Mungkin sudah lebih dari tiga puluh menit tim penyerbu berjalan, tapi kami tidak menemukan satupun tanda. Kami diwajibkan untuk melaporkan apapun yang kami lihat di World Chat, tapi kebanyakan yang kami lihat hanyalah Monster-Monster biasa yang selalu menyerang kami.
Saat itu, tiba-tiba aku terkena status beku level satu, yang hanya akan membuat gerakanku melambat. Tidak! Bukan hanya aku yang terkena status beku level satu, tapi sepertinya seluruh tim penyerbu juga terkena.
Notif World Chat berbunyi.
Ray: Tidak perlu menggunakan Heat Potion, status beku ini tidak akan hilang.
Benar apa yang dikatakan Ray, karena ini seperti kita terus terkena serangan oleh Monster yang memiliki efek beku.
Tunggu! Serangan? Aku merasakan hal yang buruk.
Aku membuka sistem menuku, lalu membuka chat pribadi dengan Ray.
Zack: Ray, mungkin ini hanya perasaanku saja, tapi bisakah kau meminta seseorang melempar seseorang ke atas untuk melihat sesuatu di depan sana?
Ray: Apa maksudmu?
Zack: Aku takut jika sebenarnya kita memang sedang di serang oleh Boss Area. Jadi bisakah kau lemparkan seseorang ke atas untuk melihat sesuatu di kejauhan depan sana?
Ray: Baiklah.
Karena berada jauh di belakang, aku tidak tahu apa yang terjadi di depan sana. Tapi beberapa menit kemudian, seorang pria yang kemungkinan Classnya adalah Assasin terlempar jauh ke atas. Dengan skill: mata elangku, aku bisa tahu kalau dia terkejut akan sesuatu.
"SEMUANYA MENJAUH DARI BARISAN!!!" Teriak player pria tersebut.
Dalam sudut pandangku yang entah kenapa terlihat lambat, satu per satu anggota tim penyerbu yang terlambat menjauh dari barusan berubah menjadi bongkahan es seukuran tubuhnya sendiri. HP mereka seketika berkurang jadi satu persen, tapi mereka tidak mati.
Aku segera mengaktifkan skill: percepatan, dan dengan cepat melompat menjauh dari barisan. Bahkan para player yang di belakangku pun terkena skill aneh itu dan membuat mereka membeku. Mungkin inilah yang terjadi pada mata-mata atau pengintai yang di kirim tim penyerbu, karena mereka semua yang terkena skill aneh itu tidak mati, tapi HP mereka benar-benar hanya tersisa satu persen saja.
Notifikasi World Chat menggunakan Live Speaker terdengar. Aku rasa Ray akan mengatakan sesuatu.
"Jangan berhenti berlari! Kita tidak tahu posisi pasti Monster yang menyerang kita."
Semua player termasuk aku mengikuti apa yang diperintahkan oleh Ray. Kami semua berlari tanpa arah di sekitaran hutan itu. Kalau terus begini, yang ada formasinya akan berantakan, tapi dari awal formasi yang di keluarkan dalam Brain Storming tadi tidak pernah ada untuk medan hutan seperti ini. Karena biasanya akan ada ruangan khusus Boss yang luas dan biasanya melingkar, tapi kemungkinan Boss Zone Area dua adalah hutan ini sendiri. Kita semua harus mundur dan memulai lagi dari awal. Tapi aku ragu hal itu akan disetujui oleh seluruh player, karena dari banyaknya player yang membeku, di sana ada teman, sahabat, atau bahkan keluarga mereka, dan adalah sebuah ketidakmungkinan bagi player yang selamat untuk meninggalkan mereka.
Sial! Harus bagaimana?
Ray: Kita akan mundur untuk sementara! Kita akan kembali beberapa jam lagi!
Ray seperti bisa membaca pikiranku dan menulis itu di World Chat. Adanya sistem menulis otomatis membuat semuanya jadi lebih mudah. Dan juga, karena segala chat ada di bagian bawah sudut pandang, hal itu tidak mengganggu pandangan kita.
