Dani berlari dengan badan kecilnya sangat lucu sekali aku melihatnya. Berlari ke ruang tamu mengelilingi meja dan sofa sementara aku berpura pura untuk susah mengejarnya. Kini Dani berlari lagi ke arah dapur dan aku mengatakannya untuk hati hati karena disitu banyak makanan. Dani malah menyenggol nampan yang berisi kue kering. Aku melongo melihat itu.
"Dani kau harus hati hati! Tidak boleh seperti itu," seruku dengan keras. Aku tidak bermaksud memarahinya. Tapi mungkin suaraku terlalu keras sehingga itu membuat Dani mematung dan dia segera berlari dengan kencang keluar rumah.
Aku bingung sekali. Sebenarnya akan membersihkan dapur ini tapi bagaimana dengan Dani. Akhirnya aku kejar Dani dengan cepat. Dia larinya sangat cepat sekali. Aku bahkan kini hanya melihat badannya yang kecil di antara bukit berumput itu.
"Ya Tuhan! Bagaimana ini? Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Dani?" tanyaku dalam hati dengan gusar sembari terus berlari mengikuti Dani.
Kini aku sampai di atas bukit kecil dan kulihat di bawah sana ada Dani dan Steven. Ya Tuhan! Steven lagi? Kenapa aku harus bertemu dengan dia terus?
Kulihat mereka berdua rupanya tampak menikmati kebersamaan mereka. Dani melihat dengan wajah terkagum kepada Steven. Steven sedang menunjuk ke arah sungai seperti sedang menjelaskan sesuatu kepada Dani.
Aku sebernya malas sekali menuju ke mereka berdua. Tapi bagaimanapun juga sekarang Dani adalah tanggung jawabku. Aku harus menemui Dani sekarang juga dengan cara tidak marah kepadanya. Ya semoga saja aku bisa melakukannya.
Kini aku turun dengan pelan pelan di rumput yang menurun ini. Aku berusaha untuk tetap tertuju matanya kepada Dani. Aku tidak Sudi untuk melihat Steven.
Kini Steven melihat kedatanganku. Sementara Dani malah.bersembhnyi di belakang Steven. Kulihat wajah Dani seperti marah kepadaku. Dia terlihat tidak mau untuk melihatku danendekat kepadaku.
"Dani, kemarilah sayang, aku tidak akan menyakitimu lagi. Aku janji Dani, maaf tadi aku memarahimu ya, kau merasa aku menyakitimu Dani? Aku tidak bermaksud seperti itu Dani. Sungguh, kemarilah sayang, aku akan menjadi teman baikmu," kataku merayu dengan lembut.
"Tidak mau! Aku tidak mau bermain denganmu. Kau jahat. Kenapa kau memarahiku? Padahal aku tidak sengaja menyenggol kue yang ada di nampan itu. Kau jahat sekali Jihan!" kata Dani dengan suara kerasnya. Steven mengelus elus kepala Dani dengan lembut.kini Dani berada tepat di dekat di depan Steven.
Aku menghela nafas panjang dan tidak tau harus berkata apa.
"Steven, tolonglah, aku menadapat amanah untuk menjaga Dani. Stella pergi. Aku benar benar merasa bersalah jika terjadi sesuatu dengan Dani," kataku dengan wajah memelas. Aku terpaksa melakukan ini. Padahal aku masih kesal dengan Steven.
"Ya sudah kalau begitu kau bereskan dulu rumah Stella, setelah itu kau bisa kesini lagi. Aku bisa bermain dulu dengan Dani. Aku hanya bermain di sekitar sini saja kok," kata Steven dengan melihat wajahku.
Sungguh sebenarnya ketika berhadapan dengan Steven seperti ini. Aku merasa sangat deg degan karena Steven sangat tampan menurutku.
"Em, oke baiklah. Kalau begitu aku akan ke rumah Stella dan membersihkan rumahnya. Aku harap kau menjaga Dani dengan baik," ucapku dengan penuh harap
Kulihat Dani sesaat yang masih berwajah cemberut melihatku. Aku langsung saja berbalik dan berjalan menuju ke rumah Stella.
