webnovel

Menunggu Kematian Datang

Aleandra mulai membuka lemari untuk mencari sesuatu, dia harus memastikan jika tebakannya salah atau tidak. Dia tidak bisa pergi begitu saja, bagaimana jika ternyata dugaannya salah? Dia tidak mau kehilangan pekerjaan yang tidak mudah dia dapatkan karena keadaannya yang sedang buron.

Sebuah laci dibuka, Aleandra mulai mencari sesuatu di laci itu. Pasti ada sesuatu yang bisa memberikannya petunjuk tentang identitas bosnya. Paspor atau semacamnya pasti ada di sana tapi dia masih belum menemukan apa yang dia cari.

Aleandra melihat jam di dinding, waktu baru menunjukkan pukul tiga sore. Itu bertanda bosnya belum kembali dan dia memiliki waktu beberapa jam untuk mencari apa yang dia inginkan. Semoga saja aksinya tidak ketahuan tapi sayangnya, Max sedang melihat aksinya dari tablet dan dia sedang di perjalanan kembali.

Gadis itu sungguh berani menyentuh barang-barang miliknya, Aleandra bahkan tidak ragu mengeluarkan pakaiannya dari dalam lemari dan mencari-cari apa yang dia inginkan tapi sampai sekarang dia belum mendapatkannya.

Aleandra terlihat kebingungan, kenapa tidak ada satu benda pun yang bisa memberikannya petunjuk tentang identitas bosnya? Dia diam sejenak, berpikir. Semakin di pikir, semakin dia merasa aneh. Dia mulai memikirkan bagaimana pertama kali dia mendapatkan pekerjaan itu. Entah kenapa dia jadi curiga jika pekerjaan itu tidak ditawarkan kepadanya secara kebetulan.

Sepertinya Rebeca ditugaskan untuk mendekatinya dan menawarkan pekerjaan itu padanya. Begitu banyak orang yang ada di sana waktu itu tapi kenapa Rebeca menawarkan pekerjaan itu padanya?

Rasa curiga semakin memenuhi hati apalagi sampai sekarang dia belum tahu dengan siapa dia bekerja. Aleandra mencoba berpikir dengan jernih, dia juga berusaha menepis rasa curiganya tapi tidak bisa karena dia semakin curiga dengan identitas bosnya.

Merasa tidak aman, Aleandra merapikan semua pakaian yang dia keluarkan. Sebaiknya dia tidak mencari lagi, sebaiknya dia segera pergi dari tempat itu karena dia sangat yakin jika pria yang dia layani saat ini adalah Maximus Smith.

Betapa bodoh dirinya, dia tertipu karena janggut yang tumbuh liar di wajah pria itu. Dia benar-benar tidak mengenalinya sama sekali apalagi pria itu berpura-pura cacat. Untuk apa pria itu melakukan hal seperti itu? Bukankah Max ingin membunuhnya? Apa menyenangkan mempermainkan dirinya?

Tapi sekarang belum terlambat, dia masih memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Sebaiknya dia bergegas, dia tidak boleh terlihat mencurigakan. Setelah membereskan semua pakaian Max yang dia bongkar, Aleandra segera bergegas keluar dari kamar Max dan berlari menuju kamarnya.

Semua pakaian basahnya dilepaskan, dia tidak mungkin pergi dalam keadaan basah. Max sudah hampir tiba, semua pintu dan jendela sudah dia kunci dengan kunci rahasia tanpa sepengetahuan Aleandra. Seekor lalat pun tidak akan bisa terbang keluar karena dia memang memasang kunci pengaman yang hanya bisa dibuka dengan kode saja.

Semua jendela dan pintu rumahnya sudah terkunci kecuali kamar Aleandra. Itu dia lakukan agar gadis itu bisa keluar dari kamar dan dia juga ingin melihat kepanikannya. Sambil menarik koper jeleknya, Aleandra keluar dari kamar dan pada saat itu juga, Max mengunci pintu kamar itu dengan sistem yang bisa dia akses kapan saja dari ponsel atau perangkat lainnya. Dia sengaja melakukan hal itu agar Aleandra tidak bisa masuk ke kamar itu lagi.

Max sangat yakin jika Aleandra sudah menyadari siapa dirinya, sebab itu dia ingin kabur dari rumahnya tapi jangan harap hal itu bisa terjadi karena dia tidak pernah melepaskan buronannya. Mata Max tidak lepas dari rekaman cctv, Aleandra melangkah menuju pintu dengan cepat dan terlihat panik. Dia harus pergi dari sana, harus.

