webnovel

Istri Tengil di Dunia Mafia : Cinta dalam Bayangan Kekuasaan

Penulis: Daoistovzdb
Fantasi
Sedang berlangsung · 3.2K Dilihat
  • 5 Bab
    Konten
  • peringkat
  • N/A
    DUKUNG
Ringkasan

Rafa Romano, seorang mafia gelap yang terkenal dengan kekejamannya, selalu menggunakan kekuasaannya untuk menghancurkan siapa pun yang berani mengusik kehidupannya. Dengan sifatnya yang dingin dan cuek, Rafa menimbulkan rasa takut yang mendalam pada setiap orang yang berurusan dengannya. Dia adalah sosok yang tidak pernah ragu untuk melakukan apa pun demi mendapatkan apa yang dia inginkan, tanpa mempedulikan siapa yang terluka di prosesnya. Namun, segalanya mulai berubah ketika Rafa bertemu dengan Alia, seorang gadis cantik dengan semangat yang tak terkalahkan. Alia, dengan kekeraskepalaannya, berhasil membangkitkan rasa geram dalam hati Rafa yang selama ini tersembunyi. Pertemuan mereka membuka pintu bagi Rafa untuk melihat dunia dari perspektif yang berbeda, dan mungkin, hanya mungkin, memberinya kesempatan untuk merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya: cinta. Namun, apakah Rafa siap untuk menghadapi perubahan ini? Dan apakah Alia mampu bertahan dalam dunia Rafa yang penuh dengan kegelapan dan bahaya? Hanya waktu yang akan menjawab.

Chapter 1Bab 01 - Pertemuan

Alia Sofia De Luca, gadis cantik dengan mata cokelat yang tajam, hidup dalam bayang-bayang keluarga yang kacau balau. Ibunya, Elena De Luca, pergi meninggalkannya dan ayahnya, Antonio De Luca, untuk hidup bersama seorang pengusaha kaya raya yang jauh lebih muda darinya. Antonio, ayah Alia, tenggelam dalam dunia malam yang penuh hingar bingar: minuman keras, perjudian, dan perempuan-perempuan yang silih berganti. Rumah mereka, sebuah apartemen kecil di pinggiran Roma, seringkali menjadi saksi bisu pesta pora ayahnya.

Alia, siswi SMA kelas akhir, harus berjuang keras untuk bertahan hidup. Ia tak ingin putus sekolah, impiannya untuk menjadi dokter harus tetap ia kejar. Setiap hari setelah pulang sekolah, ia bekerja paruh waktu di La Piazza, sebuah kafe kecil yang selalu ramai pengunjung. Ia melayani pelanggan, mengantarkan pesanan, membersihkan meja—tugas apa pun yang mampu ia lakukan untuk mengumpulkan uang. Upahnya yang sedikit, hanya cukup untuk membayar biaya sekolah dan sedikit uang saku, namun itulah satu-satunya cara Alia untuk bertahan.

Kehidupan Alia tak hanya berat secara ekonomi. Ia juga sering menjadi sasaran perundungan di sekolah. Kata-kata sinis dan cibiran tentang keluarganya yang berantakan seringkali menusuk hatinya. Alia menahan air mata dan menepis perundungan itu dengan sikap keras dan pertahanan diri yang kuat. Sifat lembutnya kini terkubur dalam-dalam, hanya untuk melindungi dirinya dari luka yang lebih dalam.

Setiap pagi, gambar ayahnya berpelukan dengan wanita lain yang telanjang di ruang tamu menjadi pemandangan yang tak bisa ia hindari. Bau parfum wanita murah dan sisa-sisa minuman beralkohol memenuhi udara. Pakaian berserakan di lantai, menciptakan pemandangan yang menjijikkan.

"Menjijikkan!" Umpatan itu lolos dari bibir Alia pagi itu, saat ia bergegas ke sekolah. Hari ini, hari terakhir ujian semester. Ia harus fokus.

Alia mengendarai Vespa tua kesayangannya, hasil jerih payah selama berbulan-bulan bekerja paruh waktu. Vespa itu menjadi saksi bisu perjuangannya.

Di sekolah, Alia dikenal karena kecantikannya yang menawan dan kepiawaiannya dalam bermain basket. Ia adalah kapten tim basket sekolahnya, sebuah sekolah elit ternama di Roma yang ia masuki berkat kecerdasannya. Ironisnya, kecantikan dan kepintarannya tak mampu menutupi luka batin yang ia derita.