Tapi, saat seluruh player yang setuju mulai berlari mundur, tiba-tiba aku dan kemungkinan besar seluruh tim penyerbu terkena status beku level sepuluh, yang mana setiap sepuluh detik, HP kami akan berkurang sebanyak satu persen.
Aku yang masih berlari untuk nyawaku, di hentikan oleh tanah, batu, dan pohon di depanku yang tiba-tiba berubah warna menjadi warna dari es, dan secara tiba-tiba sebuah tembok dari es keluar dari warna yang berubah tadi. Kemungkinan besar tembok es ini mengelilingi seluruh Boss Zone.
Aku mulai masuk ke World Chat.
Zack: Tidak ada cara lain! Kita harus bertarung! Pohon-pohon di hutan ini memang merugikan kita, tapi di saat yang sama pohon ini bisa jadi tempat bersembunyi!
Ray: Rencana dadakan ini akan sempurna untuk mengulur waktu. Player dengan serangan jarak jauh akan terus bersembunyi sambil sesekali menembak Boss! Tapi usahakan untuk menyerang Boss dari belakang saja! Napas es-nya belum diketahui seberapa kuat, jadi tetap menjauh dari mulutnya adalah yang terbaik!
Orang-orang mulai bersembunyi di balik pohon. Titik merah kehitaman di peta adalah tanda bahwa Boss ada di sana, dan titik hijau muda adalah tanda bahwa player ada di sana. Dengan ini kita bisa bersembunyi dengan baik, sayangnya kita tidak mengetahui di mana wajahnya atau siapa yang jadi targetnya, tapi sepertinya Boss kali ini mengarah seluruh player sebagai targetnya, karena tidak ada satu pun player yang terlihat panik. Bagus.
Pola serangan hit and run mulai di lakukan.
Menyedihkan rasanya saat aku yang bukan tipe jarak jauh ini hanya bisa sembunyi, saat aku melihat player yang lain dengan taruhan nyawa mereka menyerang si Boss yang namanya adalah Fenrir.
Saat aku sedang bersembunyi di balik pohon, Ray mengirimiku Chat.
Ray: Zack, apa kau punya rencana?
Zack: Maaf.
Ray: Tidak apa.
Setelah itu, World Chat mulai ramai dengan seluruh rencana strategi penaklukan Boss Area dua.
Banyak dari para player yang merekomendasikan pola serangan yang mereka pikirkan, tapi entah kenapa semua itu di tolak oleh Ray dan pemimpin lainnya.
Pikir, Zack! Sesuatu yang bisa menguntungkan seluruh player, tapi jelas merugikan bagi si Boss Monster.
"Woi!" Seorang pria dengan pakaian aneh melambaikan tangannya dari pohon yang ada di kananku.
"Apa?" Tanyaku.
"Kau si pengelana hitam kan?"
"Aku tidak tahu siapa yang memberiku julukan itu, tapi iya, itu aku."
"Kami, para penyihir bisa membuat status anti-beku pada para player."
"Jadi?"
"Yah, mungkin itu bisa membantu."
"Tunggu! Tunggu beberapa menit, aku rasa ada sesuatu yang akan keluar dari pikiranku."
"Ha?"
Para penyihir jelas memiliki damage yang sangat luar biasa besar, tapi waktu charge mereka sangat lama. Jika Boss Area kali ini adalah es, maka jelas kelemahannya adalah api yang bisa melelehkan es. Sama halnya dengan Skoll dan Hati yang lemah terhadap pedang berelemen api, mungkin Boss Area kali ini pun lemah terhadap serangan berelemen api.
Aku menoleh lagi ke arah si pria aneh. "Hei! Apakah serangan berelemen api adalah kelemehannya?"
"Iya."
"Aku punya ide!"
"Whoa! Langsung saja beritahu di World Chat."
---
Ini adalah rencanaku yang sedang berjalan.
Setidaknya ada lima puluh player yang tersisa setelah skill mengerikan yang di keluarkan oleh Fenrir. Tapi sebenarnya lima puluh player pun sudah cukup untuk memenangkan pertarungan ini.
