"Bagaimana perkembangan mengenai keberadaan Naura sekarang? Apa kalian sudah menemukan dia?" Tanya Adi- ayah Naura.
"Dari laporan yang saya terima, non Naura saat ini sedang berada di Jakarta tuan."
Mendengar jawaban dari anak buahnya, Adi langsung beranjak dari kursinya.
"Di Jakarta? Apa yang anak itu lakukan di sana?" Tanya Adi dengan suara sedikit membentak.
"Yang saya tahu, non Naura mendapat bantuan dari Ervin tuan."
"Ervin? Maksud kamu Ervin anak dari Prayoga?"
"Kurang lebih begitu tuan, dan yang saya tahu sekarang non Naura sudah melanjutkan sekolahnya di salah satu sekolah elit di sana."
Adi menghembuskan nafasnya kasar, lalu menggerakkan tangannya ke arah keningnya dan memijitnya pelan.
"Terus pantau Naura dan laporkan setiap perkembangannya pada saya."
"Baik Tuan."
"Sekarang kamu bisa keluar." Ucap Adi.
Pria yang ada di hadapan Adi langsung menundukkan kepalanya dan permisi keluar dari ruangan itu.
Adi langsung menjatuhkan tubuhnya kembali keatas kursinya. Laki- laki itu meraih sebuah bingkai foto yang berada di atas meja kerjanya.
Diusapnya wajah gadis mungil yang ada di dalam bingkai foto itu, matanya mulai berkaca kaca saat mengingat semua kenangan bersama gadis itu.
"Maafin papa nak, papa ngak ada niat untuk melakukan ini sama kamu. Tolong maafin papa." Ucap Adi lalu memeluk erat bingkai itu.
"Tolong pulang, papa rindu sama Naura. Papa mau Naura kembali seperti dulu lagi, kembali menjadi Naura yang selalu ceria. Papa mau kamu kembali ke masa masa itu nak." Ucap Adi.
Tanpa disadari, air mata laki laki itu mulai membasahi wajah yang sudah mulai diselimuti dengan keriput kecil.
Mungkin, jika dihadapan para anak buahnya, Adi merupakan sosok yang menakutkan dan tentunya akan sangat memalukan jika orang lain tahu jika ia sedang menangis seperti ini.
Tapi, bagaimana pun juga ia adalah seorang ayah yang merindukan putrinya, untuk saat ini ia bukanlah seorang bos kejam namun ia adalah seorang ayah yang merindukan sosok putri semata wayangnya itu.
Tok.... tok..... tok...
"Masuk." Ucap Adi saat mendengar suara ketukan yang berasal dari balik pintu ruang kerjanya.
"Permisi pak Adi, saya ingin memberitahukan jadwal anda untuk satu hari ini, untuk nanti siang bapak ada janji untuk makan malam dengan tuan Prasetiya dari Babel corp, dan se..."
"Batalkan semua rencana saya untuk hari ini, saya sedang kurang enak badan."
"Tapi pak, pertemuan bapak dengan bapak Prasetiya kali ini sangat penting pak, dan jika kita membatalkannya begitu saja, mungkin ini akan berdampak buruh dengan..."
"Apa kamu tidak dengar apa yang saya katakan Nindi? Batalkan semua jadwal saya untuk hari ini. Saya tidak akan mengulanginya lagi Nindi." Ucap Adi dengan suara yang ditinggikan.
Tubuh Nindi bergetar mendengar suara dari boss nya itu.
"Saya akan kembali ke rumah saya, jadi jangan hubungi saya. Saya sedang tidak ingin diganggu sama sekali, saya percayakan semuanya kepada kamu Nindi."
"Ba... baik pak." Ucap Nindi sambil menundukkan kepalanya saat melihat bossnya itu berjalan meninggalkan ruangan itu.
***
Adi baru saja tiba di rumahnya dan menemukan Laura- Istri mudanya, yang sedang sibuk dengan benda pipih yang ada ditanganya.
"Laura!!!" Panggil Adi saat Laura belum juga sadar akan kehadirannya di sana.
Laura yang mendengar seseorang yang memanggilnya langsung terlonjak kaget dari atas sofa, untung saja ponsel ditangannya tidak terlempar ke lantai.
"Aduh mas, kamu bikin kaget aja tau ngak." Ucap Laura sambil terus mengelus dadanya.