Setelah pelajaran sekolah, Alia bergegas menuju La Piazza. Ia segera mengganti seragam sekolahnya dengan seragam kafe dan mulai bekerja. Aroma kopi dan kue-kue manis tak mampu menutupi beban yang ia pikul.

Jalanan Roma yang biasanya ia lalui dengan tenang, sore ini macet parah. Ia bergumam sendiri, melampiaskan kelelahan dan keputusasaannya kepada angin.

"Tumben sekali macet begini… ada apa ya?" gumamnya.

Melihat waktu yang terus berlalu, Alia memutuskan untuk mengambil jalan alternatif, sebuah jalan kecil yang sepi dan berkelok-kelok.

"Huffft… terpaksa lewat sini," desahnya, memutar Vespa-nya.

Ia memacu Vespa-nya dengan cepat. Namun, takdir berkata lain. Saat hendak berbelok, sebuah Cadillac One mewah menghantam Vespa-nya dari belakang dengan keras.

"Aaaaaahhhhh! Oh my God!" Pekikan Alia memecah kesunyian sore itu, saat tubuhnya terpelanting dan jatuh ke aspal.

Dengan cepat Alia berusaha berdiri, lututnya masih gemetar. Seorang pria tinggi besar dengan jas Armani mahal dan rambut hitam yang disisir rapi keluar dari Cadillac One. Wajahnya tampan, namun tatapan matanya tajam dan penuh tekanan. Ia tampak panik.

"Kau kemari! Cepat!" suara pria itu memerintah, nada suaranya menekan.

"Siapa kau? Kau sudah nabrak motorku, malah marah-marah!" Alia membentak balik, suaranya bergetar. Jantungnya berdebar kencang.

"Percaya padaku! Kita harus pergi dari sini sekarang juga!" Pria itu menarik tangan Alia. Di kejauhan, Alia mendengar suara sirine samar-samar.

Deru mesin mobil dan motor terdengar semakin dekat. Bayangan-bayangan gelap mulai terlihat di balik mobil-mobil yang terparkir. Lalu, dua kali letusan senjata api menggema di udara. Alia merasakan hawa dingin yang menusuk tulang punggungnya.

"Oh my God… apa ini?" Alia berbisik, ketakutan. Ia tak mengerti apa yang terjadi, namun ia tahu satu hal: ia harus percaya pada pria ini.

Tanpa banyak bicara, Alia menaiki Vespa-nya dengan pria itu duduk di belakang. Ia memacu Vespa dengan kecepatan tinggi, melewati jalanan sepi yang gelap.

"Lebih cepat!" Pria itu berteriak, suaranya hampir tak terdengar di tengah deru mesin Vespa.

"Brengsek! Kau sudah membuatku terlibat masalah, masih berani menyuruhku cepat!" Alia mengumpat, namun ia terus memacu Vespa-nya dengan sekuat tenaga.

Alia memacu Vespa-nya hingga ke sebuah jalan setapak yang gelap dan sunyi. Rumah-rumah tua yang reyot berjajar di kiri kanan jalan, dindingnya dipenuhi lumut dan tanaman liar. Angin malam berbisik di antara pepohonan, membawa aroma tanah basah dan sedikit menakutkan. Ia memperlambat laju Vespa-nya.

"Astagaa… di mana ini?" Alia bergumam pelan, rasa takut mulai menggerogoti hatinya. Kegelapan menyelimuti sekelilingnya, hanya lampu Vespa yang menerangi jalan di depannya.

"Sudahlah, jalankan saja motormu! Para pengawalku pasti akan menemukan posisi kita!" Rafa berkata dengan tenang, namun tatapannya tetap waspada.

Tiba-tiba, Vespa berhenti mendadak. Rafa terdorong ke depan, wajahnya menempel di punggung Alia.

"Turun!" Alia memerintah, suaranya bergetar.

Rafa tak mengindahkan perintahnya. Alia terpaksa menurunkan standar Vespa, kemudian turun dan mengambil kuncinya.

"Aku bilang turun!" Alia menarik daun telinga Rafa dengan keras.

"Arrgghhh… sakit!" Rafa meringis kesakitan, akhirnya turun dari Vespa.