Jika di hitung, ada tiga puluh player dengan Class penyihir, dan masing-masing dari mereka bisa menggunakan sihir api yang sederhana. Ada sepuluh tanker, lima pendekar pedang biasa dan lima penyerang jarak jauh, tapi karena kali ini pendekar pedang yang tidak bisa menggunakan serangan jarak jauh tidak di butuhkan, kita bisa membuang mereka ke laut saja. Inti dari rencanaku adalah membakar Fenrir hidup-hidup dengan sihir api selama mungkin.
Dari tiga puluh penyihir, aku ingin sepuluh penyihir untuk merapal sihir anti-beku pada sepuluh tanker, lalu sepuluh tanker itu akan maju ke garis depan dan langsung menghadapi Fenrir yang akan menyerang dengan skill bekunya yang merepotkan, sedangkan player dengan serangan jarak jauh akan terus melepaskan serangan mereka pada mata Fenrir agar terus buta. Agar Fenrir tidak menyerang player yang lain, seluruh tanker harus menggunakan setidaknya hate reaction level satu. Saat itulah para player dengan serangan jarak dekat yang memiliki skill jarak jauh, seperti skill: tebasan udara milikku juga ikut menyerang dari belakang tubuh Fenrir. Walau sebenarnya aku telat menyadari hal ini, tapi bahkan seluruh tubuh Fenrir di selimuti oleh skill yang merepotkan, saat pedangmu secara langsung menyentuh tubuhnya, maka pedangmu akan terkena status beku dan mengurangi daya serangnya, dalam artian lain berubah jadi tumpul. Saat semua itu sudah di lakukan, dari awal kedua puluh penyihir lainnya akan melepaskan skill berelemen api mereka, usahakan untuk mengeluarkan skill berelemen api yang memiliki damage besar. Seberapa lama pun waktu yang di butuhkan untuk melepaskan skillnya, tidak perlu di pikirkan, karena itulah tugas tanker dan yang lainnya, yaitu mengulur waktu untuk penyihir.
---
Setelah seluruh penyihir selesai dengan charge mereka, meteor api, tornado api, peluru api, dan berbagai macam serangan sihir dari api menghujani tubuh raksasa serigala Fenrir. Dari sudut pandangku, HP Fenrir berkurang secara drastis. Karena efek dari hate reaction, Fenrir jadi tidak bisa melarikan diri dan hanya terfokus pada pasukan tanker di depannya.
Aku, tidak! Kami semua tersenyum, karena kami semua berpikir kalau ini adalah kemenangan kami. Tidak ada satupun player yang mati, karena mereka semua hanya membeku, mereka yang membeku masih bisa di selamatkan, semuanya yakin akan hal itu, dan itu memang benar adanya.
Saat seluruh serangan api selesai, Fenrir terjatuh di tempatnya berdiri.
Kami semua bersorak dalam kemenangan yang rasanya sangat mudah.
Tiba-tiba, aku, tidak! Kami semua terkena status beku level sepuluh secara bersamaan. Sebuah kilatan cahaya berwarna biru tiba-tiba memancar dari tubuh Fenrir dan melesat ke langit luas. Kami semua menatap ke langit, penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Beberapa menit setelah kilatan cahaya itu melesat ke langit, tubuh Serigala Fenrir berubah menjadi asap hitam, kemudian menghilang ke udara.
"Aaaaahhhhh!!!" Teriakan player pria itu adalah awal dari kengeriannya.
Sesuatu tiba-tiba jatuh di depanku.
Tombak es?
Aku menatap ke langit, ratusan atau bahkan ribuan tombak es turun dari langit dan menghujani kami. Salah satu tombak itu melesat ke arahku dan jatuh tepat ke bahu kananku dan membuat tangan kananku terputus.
"Akh!"
Aku langsung menyiapkan perisaiku, dan mengaktifkan skill: perisai udara ke langit. Dari sini, aku bisa melihat orang-orang yang tidak punya pertahanan sepertiku mencoba menghindari hujan tombak es itu, tapi sama seperti menghindari hujan, hal itu tidak mungkin terjadi. Dari sudut pandangku, aku bisa melihat orang-orang terbunuh oleh hujan tombak es itu. Ini salahku! Aku tidak memikirkan kalau Fenrir memiliki serangan pamungkas yang hanya akan aktif saat dirinya mati.