"Makanya kamu jangan terlalu serius sama hp kamu, untung yang datang itu saya, kalau sampai orang jahat bagaimana?"
"Iya iya maaf, btw mas Adi kok tumben pulangnya cepet? Emang ngak ada meeting ya hari ini?"
"Kepala saya sakit, jadi saya mau istirahat dulu."
"Ohhh, kalau gitu mas mandi aja dulu, aku siapin mas makanan ya?"
"Ngak usah Laura, saya tadi udah makan di kantor. Saya mau langsung istirahat saja."
"Mas serius ngak mau makan dulu?" Tanya Laura. Adi hanya mengangguk kecil lalu melangkahkan kakinya menuju kamar tidur mereka yang berada di lantai dua.
Saat Adi berjalan menuju kamarnya, tiba tiba langkahnya terhenti saat melihat pintu kamar Naura.
Adi perlahan membuka pintu kamar itu.
ceklekkkk....
Pintu kamar Naura terbuka, Adi melirik kesekililing kamar itu.
Pandangan Adi terarah kesebuah boneka teddy bear cokelat berukuran jumbo yang ada di kasur Naura.
Adi melangkahkan kakinya dan masuk lebih jauh kedalam kamar itu.
Adi mengamati setiap barang barang Naura yang tertata rapi di setiap sudut ruangan itu.
"Kamu dan mama kamu memang punya kebiasaan sama Naura. Kalian berdua selalu bisa menata ruangan agar bisa terlihat rapi seperti ini." Ucap Adi bermonolog sendiri.
Adi membuka lemari putih yang ada di hadapannya, disana ia menemukan beberapa pasang baju Naura yang tidak sempat putrinya itu bawa.
Adi meraih sebuah dress merah maroon yang ada di sana, Adi tersenyum kecil saat bayangan Naura sewaktu mengenakan gaun itu terbayang di pikirannya.
Naura terlihat sangat cantik saat menggunakan dress itu, dengan rambut yang digerai dan sambil memutarkan tubuhnya dihadapan Adi. Naura yang memperlihatkan senyuman manisnya pada Adi.
"Kamu cantikkk sekali nak, kamu persis seperti ibu kamu." Ucap Adi yang kembali berbicara sendiri, namun kali ini Laura yang tiba tiba berada di ambang pintu kamar Naura mendengar ucapan suaminya itu.
"Mas!!!!" Panggil Laura.
Adi yang langsung tersadar dengan keberadaan Laura, langsung menatap ke arah istrinya itu.
"Laura!! Sejak kapan kamu ada disana?"
"Sejak mas senyum senyum sendiri, dan bilang kalau Naura cantik persis seperti mamanya."
Mendengar ucapan Laura, Adi menghembuskan nafas kasar.
"Mas kapan sih bisa lupain dia? Dia udah meninggal mas, dan Naura juga ngak perduli lagi sama mas Adi, dia udah ninggalin mas Adi. Sekarang cuman aku yang peduli sama mas Adi, cuman aku mas, istri baru kamu. Kamu tolong lupain mereka!!" Ucap Laura.
Adi melangkahkan kakinya agar mendekat ke arah Laura, Adi menatap Laura sejenak, lalu...
plakk...
Adi langsung melayangkan tamparannya tepat diwajah mulus Laura.
"Ma... mas, kamu nampar aku?"
"Kamu memang istri saya sekarang, tapi bukan berarti kamu bisa memisahkan hubungan saya begitu saja dengan anak saya. Dan satu hal lagi, Rani- mama Naura akan selalu ada dihati saya, jadi jangan pernah sekali sekali kamu menyuruh saya untuk melupakan mereka." Ucap Adi lalu meninggalkan Laura sendirian.
Laura memutar tubuhnya sambil menatap Adi yang kini sedang menuruni anak tangga menuju lantai bawah rumah mereka.
Tangan Laura terkepal dan giginya yang saling beradu hingga membuat rahangnya yang mengeras.
"Kurang ajar kamu mas. Kamu berani nampar aku? Kamu tunggu aja pembalasan dari aku. Aku ngak terima kamu perlakukan aku seperti ini." Ucap Laura sambil terus menatap lekat ke arah Adi yang semakin menghilang dari pandangannya.