluknya. Ini masih di luar loh, kalau nanti ada yang liat kan gak enak". Bisik Tommy di telinga Rena.

Rena langsung melepas pelukannya. "Maaf mas, aku saking senengnya. Yaudah yuk mas kita masuk, aku udah laper banget nih". Ajak Rena sambil menarik tangan Tommy.

♡♡♡

Keesokan harinya.

Sabila tengah sibuk melengkapi dokumen yang di butuhkan untuk proses cerainya dengan Tommy. Hari ini Sabila telah memantapkan niatnya untuk menggugat cerai Tommy, karena jika ia meminta cerai pada Tommy, sudah pasti Tommy tidak akan mengabulkan keinginannya.

"Bu, ini aku bawakan teh hangat. Di minum ya bu". Ujar Santi.

"Terimakasih sayang". Sahut Sabila tersenyum dan kembali melanjutkan mencari berkas yang ia butuhkan.

"Apa semua yang ibu lakukan ini sudah dengan matang, ibu pikirkan?". Tanya Santi.

Sabila berhenti sejenak dari aktivitasnya, lalu menghela nafas panjangnya. "Iya Santi, Ibu sudah memikirkan semuanya matang-matang. Karena lelaki kalau sudah sekali selingkuh, dia akan terus melakukannya lagi. Jadi ibu tidak ingin melanjutkan lagi, karena semua telah di rasa percuma". Ujar Sabila.

"Ibu benar, lelaki kalau sudah selingkuh tidak menutup kemungkinan ia akan mengulanginya lagi. Di selingkuhi waktu masih pacaran aja sakit banget, gimana kalau di selingkuhi pas sudah menikah". Gumam Santi sambil menarik nafas panjangnya.

Sabila langsung menggengam tangan Santi dan memberikannya sedikit nasihat. "Santi, anakku. Maka dari itu, kamu harus selektif dalam memilih pasangan. Kamu harus cari laki-laki yang bisa menerima segala kelebihan dan kekurangan kamu, yang siap menemani kamu dalam keadaan sulit dan senang,  juga ketika kamu sehat dan sakit. Ibu yakin kamu pasti akan dapatkan yang terbaik, karena kamu anak baik".

"Aamiin". Ujar Santi dan langsung memeluk erat Sabila.

"Yaudah, kalau gitu ibu pergi dulu ya sayang. Kamu jangan lupa makan ya". Gumam Sabila sambil menyeruput teh hangat buatan Santi.

"Iya bu, ibu tenang aja nanti aku makan kok. Ibu hati-hati ya di jalan, jangan ngebut ya bu bawa mobilnya".

"Iya sayang, yaudah ibu berangkat ya. Assalamualaikum".

"Walaikumsalam".

Sabila langsung bergegas mengendarai mobilnya untuk menuju Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Baru saja berkendara kurang lebih dua puluh menit, Sabila dikejutkan dengan pemandangan yang ada di hadapannya.

Sabila langsung menepikan mobilnya di tepi jalan, lalu ia bergegas menghampiri Tommy yang sedang asik bercengkrama bersama wanita lain di sebuah taman.

"Mas Tommy". Teriak Sabila.

Tommy dan Rena langsung tersentak kaget ketika melihat Sabila sudah berada di hadapan mereka.

"Sayang, kamu ngapain ada disini?". Ujar Tommy sambil menenangkan Sabila.

"Gak usah panggil aku sayang, mas. Jadi selain dengan Kak Laras, kamu juga selingkuh dengan sekretaris  kamu?". Seru Sabila.

"Maaf bu, ini tidak yang seperti ibu lihat—diam kamu, saya tidak butuh penjelasan kamu". Sabila memotong ucapan Rena.

"Oke, oke, aku memang selingkuh dengan Rena. Terus kamu mau apa? Mau cerai? Yaudah mending sekarang kamu pergi ke pengadilan, terus daftar untuk perceraian kita. Kalau surat cerainya sudah ada, kamu tinggal kasih ke aku dan aku akan langsung tanda tangani surat cerai tersebut". Sahut Tommy.

Sabila pun tercengang tak percaya, suami yang dulu sangat ia cintai kini telah berubah menjadi seseorang yang tidak berperasaan.

"Aku gak nyangka mas, kamu bisa sejahat ini sama aku. Dan kamu Rena, sebaiknya kamu bertobat sebelum penyesalan datang menjemputmu. Karena bagaimanapun kamu sudah lancang mencoba merusak rumah tangga orang lain, camkan itu Rena". Tegas Sabila dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

"Mas, aku jadi gak enak sama istri kamu. Kalau suatu saat dia balas dendam sama aku gimana mas? Jujur aku takut, mas". Rengek Rena.

"Aku gak akan biarin hal itu terjadi sama kamu, sayang. Aku jamin semua keamanan untuk kamu". Sahut Tommy dan langsung membawa Rena ke dalam pelukannya.