Notifikasi anggota party yang mati terus terdengar di sistemku. Suara-suara notif itu membuatku semakin menyesal dan terus menggila karena aku meyakini ini adalah salahku. Aku lah yang menyarankan ide itu, karena ide ku lah Fenrir bisa mati, dan karena ide ku lah orang-orang mati.
"Hentikan!" Aku hanya bisa menggumam. "Hentikan! Kumohon hentikan! Apakah semenyenangkan ini membunuh orang-orang, ha?! Prof. Jack!"
Lalu, sebuah notif yang berbeda dari yang lainnya terdengar.
[Pemimpin party (Ray) telah mati!]
[Wakil ketua (Rio) secara otomatis di tunjuk sebagai ketua!]
Eh? Ray... Mati?
Kerongkonganku terasa sakit, suara serak dari seseorang terdengar di kedua telingaku, dan saat aku menyadari kalau suara serak itu adalah suaraku yang berteriak, Skill: perisai udaraku membesar berkali-kali lipat dan melindungi semua player yang ada di Boss Zone ini. Ribuan panah es terlihat menancap di perisai udaraku.
KENAPA SKILL INI TIDAK AKTIF DARI TADI SIH, ANJING?!
Walau begitu, aku berterima kasih pada skill ini yang sudah menyelematkan... Tiga puluh orang? Eh? Hanya tiga puluh dari seratus player yang ikut menyerbu, hanya tiga puluh player yang hidup?
Aku yang mungkin tidak bisa menerima semuanya, mulai merasakan sakit di kepalaku, dan perlahan-lahan pandanganku mulai kabur, sampai akhirnya aku tidak bisa melihat apapun.
---
"RAAAAYYY!!!"
Saat aku sadar, ternyata aku sedang berbaring di atas sebuah kasur berwarna putih bersih, dan tangan kiriku terangkat ke atas seolah menggapai sesuatu.
"Apa yang ada di dalam mimpimu?"
"Yuki." Aku bangkit dari tidurku dan duduk, "Dimana ini?"
"Kamar di guild The Green Eyes."
"R-Ray, bagaimana dengannya?"
"Seperti yang terlihat di pengumuman chat party, dia sudah mati."
"A-Apa kau tidak merasakan apapun?"
Yuki menggeleng, "Tentu saja aku sedih. Dia adalah temanku, tidak mungkin aku tidak sedih kan?"
Aku mengangguk, "I-Iya, kau benar."
Yuki berdiri dari tempat duduknya dan memutar tubuhnya, menatap pintu berwarna coklat beberapa meter dari tempat tidur ini. "Dari dulu aku tidak pandai menunjukan ekspresiku."
Aku tersenyum bodoh, "Iya, ekspresimu selalu saja sama."
Yuki menatapku dari balik bahu kirinya. Aku bisa melihat kalau wajahnya memerah. "Begini lah aku."
"Jadi, kenapa kau duduk di sini?"
Yuki berbalik dan menatapku, "Ray mengatakan sesuatu padaku."
"Eh?"
"Dia ingin aku menyampaikan ini padamu, 'Teruslah bertambah kuat, karena aku percaya padamu, Zack! Jadilah pahlawan dan lindungi teman-teman berhargamu!' katanya."
"Teman-teman berharga?"
"Iya, kau punya?"
Aku menunduk beberapa saat. Aku tidak tahu apa maksud dari berharga, karena bagiku, keluarga adalah satu-satunya hal yang berharga. Aku mengangkat wajahku dan menatap Yuki, "Apa kau mau jadi temanku yang berharga, Yuki?"
Yuki mengangguk pelan, "Iya."
"Terima kasih, Yuki."
"Iya." Yuki kemudian berbalik, "Teman-teman berhargamu yang lainnya mungkin menunggumu di kamar Rio."
"Yang lainnya?"
"Maya, Rena, Rio, Liz, Rick dan isterinya, mungkin."
