webnovel

Yang Harus Diselesaikan

Kesempatan untuk menjelaskan hubungannya saat ini kepada Malven atau Darius..masih menjadi problematika yang sebenarnya tidaklah terlalu rumit..namun akan sangat menguras energi saat hati mulai dimainkan di sana. Dan Bulan tidak ingin kehilangan mereka berdua sama sekali..walau tampaknya sulit. Mereka berdua telah membuat pengakuan bahwa mereka ingin memiliki dirinya. Dan dengan segala resikonya..tidak bisa tidak Bulan pasti takut. Jika mengakui hubungannya dengan Dhany..maka itu sama saja mematahkan hati mereka yang telah mereka persiapkan untuknya. Namun jika menunda dan hanya menunggu..maka ini seperti bom waktu yang akan meledak kapan pun juga. Hanya saja..mudahkah membuat semuanya seperti sedia kala..berteman?

Okey..mari kita mulai dengan Malven..Pecinta Bulan yang waktu bermulanya belum ia ketahui. Tindakannya selama ini juga belum terlalu menyentuh hati. Walau mungkin tidak adil untuknya mengukur besaran cinta Malven hanya dengan memberinya kesempatan sesempit itu. Tapi Bulan juga suka berpendapat sendiri, menurutnya dia akan lebih tergugah pada perjuangan pria nya yang mampu membuat seluruh perhatiannya berpusat pada lingkarannya. Karena tidak mudah menarik perhatian seorang Bulan..

Secara tidak sengaja, bertemu di depan gedung pusat. Malven dengan celana jeans biru dongker dan kemeja coklat bervest putih ciri khas nya..sneakers coklat tua. Malven memang tampak kalem dalam setiap hari nya. " Hai, Malv..sedang ada janji kah hari ini?" Bulan menyapa nya dengan agak ganjil.

" Hai, Non..tidak..tadi lihat info beasiswa S2 di kampus negri. Sepertinya aq akan mencobanya." Malven menjawabnya to the point.

" Oh, bagus sekali. Kau memang harus mencobanya, Malv. Semoga berhasil." Bulan menepuk pundak Malven.

" Kau sendiri bagaimana?" Malv balik bertanya.

"Aah..aq bagaimana? ...Sebenarnya aq.. Apa yang kau tanyakan, Malv" Sedari tadi Bulan memikirkan cara menyampaikan isi hatinya pada Malven..sehingga agak kacau ketika Malven bertanya menggunakan kalimat yang ambigu.

" Ada apa, Bulan? Kau sepertinya sedang banyak pikiran."

"Apa kau demam?" Malven memeriksa suhu di kening Bulan yang menyebabkan Bulan salah tingkah.

" Tidak, q baik-baik saja.." Bulan tersenyum canggung.

"Baiklah, temani aq mengisi perut q sedikit. Kita ke tempat biasa." Malven segera memutar tubuh Bulan menjadi sejalan dengannya. Dan kemudian menggamit lengan Bulan untuk berjalan di sisinya.

" Oh, baiklah..kau tidak perlu bertanya lagi pada q..langsung tarik saja." Bulan memutar matanya karena merasa belum menjawab apapun atas ajakan Malven padanya.

Di tengah perjalanan mereka ke pintu gerbang utama..mereka bertemu dengan beberapa anggota tim kerja Surat Kabar Kampus, dan di balik mereka.. berjalanlah pria jangkung, dengan tampilan casualnya..menenteng kamera sambil memperhatikan gambar-gambar digital yang ada di situ. Darius..

Bulan sangat berharap ia menghilang dan menjadi tranparant saat itu juga. Sebelum Darius melihatnya. Atau sebelum teman-teman satu timnya berteriak menyapanya.

" Oh, tidak..kenapa harus bersamaan begini?"

Walaupun mungkin sebenarnya bukanlah masalah besar jika mereka bertemu bertiga secara bersamaan..namun Bulan sedari tadi sudah bersama Malven. Apakah Darius sudah melihatnya terlebih dahulu? Untuk mengetahuinya, Bulan harus menyapa Darius dan melihat bagaimana reaksinya. Tetapi itupun belum tentu tindakan benar. Karena jika Darius belum sempat melihatnya, maka lebih baik dia diam saja. "Oh..sungguh mengesalkan sekali." Pikir Bulan. Dan hal terakhir yang dipikirkan oleh Bulan adalah bersembunyi di balik tubuh teman-temannya.

"Oohh..senioorr..akhirnya kalian mulai berkencan." Cheznut dengan segala kegilaan komentar nya yang selalu berhasil meningkatkan reaksi dari teman-temannya.

"Kakak Bulaaaaan..ada berita apa ini?? Kenapa aq seperti tertinggal suatu cerita dari kisah mu, Kak?" Chintya ikut berceloteh.

"Yaaaaa..senior Malven..sepertinya ada yang akan merayakan sesuatu. Traktiraaaan.." Demian urun suara.

Dan di saat Bulan gugup hendak menjawab apa..

" Hai, Bulan..apa kabar?"

....