Suara Renessa sangat tenang dan lembut membuat Liam tidak percaya gadis itu sedang mengancamnya. Liam tidak membuang waktu lagi dan segera bergegas untuk memanggil beberapa pelayan pria di rumah itu. Dari tatapan Nona Renessa, ia bisa mengetahui wanita itu serius ingin menghancurkan lemari berisi piala-piala yang dibanggakan Nona Mary.
Liam kembali kurang dari lima menit bersama lima pelayan pria lainnya. Mereka terlihat kebinggungan dan memandang wajah asing di dalam ruangan Nona Mary.
"Kosongkan ruangan ini sekarang. Pindahkan semua barang-barang di dalam kamar ini ke kamar samping," Renessa memberi perintah.
Para pelayan itu terlihat kebinggungan dan berbalik menatap Liam, "Dia adalah nona Renessa, putri pertama tuan Rudi Santoso, ikuti saja apa perkataannya."
Kelima pelayan itu tertegun mendengarkan penjelasan Liam sebelum mengangguk dan mulai memindahkan beberapa barang yang dapat dipindahkan saat itu juga seperti meja, karpet bulu, dan rak-rak sepatu.
Setelah menyadari bahwa masih banyak barang yang harus dipindahkan, Renessa meminta Liam untuk memanggil semua pelayan yang sedang tidak melakukan tugas mereka. Kelima pelayan itu saja tidak cukup dan akan memakan waktu yang cukup lama, belum lagi mengosongkan lemari dari semua pakaian, tas, sepatu, kosmetik, dan aksesoris yang memenuhi walk-in-closet dan beberapa lemari pajangan di kamar itu.
Liam memanggil hampir semua pelayan ke kamar Nona Mary untuk membantu proses pemindahan.
Pukul tiga sore, ruangan itu sudah sepenuhnya berubah, hanya tersisa dinding putih dan perabotan dengan warna netral yang dipindahkan dari kamar tamu yang memenuhi kamar luas itu.
Renessa melihat kamar itu dengan puas dan duduk di atas kasurnya. Kamar itu didesain khusus oleh ibunya. Kamar itu juga hampir sebesar kamar milik ayah dan ibunya namun memiliki gaya yang lebih modern dan disesuaikan dengan keinginan Renessa.
Ia sebenarnya tidak ingin melakukan hal yang kekanakan seperti ini namun ketika mendengar bahwa semua album milik ibunya dibuang begitu saja, sesuatu mulai terbakar di dalam hati Renessa. Ia ingin membuat Wanita Bernama Laura dan anaknya Mary merasakan bagaimana perasaannya. Mereka bahkan harus merasa bersyukur Renessa hanya meminta para pelayan memindahkan semua benda ini, bukan membakar ataupun membuangnya.
Renessa menghela nepas ketika wajah ibunya kembali memenuhi benaknya.
Ia ingat Ibunya sangat memanjakannya dan memberikan apa yang diinginkannya. Sayangnya ketika ia berumur enam tahun, ibunya meinggal setelah berjuang melawan kanker yang mengerogoti tubuhnya setelah melahirkan Renessa.
Sejak saat itu, semua berubah. Rumah itu menjadi semakin dingin. Renessa menjadi semakin kesepian ketika kondisi kakeknya mulai melemah. Pria tua itu tidak dapat lagi menemani cucunya bermain dan hanya terbaring lemah di atas kasur.
Ayahnya menjadi semakin dingin dan tidak pernah lagi mengubris keberadaannya. Renessa selalu berusaha untuk mendapatkan kasih sayang ayahnya yang sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil yang berarti.
Rudi tetap menatapnya dengan penuh kebencian, ia akhirnya dipindahkan ke asrama yang berjarak ribuan kilometer dari rumahnya setelah kakeknya meninggal.
Yayasan asrama di negara A tempat Renesa bersekolah sejak ia berusia 9 tahun itu cukup terpencil dan jauh dari keramaian. Tempat itu memang menyediakan fasilitas yang cukup lengkap seperti ruang belajar, kantin, gym, klinik, perpustakaan, kolam renang, bahkan arena berkuda untuk membantu perkembangan semua murid di sana, namun tempat itu seperti penjara di mata Renessa.
Tempat itu memiliki aturan yang cukup keras bagi seorang putri kaya yang manja seperti Renessa. Ia harus mencuci sendiri pakaiannya, membersihkan toilet, mencuci piring, dan melakukan latihan seperti tentara pada akhir pekan. Ia menanggis ketika baru tiba seminggu di tempat itu, tangannya lecet, tubuhnya sakit, dan ia tidak memiliki teman karena belum terbiasa berbicara menggunakan Bahasa alien yang tidak dimengertinya.