"Lihat ini! Gara-gara kau, aku jatuh, telat mengantar pesanan, dan sekarang aku tersesat di tempat yang tak kumengenal ini. Hari juga semakin gelap!" Alia mengeluarkan semua kekecawaannya.

"Tenanglah, kau tak akan mati di sini," Rafa berkata dengan tenang, namun tatapannya mencari sesuatu di sekitarnya.

"Aku mau pulang!" Alia mencoba menghidupkan Vespa-nya, namun mesinnya hanya mengeluarkan suara ngik-ngik lemah. Ia mencoba lagi, dan lagi, tetapi sia-sia. Bensinnya habis.

"Oh my God… hari ini benar-benar menyebalkan!" Alia mengumpat, merasakan keputusasaan mulai menguasainya.

Rafa duduk di pinggir jalan, sesekali melirik jam tangannya. Wajahnya tegang, keningnya sedikit berkerut. Ia tampak gelisah, namun ia mencoba untuk menunjukkan ketenangan di depan Alia.

Alia menatap Rafa dengan pandangan bingung. Kegelapan semakin mencengkeram mereka. Suara jangkrik terdengar nyaring di kejauhan, menambah suasana mencekam. Angin malam berhembus dingin, membawa aroma tanah yang sedikit lembap.

"Hei," Alia memanggil Rafa. Suaranya bergetar.

"Hmm?" Rafa menjawab singkat, tatapannya masih tertuju pada jalanan gelap di depan mereka.

"Bagaimana kita pulang? Aku takut gelap," Alia mengaku polos, suaranya hampir tak terdengar. Ia merasakan bulu kuduknya merinding.

"Sabar… pengawalku akan segera datang," Rafa menjawab datar, namun jari-jarinya tak berhenti menggerakkan ponselnya, seakan sedang menunggu sesuatu.

Empat jam berlalu. Kegelapan semakin pekat. Tak ada satu pun kendaraan yang melewati jalan itu. Ketakutan Alia semakin menjadi-jadi. Tubuhnya bergetar hebat, keringat dingin membasahi dahinya. Ia merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, namun tubuhnya justru berkeringat dingin.

Rafa memperhatikan Alia. Ia melihat ketakutan yang terpancar dari mata Alia. Ia ingin bertanya, namun sebelum ia sempat berkata, Alia sudah memeluk tubuhnya dengan erat.

Tubuh Alia bergetar hebat di pelukan Rafa. Rafa terkejut, namun ia tak menolak pelukan itu. Ia merasakan keringat dingin membasahi lengan Alia.

"Hei… ada apa?" Rafa bertanya dengan suara lembut, suaranya penuh kekhawatiran.

"Jangan pergi… aku takut gelap," Alia berbisik, suaranya lemah dan trembling.

Rafa duduk di samping Alia, membiarkan gadis itu memeluknya. Perlahan, tubuh Alia yang semula gemetar mulai tenang. Napasnya teratur, menunjukkan ia telah tertidur. Rafa menatap wajah Alia. Wajah cantik itu terlihat damai dalam tidurnya, berbeda jauh dengan ekspresi tegang yang ia tunjukkan beberapa saat lalu. Rafa merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia merasa iba, bahkan sedikit terharu. Ini pertama kalinya ia merasa sedemikian dekat dengan seorang wanita.

"Cih… dia malah tidur," Rafa bergumam pelan, namun suaranya tak sekeras biasanya. Ia melirik jam tangannya yang canggih, yang juga berfungsi sebagai alat pelacak lokasi.

Hampir enam jam berlalu. Akhirnya, dua mobil hitam yang berisi pengawal Rafa muncul di tikungan jalan.

Rafa ingin membangunkan Alia, namun pelukan Alia semakin erat. Ia tak mau mengganggu ketenangan gadis itu.

"Dia masih tertidur," Rafa berbisik pelan, tatapannya penuh kekhawatiran. Ia mengangkat tubuh Alia dengan hati-hati, menggendongnya dengan lembut ala bridal style ke dalam mobilnya. Ia kemudian memerintahkan pengawalnya untuk mengurus Vespa Alia.

Sepanjang perjalanan, Alia tetap tertidur pulas dalam pelukan Rafa. Rafa menatap wajah Alia dengan intens. Ia tak pernah menyangka akan sebegitu dekat dengan seorang wanita.

"Wanita ini bahkan tak melepaskan pelukannya dari tubuhku," Rafa bergumam, suaranya penuh kekaguman.