Bagus.. Selangkah lagi untuk bisa merebut semua yang kamu punya mas. Lagian siapa juga yang mau punya suami kaya kamu, tukang selingkuh. Gumam Rena dalam hati sambil tersenyum licik di pelukan Tommy.

Sementara itu Sabila segera bergegas melajukkan mobilnya, ia benar-benar shock dengan apa yang baru saja terjadi. Kini ia tidak lagi mengenal sosok Tommy yang pegertian dan juga penyayang, bahkan Sabila juga tidak menyangka jika Tommy kembali berselingkuh ketika Laras baru saja meninggal.

Keesokan Harinya

Sabila terlihat sangat tergesa-gesa berjalan menuju ruang kerja Tommy. Ketika ia tepat berdiri di depan pintu ruangan Tommy, Sabila langsung merangsak masuk ke dalam dan alhasil Sabila menyaksikan pemandangan yang sangat menjijikkan di hadapannya.

Tommy sedang asik mencumbu Rena di atas pangkuannya, Tommy dan Rena pun kaget karena melihat Sabila sudah berada di hadapannya. Sontak Rena langsung beranjak dari pangkuan Tommy dan bergegas pergi dari meninggalkan Tommy dan juga Sabila.

"Menjijikkan". Ujar Sabila kepada Rena ketika tepat berjalan dihadapannya.

Namun Rena enggan menjawab ucapan Sabila, ia langsung bergegas keluar dan melanjutkan pekerjaannya.

"Kamu bisa gak kalau masuk ruangan orang itu ketuk pintu dulu?". Gerutu Tommy.

"Kamu ini keterlaluan banget ya mas, kita ini masih resmi jadi suami istri tapi kamu tega-teganya berbuat seperti itu dibelakang aku". Ujar Sabila.

"Halah, kamu ini gak usah banyak bicara deh. Kamu sendiri kan yang mau minta cerai? Jadi aku bebas dong mau berbuat apa aja sesuka hatiku". Sahut Tommy santai sambil menaikkan kedua kakinya ke atas meja.

Astagfirullahaladzim. Gumam Sabila lirih yang langsung menyerahkan surat cerai kepada Tommy.

"Apa ini surat cerainya?". Ujar Tommy.

"Iya". Sahut Sabila lirih.

Tanpa pikir panjang Tommy langsung membubuhkan tanda tangan di surat cerai tersebut. Setelah selesai menandatangani surat cerai tersebut Tommy langsung menghempaskan surat cerai tersebut di hadapan Sabila.

"Sudah aku tanda tangani kan? Sekarang ambil surat cerai itu dan kamu boleh pergi dari ruangan ini". Ujar Tommy ketus yang kembali menaikkan kedua kakinya ke atas meja.

Sabila sudah tak kuasa membendung air matanya, ia langsung membungkuk untuk meraih surat cerai tersebut yang tergeletak di lantai. Dengan perasaan yang sangat berkecamuk di hatinya, Sabila mencoba untuk ikhlas menerima perlakuan Tommy padanya.

Tanpa sepatah kata pun Sabila langsung pergi meninggalkan ruangan Tommy. Ia kembali berpapasan dengan Rena yang kebetulan sedang berada di meja kerjanya. Dengan tatapan sinis Sabila melihat kearah Rena, Sabila langsung memperingatkan Rena agar bertaubat dan tidak mengganggu kehidupan rumah tangga orang lain.

"Saya peringatkan sama kamu Rena, sebaiknya kamu bertaubat sebelum balasan Tuhan menghampiri kamu". Ujar Sabila yang langsung meninggalkan Rena begitu saja.

Ihh.. Apaan sih, gak jelas banget. Suami lu aja yang bloonnya maksimal. Gerutu Rena kesal.

Sabila segera menghubungi Rahman untuk menemuinya di cafe langgannya. Sabila benar-benar terpukul dengan sikap suaminya yang sangat semena-mena padanya. Setelah mengendarai mobilnya selama empat puluh lima menit, Sabila tiba di cafe terlebih dahulu.

Ia langsung memesan cokelat panas untuk meredakan emosinya, tak lama kemudian pelayan cafe datang membawa pesanannya. Sabila segera menghirup aroma cokelat panas tersebut lalu menyeruputnya secara perlahan. Pikirannya sedikit tenang ketika lidahnya sudah menyecap cokelat panas tersebut.

10 menit kemudian, Rahman tiba di cafe. Rahman segera mencari Sabila yang ternyata menempati kursi paling ujung, Rahman segera bergegas menghampiri Sabila dan meminta maaf karena telah terlambat.

"Sabila maaf aku terlambat". Ujar Rahman yang langsung menarik kursi yang berada di hadapan Sabila.