Aku tersenyum, "Kau benar! Mereka adalah teman-temanku yang berharga, tapi walaupun begitu, aku tetaplah orang yang bertanggung jawab atas kematian tujuh puluh player lainnya."
"Iya, kau lah yang bertanggung jawab!"
"Kau bahkan tidak berusaha untuk menghiburku ya?"
"Maka dari itu, agar kejadian seperti itu tidak terulang lagi, jadilah kuat, Zack!"
Aku mengangguk, "Iya, aku akan bertambah kuat."
"Kalau kau sudah siap, kami menunggumu di kamar Rio."
"Iya, aku hanya harus menyiapkan beberapa hal."
Yuki berjalan keluar dari kamar ini dengan tanpa suara. Langkah kakinya yang lembut itu bagaikan langkah kaki dari seorang Assasin. Tidak! Langkah kakinya yang lembut itu bagaikan salju yang jatuh tanpa menimbulkan suara berisik apapun.
Saat pintu kamar ini tertutup, ruangan ini jadi sepi seketika itu juga, dan rasa penyesalan karena tujuh puluh orang mati karena ideku, membuatku ingin berdiam diri di kamar ini selamanya, dan biarkan orang lain saja yang menanggung beban berat ini. Awalnya aku membenci pahlawan yang langsung stress hanya karena tidak bisa menyelematkan seorang anak kecil saja, tapi karena menyelamatkan orang lain adalah tugas seorang pahlawan, wajar jika dia menyesal. Aku yang bukan siapa-siapa ini menyesal saat ide ku yang memang bisa membunuh Fenrir, tapi di saat yang sama juga berhasil membunuh tujuh puluh player dalam sekejap. Mungkin jika aku berpikir untuk membela diri, maka aku bisa berkata, "Manusia mana yang bisa tahu kalau ternyata Fenrir memiliki serangan pamungkas terakhir yang akan dia keluarkan saat dirinya mati?" Tapi sama halnya seperti seorang pengemudi yang tidak sengaja manabrak seseorang dan membunuhnya, tapi si pengemudi tersebut tetap terkena hukuman, karena kelengahan yang bisa membunuh seseorang. Hal itu juga berlaku untukku, yang tidak waspada pada serangan terakhir.
Aku turun dari kasurku, lalu berjalan ke depan jendela kamar ini, dan menatap para NPC yang sedang beraktifitas. Hanya sedikit player yang terlihat, karena kemungkinan mereka sedang melihat-lihat tempat baru, yaitu Area tiga yang baru saja terbuka dengan mengorbankan tujuh puluh player pemberani, atau para pahlawan dunia ini. Aku harap mereka yang mati untuk kemenangan game ini akan di berikan surga di sisi-Nya, atau jika reinkarnasi itu ada, aku harap mereka bereinkarnasi menjadi seseorang yang sangat bahagia, karena penyiksaan batin di dalam game ini harusnya sudah cukup bagi kami semua.
Hembusan napas yang aku keluarkan membuat kaca jendela di depanku berembun. Aku menuliskan namaku sendiri di embun itu dan menatapnya dalam diam. Jika nama ini adalah salah satu dari calon pahlawan yang akan menyelamatkan dunia ini, maka player dengan nama ini harus terus bertambah kuat, sehingga dia bisa melindungi orang-orang yang menurutnya berharga, tidak! Aku hanya ingin melihat lagi wajah kedua orang tuaku dan wajah Kakak perempuanku yang sudah menikah dengan seseorang. Sedih rasanya saat aku bahkan tidak bisa menghadiri pernikahan mereka.
Sekarang aku level tujuh belas. Dan karena level ini yang masih rendah, aku harus kesusahan untuk mengalahkam Fenrir. Jika saja levelku saat itu sudah tinggi, aku yakin rasa penyesalan ini tidak akan pernah ada, tapi aku tidak akan membuang masa laluku. Mau seburuk apapun masa laluku, aku tidak akan pernah membuangnya, karena masa lalu itu adalah yang nanti akan membentuk seorang Zack di masa depan.