Mereka tiba di kediaman Rafa, sebuah villa megah di pinggir pantai. Para pengawal dan pelayan membungkuk hormat saat Rafa masuk. Rafa menggendong Alia menuju kamar tamu. Aurelia, kepala pelayan, ikut mengikuti dari belakang.

"Aurelia, urus dia," Rafa memerintah, suaranya tegas namun lembut. Ia ingin Alia dibersihkan dan diberi perawatan.

"Baik, Tuan," Aurelia menjawab dengan hormat.

Para pelayan dan pengawal saling berbisik, heran melihat Rafa yang biasanya dingin dan pendiam kini memperlakukan seorang wanita dengan begitu lembut. Mereka tak pernah mengetahui kisah cinta Rafa yang terpendam dan membuatnya menjadi pria yang dingin dan menyendiri.

Anda Mungkin Juga Menyukai

GRAFFITI AREA

Dimulai dari Fuyuki Matsuda seorang pengguna kekuatan spiritual berbakat di Divisi Nol Rakugaki menerima wasiat dari ayahnya yang meninggal di Kantor Perusahaan Miyamoto 4 bulan lalu. Dalam wasiatnya, ia diminta untuk bersekolah di SMA Abeno dan meneruskan perusahaan yang orang tuanya tinggalkan. Tidak ada orang lain selain Fuyuki yang bisa menggantikan posisi ayahnya di perusahaan. Selain itu, Fuyuki beranggapan ayahnya meninggal karena dibunuh dan wasiat itu merupakan dying message. Kini Fuyuki menjalankan wasiat tersebut dengan bersekolah di SMA Abeno bersama Hiyori Fujisaki dan Mawaru Yoshioka, dan menjadi direktur utama perusahaan sambil menyelidiki penyebab kematian Ayahnya. Hiyori dan Mawaru merupakan pengguna spiritual yang sedang dalam mode pelatihan. Mereka berdua memanggil Fuyuki sebagai pelatihnya dengan sebutan “Master” namun karena Fuyuki menjadi ketua kelas, mereka memanggilnya dengan sebutan “Ketua”. Di samping itu mereka sebagai pengguna spiritual harus menyembunyikan identitasnya karena dikhawatirkan dapat menyebabkan kesenjangan sosial yang parah. Tetapi, rahasia mereka sempat akan terbongkar karena ada seorang gangster meminta bantuan bernama Madara Madarame yang ternyata cucu dari guru mereka bertiga, tak lama kemudian mereka menjadi sahabat. Suatu ketika pada pelajaran olahraga, Mawaru tak sengaja bertemu dengan sahabatnya bernama Kana Ayami yang baru saja memulai debutnya sebagai idol. Mawaru mengenalkan Fuyuki, Hiyori, dan Madara kepada Ayami. Karena alasan tertentu, Fuyuki terlibat lebih dalam ke kehidupan Ayami yang membuat identitasnya terbongkar. Momo yang saat ini merupakan teman dekat Ayami ternyata sekretaris muda perusahaan Miyamoto sehingga dirinya terpaksa menjelaskan semuanya terkait dengan kehidupan Fuyuki. Ayami yang tidak menyangka bahwa dirinya adalah keturunan penyihir memutuskan untuk mengunjungi Nekomichi atas saran dari Fuyuki. Nekomichi adalah peramal nasib legendaris, tak hanya urusan nasib saja ternyata malah meramalkan cinta dan katanya kini Ayami terikat takdir bersama Fuyuki. Ayami mencoba meyakini hal itu, namun melihat sikap Fuyuki yang begitu dingin membuat Ayami ingin menyerah. Ketika berada dalam satu klub “Paramistic” yang terbentuk karena faktor kesengajaan, hubungan keduanya semakin dekat semakin bisa mengungkapkan perasaan satu sama lain. Mampukah Ayami mempertahankan cintanya dengan Fuyuki? Apakah kehidupan Fuyuki akan berubah setelah bertemu Ayami?

ANABANTINGAN · Fantasi
5.0
340 Chs

peringkat

  • Rata-rata Keseluruhan
  • Kualitas penulisan
  • Memperbarui stabilitas
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • latar belakang dunia
Ulasan-ulasan
WoW! Anda akan menjadi peninjau pertama jika meninggalkan ulasan sekarang

DUKUNG