Sontak kedatangan Rahman membuat Sabila tersentak kaget. "Mas Rahman, kamu bikin aku kaget saja".

"Maafkan aku Sabila, aku tak bermaksud mengagetkanmu. Ada apa Sabila? Apa kamu baik-baik saja?". Tanya Rahman penasaran.

Sabila menghela nafasnya. "Aku benar-benar kecewa mas dengan sikapnya Mas Tommy, tadi siang aku datang ke kantornya untuk meminta tanda tangannya di surat cerai kami dan Mas Rahman tau apa yang sedang Mas Tommy lakukan?".

Sementara Rahman hanya menggelengkan kepalanya. "Memang apa yang sedang dilakukan oleh Tommy?".

"Dia sedang asik mencumbu Rena, mas. Sekretaris pribadinya, apa itu gak keterlaluan mas? Sedangkan status kita berdua masih sah suami istri, tapi Mas Tommy dengan terang-terangan selingkuh untuk yang kedua kalinya". Ujar Sabila frustasi.

Rahman terbelalak. "Astagfirullahaladzim, Tommy memang benar-benar sudah keterlaluan. Keputusan bercerai memang sudah tepat kamu ambil Sabila".

"Iya mas, setelah bercerai aku memutuskan untuk kembali ke rumah ibu di Jogja". Sahut Sabila.

"Apa? Kamu mau ke Jogja? Lalu Santi dan Fira bagaimana?". Tanya Rahman bingung.

"Aku akan membawa mereka, karena aku sudah berjanji pada diriku sendiri. Akan membawa mereka kemanapun aku pergi".

Rahman menghela nafas, ia turut prihatin dengan apa yang sedang menimpa Sabila. Ia tak bisa berbuat banyak untuknya selain mendukung apapun keputusan yang di ambil oleh Sabila.

"Yaudah kamu jangan banyak pikiran dan kamu juga harus makan, kamu belum pesan makanan kan? Mendingan sekarang kita pesan makanan dulu ya". Ujar Rahman.

Sabila menghela nafasnya. "Iya mas". Jawab Sabila singkat.

Rahman langsung memanggil seorang pelayan restoran dan memesan beberapa porsi makanan. Sementara Sabila masih termenung memikirkan masalah rumah tangganya.

♡♡♡

Beberapa Minggu Kemudian.

Hakim telah mengetuk palu persidangan sebanyak tiga kali, kini Sabila dan Tommy sudah resmi bercerai. Tommy pun tak ingin pusing-pusing memikirkan soal harta gono gini, ia memberikan rumah yang selama ini mereka tempati dan merelakan rumah itu jatuh ke tangan Sabila.

Karena pikirnya ia tidak ingin di cap sebagai mantan suami yang gila harta dan ia juga mampu untuk membeli rumah lagi yang akan ditempatinya bersama Rena.

"Sabila, sekarangkan kita udah resmi bercerai. Kamu baik-baik tuh pakai uang pemberian dari aku, karena bagaimana pun kamu tidak ada lagi yang mencari nafkah. Jadi aku pesen sama kamu, kamu harus bijak menggunakan uang itu". Ujar Tommy dengan nada mengejek.

Mendengar ucapan Tommy seperti itu membuat hati Sabila merasa teriris. "Terima kasih mas, aku tau kamu yang lebih mampu untuk mencari uang. Tapi yang perlu kamu tau, perempuan yang saat ini sedang kamu puja akan menjatuhkanmu lebih cepat". Tegas Sabila.

Tommy terkikik. "Sabil, Sabil, kalau kamu cemburu sama Rena jangan begini caranya. Rena itu perempuan cerdas dan juga modis, beda sama kamu yang cuma biasa-biasa saja, jadi kamu gak usah deh bahas Rena sama aku. Jelas aku pilih Rena yang lebih cantik, sexy dan yang pasti Rena lebih segala-galanya dari kamu". Sahut Tommy yang langsung bergegas pergi dari hadapan Sabila.

Sabila merasa terhina dengan ucapan Tommy, air matanya menetes membasahi kedua pipinya. Ia tidak menyangka jika Tommy bisa berkata begitu tega pada dirinya. Sementara itu di lain tempat, Tommy langsung menghampiri Rena yang sejak tadi sudah menunggunya di dalam mobil. Tommy langsung mengecup kedua pipi Rena yang sejak tadi sudah setia menunggunya.

"Gimana mas, apa semuanya berjalan lancar? Lalu bagaimana dengan masalah harta gono gini kalian? Kamu kan mas yang menang lebih banyak?". Ujar Rena penasaran.

Tommy menghela nafas. "Aku merelakan rumah dan beberapa tabungan ku untuk Sabila". Sahut Tommy santai.

"Apa?!". Rena terbelalak.

"Kenapa? Ada yang salah?". Tanya Tommy bingung.