Aku berbalik dan keluar dari kamar ini. Melihat Map dan langsung berjalan menuju kamar Rio.
Aku mengetuk pintu kamar Rio.
"Tidak di kunci." Itu suara Rio.
"Iya." Kataku, sambil membuka pintunya.
Ruangan yang berukuran sedang itu di penuhi oleh orang-orang yang masuk di dalam daftar temanku. Rick dan Nay isterinya, Yuki, Maya, Liz, Rena, dan Rio.
Nay isteri Rick itu tersenyum lembut ke arahku. Yuki berdiri di depan jendela dan menatap ke arah lain. Maya tersenyum lembut ke arahku sambil mengepalkan tangannya. Liz tampak di sudut kasur. Rena berdiri di pojok ruangan dan menunduk. Rio berdiri di samping kananku. Dan Rick berjalan ke arahku, lalu meninju bahuku dengan pelan.
"Jangan salahkan dirimu, Zack!"
Aku mengangguk, "Iya, karena yang salah adalah Prof. Jack."
Rick tersenyum, "Bagus! Memang itulah yang harusnya terjadi."
Bohong saat aku mengatakan itu, karena aku tetap menyalahkan diriku sendiri. Tapi tenang saja, karena aku akan menggunakan rasa bersalah ini untuk membuatku lebih kuat lagi.
Aku menoleh pada Rio, "Siapa pemimpin The Green Eyes yang sekarang?"
"Aku... Tapi sepertinya banyak dari member The Green Eyes yang menolaknya."
"Kenapa?"
Rio mengangkat bahunya, "Entahlah, dan rata-rata yang menolaknya adalah laki-laki."
Aku tersenyum kecut, "O-Oh."
"Aneh."
"Iya."
Jika aku adalah salah satu anggotanya, aku pun pasti akan mengatakan penolakanku dengan keras dan jelas, karena aku tidak mau lubang pantatku di masuki oleh tongkat sialan miliknya.
Aku berjalan ke tengah ruangan dan menyapa Nay, "Hai, Nay. Ini pertama kalinya kita bertemu kan?"
"Iya." Nay berdiri dan berjalan ke depanku. "Aku dengar kau tidak suka bersosialisasi ya?"
"Kau dengar dari Rick?"
"Hehe, iya."
"Bukannya aku tidak suka, hanya saja aku kurang pandai dalam melakukan hal itu." Aku tersenyum lembut setelah mengatakan itu, karena mau bagaimana pun Nay adalah isteri Rick, aku harus bersikap baik padanya.
"Baiklah," Rick tiba-tiba menengahi kami dan menatapku, "Sudah cukup."
"Ha? Apa yang kau lakukan?"
"Berisik! Kalau aku melihat wajah Nay yang memerah karena bicara denganmu, aku jadi tidak enak!"
"Ah? Apa sih maksudmu?"
Maya tiba-tiba menyentuh bahuku, "Zack, kau tidak tahu tentang hal-hal seperti cemburu, karena kau belum pernah mengalaminya."
"Iya, aku hanya tahu katanya saja, tapi aku tidak pernah mengalaminya."
Nay yang melihat dari balik bahu Rick berkata, "Maksudmu kau belum pernah pacaran, Zack?"
"Iya." Jawabku.
"Serius?"
"Iya."
"A-Aku kira pria seperti itu tidak pernah ada."
"Tu-Tunggu dulu, Nay!" Rick terlihat panik dan memegang pundak Nay. "Aku ini suamimu kan?"
"Iya."
"Jadi-"
Nay tersenyum lembut, "Dan aku masih tetap sayang padamu, Rick."
"Oh, hehe."
Liz berjalan ke arahku, lalu menatapku, "Mulai sekarang, apa yang akan kau lakukan, Zack?"
Aku mengangguk, "Aku akan terus bertambah kuat." Aku berhenti sejenak sebelum mulai melanjutkan, "Untuk itu, aku harap kalian tidak perlu mencariku, karena sampai levelku naik ke level lima puluh, aku akan terus membunuh Monster." Kemudian aku menatap Maya, "Tapi aku rasa aku akan terus mengunjungi Maya."
"Oke!"