Kini aku langsung saja masuk ke dalam rumah Stella. Aku langsung berjalan menuju ke dapur. Kulihat kue itu yang berserakan di lantai dapur. Terpaksa aku harus membuang kue kering itu. Karena kotor dengan debu yang ada di lantai. Aku berjanji akan membantu Stella untuk membuat kue kering ini lagi.
Kini tanganku membersihkan dapur yang tidak terlalu besar ini. Aku membersihkannya dengan rapi.
Terdengar suara telepon rumah daku langsung berlari menuju ke ruang tengah. Kuangkat telfon itu dengan pelan.
"Halo, Jihan? Apa kau masih disitu?" tanya Stella.
"Ya aku masih disini. Dani bersama Steven. Kau tenang saja. Aku sudah selesai membersihkan dapur..maaf karena tadi Dani menyenggol kue kering yang baru saja kau buat," kataku dengan penuh penyesalan atas kesalahanku.
"Ya sudah tidak apa. Tapi nanti kau harus bantu mbuat kue kering ya?" kata Stella.
"Iya tentu saja Stella. Aku juga memikirkan itu sejak tadi," kataku dengan jujur.
"Kalau begitu kau tolong mandikan Dani ya, setelah itu kau kasih makan dia dengan roti yang ada di dapur. Kau bisa kan melakukan itu? Tolong ya, sebentar aku pulang kok," kata Stella dengan nada memohon.
"Oh, eh oke oke baiklah. Sampai jumpa Stella," ucapku lalu menutup teleponnya. Aku langsung melakukan itu karena aku takut Stella akan memerintahku dengan banyak.
Karena aku juga tidak yakin bisa memandikan Dani dan menyuapi Dani. Oke, aku mungkin harus bertindak cepat sekarang.
"Steven Kamari!" seruku dengan keras. Karena aku tidak mau ke bawah. Karena terlalu jauh.
Steven yang melihat aku berada di atas bukit yang tidak terlalu tinggi..Steven kini berjalan bersama dani. Dani di gendong oleh Steven .mereka tampak berwajah senang sekali. Aku melihat Steven sangat terpana. Karena dia pandai sekali memperlakukan anak kecil itu. Anak kecil Dani yang nakal bisa bersahabat dengan Steven.
"stella menyuruhku untuk memandikan Dani. Tapi aku tidak yakin akan berjalan mulus," ucapku melihat Dani dengan meringis.
"Jangan khawatir. Kita mandi di sungai saja..iya kan Dani?" tanya Steven kepada Dani yang kini di turunkan oleh Steven.
Dani tampak berjingkrak-jingkrak dengan wajah bercahaya. Ia benar benar senang sekali mendengarkan ucapan Steven.
"Tapi apa Dani boleh mandi di sungai?" tanyaku entah kepada siapa.
"Sudahlah, Stella tidak akan tahu juga kan," kata Steven dengan melirik ke Dani.
"Benar sekali Steven, tolong izinkan aku ya Jihan, tolonglah," Dani memohon dengan wajah lucu sekali . Aku tersenyum kepada Dani.
"Tapi jangan lama lama ya, setelah itu kau harus makan. Kalau tidak aku akan mengatakan kepada ibumu," kataku dengan nada mengancam.
"Oke, baiklah, tenang saja soal itu!" seru Dani dengan bersemangat sekali. Lalu dia langsung saja berlari dengan cepat menuju ke sungai yang ada di bawah bukit.
"Hei! Jangan lari Dani," teriakku dengan khawatir.
"Tenang saja Jihan, dia menjadi temanku sekarang," kata Steven dengan melirik kepadaku. Sungguh wajahnya sangat menggemaskan sekali. Mata coklatnya dengan bulu mata lentik benar benar membiusku.
Kini kulihat mereka berdua sudah basah dengan air sungai itu. Melihat pemandangan sungai yang jernih sekali sangat menenangkan bagiku. Rasanya enak sekali hidup di desa seperti ini. Ya tuhan, aku benar benar senang sekali bisa melihat betapa bahagianya Dani dan juga Steven.