Ketika anak lain keluar untuk berbelanja di kota, ia akan tinggal sendiri di kamarnya karena tidak memiliki uang sepeserpun. Ayahnya benar-benar hanya menyisihkan uang dengan jumlah yang sangat kecil pada Renessa, membuat gadis kecil itu menjadi sangat hemat bahkan pelit. Ia harus memperhitungkan semua pengeluarannya agar bisa bertahan hidup di sana di usia yang masih sangat muda.
Renessa ingin pergi dari tempat yang menyeskan itu dan kembali ke rumahnya. Ia pernah mencobanya, namun setelah mereka ditangkap ia benar-benar kapok. Ia dan beberapa siswi yang mencoba melarikan diri bersamanya dimasukan ke dalam sebuah ruang sempit yang kotor. Lantainya benar-benar hanya beralaskan tanah dan ia dapat menangkap cacing kecil yang mengeliat di bawah kakinya. Bahkan tikus-tikus bebas berkeliaran di langit-langit yang hampir roboh itu.
Setelahnya, ia menyerah untuk pulang. Ia cukup beruntung karena ia adalah siswa terbaik, beberapa temannya yang tidak seberuntung dirinya harus bernasib tragis karena harus membersihkan kolam renang dan toilet selama tiga bulan.
Setelah mendapatkan ijazah SMA, Renessa berhasil keluar dari tempat terkutuk itu. Sintha, wanita yang mengantarnya ke tempat itu datang untuk menjemputnya. Ia juga mengatakan bahwa ayahnya sudah mengirimkan uang pada wanita itu uang untuk biaya kuliahnya di sana.
Renessa kecewa dan ingin menangis. Ia ingin pulang. Ia ingin kembali ke rumahnya. Namun Shinta tidak menghiraukannya dan hanya memberikan Renessa segepok uang di dalam amplop coklat.
"Hanya itu yang dikirimkan ayahmu, kamu harus bisa mengaturnya dengan baik selama kamu kuliah," Shinta berkata sambil mengangkat bahu dengan acuh.
Renessa tidak dapat berkata-kata melihat uang di dalam amplop itu. Ia akan mati kelaparan kurang dari satu semester ia berkuliah. Akan lebih masuk akal jika ia menggunakan uang itu untuk pulang.
"Aku akan mengembalikan paspormu setelah kelulusanmu," Shinta berkata seolah bisa menebak pikiran Renessa.
Renessa hanya bisa mengerang kesal mendengar perkataan wanita yang seharusnya dipanggilnya nenek itu. Ia baru ingat ia membutuhkan paspornya untuk kembali dan buku kecil itu selama ini berada di tanggan Shinta. Sepertinya Shintalah yang mengurus perpanjangan seluruh surat penting Renessa ketika ia berada di sana.
Renessa kemudian bertemu dengan Tante Lucia saat ia menginjak semester kedua. Wanita itu adalah teman akrab Ibu Renessa dan Om Jefri. Karena pertemuan merekalah Renessa akhirnya bisa mengetahui keadaan rumahnya.
Anak lelaki tante Lucia, yang bernama Daniel selalu menemani wanita itu menemui Renessa. Renessa berpura-pura tidak menyadarinya namun ia bisa merasakan wanita itu sedang berusaha menjodohkannya dan putranya, Daniel.
Saat itu, Renessa tertawa di dalam hati sambil menatap Daniel. Pria yang hanya setahun lebih tua darinya itu terlihat kekanakan saat menceritakan mimpinya untuk menjadi seorang musisi terkenal. Jika ia tidak datang ke tempat kejam ini dan tetap terkurung di dalam kastil cantiknya, ia mungkin akan menyukai pria seperti Daniel. Pria tampan nan kaya namun berjiwa bebas, sang pangeran berkuda putih yang pernah diidamkannya. Namun sekarang, ia tidak tertarik lagi pada cinta.
Rrrrttt…..
Getaran Ponsel Renessa membuyarkannya dari lamunan panjangnya. Ia tertawa geli Ketika melihat id yang disimpannya dengan nama [Syg] dengan emotikon hati berwarna merah di belakangnya.
"Ya, sayang?" Renessa menjawab panggilan itu dengan lembut.
"Sudah di rumah? Gimana tanggapan Om Rudi?" Suara Daniel terdengar dari seberang telepon. Renessa tersenyum mendengar suara penuh perhatian pria itu.
Ya, ia harus menjilat ludahnya sendiri setelah Daniel melakukan pendekatan yang cukup gencar padanya. Awalnya ia pikir akan mustahil untuk menyukai pria seperti Daniel karena sifat mereka yang sangat bertentangan namun, kegigihan Daniel yang tak kenal lelah akhirnya bisa meluluhkan hatinya.