"Ya jelas salah lah sayang, kalau kamu ngasih semuanya buat Sabila nanti untuk hidup kita kedepannya bagaimana? Kita mau tinggal dimana setelah menikah nanti mas?". Gerutu Rena kesal.

Tommy tersenyum. "Kamu gak usah khawatir soal itu, aku akan belikan rumah baru untuk kamu. Sekarang juga kita pergi untuk membeli rumah baru".

"Serius mas? Ah Mas Tommy, aku makin sayang sama kamu". Gumam Rena sumringah dan langsung memeluk Tommy erat.

Tommy langsung bergegas melajukan mobilnya dan membawa Rena pergi untuk melihat rumah baru yang akan mereka beli. Sepanjang perjalanan Rena terus menerus memuji kebaikan Tommy, ia tak henti-hentinya memeluk dan mengecup pipi kiri Tommy sesekali.

Kini mereka berdua telah tiba di sebuah marketing galeri rumah tersebut. Rena sangat antusias memilih unit rumah yang akan menjadi istananya kelak, dirinya juga tidak sabar untuk melihat langsung rumah yang telah di pilihnya.

"Mas Tommy, aku mau yang ini. Biasanya rumah yang di bagian pinggir lebih luas dari pada yang di tengah. Kamu setuju gak mas sama pilihan aku?". Tanya Rena antusias.

"Apapun pilihan kamu, aku sih setuju saja sayang. Karena kebahagiaan kamu itu juga kebahagiaanku". Ujar Tommy.

"Makasih sayang". Gumam Rena senang.

Tommy dan Rena langsung di ajak untuk melihat langsung unit rumah yang telah mereka pilih. Rena pun berjingkrak kegirangan ketika melihat rumah yang di pilih ternyata lebih bagus dari pada gambarnya yang tertera di brosur.

"Mas, sumpah ini bagus banget. Kita beli yang ini ya mas". Ujar Rena.

Tommy tersenyum. "Iya sayang, kita beli yang ini".

"Jadi bagaimana Pak Tommy? Apa anda jadi mengambil unit yang ini?". Tanya sang marketing tersebut.

"Iya bu, saya jadi ambil unit yang ini. Jadi kapan semua berkasnya bisa selesai diurus?". Sahut Tommy.

"Bapak bisa kembali lagi lusa untuk menandatangani berkas-berkas yang di butuhkan".

"Baiklah kalau begitu, terimakasih untuk bantuannya". Ujar Tommy yang langsung menyalami marketing galeri tersebut.

Mereka berdua langsung bergegas untuk pulang, Tommy mengantar Rena kembali ke kosannya. Sepanjang perjalanan Rena tak henti-hentinya tersenyum dalam hati, ia merasa menang dan telah bisa menguasai Tommy.

Gampang banget ngadalin buaya macem Tommy, hari ini rumah, besok-besok mobil mewah, perhiasan dan masih banyak lagi. Gumam Rena tertawa dalam hati.

Sementara itu di lain tempat, Sabila masih termenung di halaman belakang rumahnya. Ia kembali teringat kenangannya bersama Tommy ketika baru pindah ke rumah ini. Tak lama kemudian lamunannya buyar ketika Santi datang menghampirinya.

"Bu, ibu gak apa-apa? Mau di buatkan teh hangat?". Tanya Santi.

"Ibu gak apa-apa San, tidak perlu San. Ibu hanya ingin bersantai sebentar disini. Oh ya Santi, rencananya ibu mau ajak kamu dan Fira pindah ke Jogja. Kira-kira kamu mau gak?".

"Jogja? Tapi nanti gimana sama kerjaan aku, bu?".

Sabila tersenyum. "Kamu tidak perlu bekerja, karena kalau nanti kita sudah pindah ke Jogja, kamu harus kuliah".

"Apa? Kuliah? Serius bu?". Ujar Santi bahagia.

"Iya, karena ibu mau kamu jadi anak yang sukses".

"Terima kasih ya bu, aku benar-benar bersyukur di pertemukan dengan ibu". Seru Santi yang langsung memeluk Sabila.

"Ibu juga bersyukur di pertemukan dengan anak baik seperti kamu. Yasudah sekarang kita harus pergi ke kontrakan untuk berkemas karena lusa kita akan berangkat ke Jogja.

"Barang-barang ibu di rumah ini apa tidak ikut di kemas, bu?".

"Untuk barang-barang di rumah ini, ibu akan biarkan dulu untuk sementara, nanti kalau waktunya sudah pas pasti ibu akan kemasi semuanya".

Santi pun hanya mengangguk, lalu bergegas pergi bersama Sabila untuk pulang ke rumah kontrakan mereka.

Terima kasih, mas. Kamu sudah memberikan warna di rumah ini. Aku tidak akan melupakan semua kenangan manis kita dengan rumah ini. Ujar Sabila dalam hati.