Firasatnya semakin buruk, apalagi pintu tidak bisa dia buka. Apa yang terjadi? Siapa yang mengunci pintu itu? Aleandra memutar kunci dan memutar handle pintu tapi sayangnya tidak bisa terbuka karena pintu itu sudah tidak bisa dibuka dengan cara seperti itu lagi.

Dia mulai panik dan terus mencoba tapi sia-sia. Aleandra berlari menuju jendela, dia harap dia bisa kabur melalui jendela tapi jendela itu juga tidak bisa dibuka.

"Hei, bantu aku buka jendela ini!" teriak Aleandra seraya memukul jendela. Dia harap para penjaga di luar sana mendengar dan membantunya tapi sayang, mereka pura-pura tidak mendengar teriakan Aleandra.

"Buka, apa kalian mendengar aku?" Aleandra kembali berteriak.

Para penjaga yang ada di luar tidak bergeming, Aleandra semakin panik. Ada yang salah, pintu dan jendela bisa dibuka sebelumnya tapi kenapa tiba-tiba tidak bisa dia buka? Aleandra berjalan mondar mandir, dia bahkan berusaha mendobrak pintu menggunakan bahu tapi semua usaha yang dia lakukan sia-sia.

"Sial, aku benar-benar sial!" umpatnya. Rasanya ingin menangis, dia sudah melarikan diri dan bersembunyi dengan susah payah tapi pada akhirnya dia tertangkap oleh Maximus Smith. Sepertinya dia akan berakhir di tangan pria itu, tapi sepertinya ini lebih baik dari pada dia tertangkap oleh para penjahat yang sedang mengejarnya. Tapi apa dia harus tertawa akan hal ini? Atau dia harus menangis.

Tidak, selama Maximus belum kembali, dia masih memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Persetan dengan pekerjaan itu. Nyawanya lebih berharga dari pada pekerjaan. Dia sungguh tidak menyangka jika selama ini dia berada di kandang singa.

Aleandra melangkah menuju kamarnya, mungkin saja jendela yang ada di kamarnya tidak dikunci sehingga dia bisa melompat keluar dari sana. Menghadapi para penjaga akan dia pikirkan nanti karena yang paling penting saat ini adalah keluar dari rumah itu terlebih dahulu.

Pintu kamar hendak dibuka, tapi sayangnya tidak bisa. Aleandra mengumpat dan memukul daun pintu. Ada apa dengan semua daun pintu di rumah itu?

"Sial!" Aleandra mengumpat marah dan terduduk di atas lantai. Apa yang harus dia lakukan saat ini?

Alendra duduk termenung sambil melihat sekeliling ruangan, matanya melihat cctv yang ada disetiap sudut ruangan. Sial, dia lupa dengan hal itu, sepertinya dia sudah ketahuan akan melarikan diri. Sekarang terjawab sudah kenapa pintu dan jendela tidak bisa dia bukan secara tiba-tiba. Senyum pahit terukir di bibir, orang kaya memang mengerikan tapi memang dia yang salah karena dia telah mencuri uang Maximus Smith.

Rasanya mustahil bisa melarikan diri dari tempat itu, apa sebaiknya dia duduk santai saja menunggu kematiannya datang? Dia rasa sebaiknya dia melakukan hal itu karena dia tahu, dia tidak akan bisa melarikan diri dari tempat itu sekeras apa pun dia berusaha.

Aleandra menghela napas dan merapikan rambutnya, sudahlah. Sebaiknya dia membuat sesuatu untuk mengisi perut karena dia lapar. Setidaknya dia mati dalam keadaan perut kenyang. Ternyata sampai di sana saja pelariannya tapi tidak masalah, dia sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan hidupnya.

Dapur adalah tujuan, jika ada sepotong daging tebal mungkin akan dia bakar dan akan dia nikmati dengan segelas anggur untuk merayakan hidupnya yang terakhir tapi sayangnya tidak ada daging steak di kulkas.

Semangkok sereal sudah jadi, Aleandra menikmatinya sambil menangis. Sungguh menyedihkan. Dia tahu Maximus tidak akan melepaskan dirinya dan dia akan menunggu kematiannya datang dengan senyuman bahkan dia tersenyum saat Max sudah kembali dan melangkah mendekatinya dengan tatapan tajam.

"Maximus Smith," ucap Aleandra dan tidak lama kemudian teriakannya terdengar dan tubuhnya sudah terangkat, tubuhnya bahkan membentur dinding dengan keras karena kedua tangan Max sudah berada di lehernya dan mencekiknya dengan kuat.

Bab berikutnya