webnovel

Malam pertarungan - Manusia Serigala melawan ATS

Arya merubah kedua tangannya menjadi tangan manusia serigala, tak lupa Arya juga mengeluarkan cakarnya yang tajam dan siap mencabik lawannya.

Sedangkan itu, lawan Arya juga menyiapkan senjata miliknya, sebuah pedang yang bergerigi, di depan dadanya.

Di saat hampir bersamaan, Arya dan lawannya bergerak ke arah lawan mereka dengan senjata mereka masing-masing yang mengarah pada lawan mereka. Cakar dan pedang akhirnya saling berbenturan satu sama lain.

Hal yang mengejutkan Arya terjadi saat cakarnya berbenturan dengan pedang milik pria berbaju besi itu. Tiba-tiba saja gerigi di pedang milik si pria baju besi itu berputar dan menghancurkan cakar Arya.

Arya segera menghindar secepat mungkin sebelum dirinya terkena sabetan dari pedang tersebut. Dia melompat ke belakang dan menjaga jarak dari jangkauan pedang tersebut.

Qita yang melihat hal tersebut gemetar dengan perasaan khawatir. Meskipun pria yang menolongnya memakai topeng, tapi dirinya mengetahui siapa orang yang berada di balik topeng tersebut. Orang itu pasti Arya.

Qita sama sekali tidak menyangka bahwa Arya akan datang menolongnya di situasi seperti ini. Kalau seperti ini, keputusan Qita untuk melarikan diri untuk meringankan bebannya, malah membuatnya menjadi kesusahan.

Mengetahui hal tersebut, perasaan bersalah langsung berkumpul di dalam dadanya. Kalau tahu akan jadi seperti ini, dia memang seharusnya tidak kabur dari mereka dan hanya menuruti semua perkataan mereka.

"Maaf... Kak Ar..."

"Jangan katakan apapun!"

Sebelum Qita dapat mengatakan hal yang tidak perlu, Arya segera menghentikannya. Qita hanyalah gadis kecil, jadi wajah bila dia tidak menyadari bahwa dia seharusnya tidak boleh menyebutkan nama Arya di depan musuhnya. Arya tidak bisa menyalahkannya.

"Ar?!"

Pria di dalam baju besi itu melihat ke arah Qita yang saat ini berada di belakangnya, karena tadi dia sempat berlari cukup jauh ke arah Arya yang muncul dari ujung terowongan yang berbeda dari ujung yang dia masuki.

Pria itu nampak berpikir sebentar, sebelum dia memberikan pertanyaan yang membuat Arya terkejut.

"Nah, apa mungkin namamu adalah Arya?!"

Arya mengernyitkan dahi saat mendengar pertanyaan dari pria tersebut. Sepertinya ATS tidak sepenuhnya melupakan namanya.

Pria di depannya tidak bisa diremehkan sedikitpun. Hanya dari sedikit kesalahan, dia bisa mengetahui bahwa nama lawannya saat ini adalah Arya.

"Aku tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu!"

Untung saja Arya mengenakan topeng saat ini, jadi pria di depannya tidak akan tahu seperti apa ekspresi wajahnya, jadi dia tidak akan mendapatkan jawaban dari membaca ekspresi wajahnya. Meski Arya sayangnya juga tidak bisa membaca ekspresi wajah lawannya, karena kepalanya tertutup oleh helm besi yang terlihat sangat kuat.

"Apakah Aku bisa menganggap itu sebagai jawaban ya?"

"..."

Arya tidak mengatakan apapun. Dia tahu bahwa salah bicara sedikit saja, maka dia akan memberikan informasi pada lawannya. Jadi diam adalah jawaban terbaiknya saat ini.

"Jadi kau memutuskan untuk diam, ya... itu tidak masalah, Aku bisa menganalisa darahmu dan mendapatkan jawabanku sendiri!"

Pria itu berkata sambil mengacungkan pedangnya pada Arya. Arya sama sekali tidak bergeming, bahkan saat ujung pedang itu hanya beberapa sentimeter dari dirinya.

Cakarnya yang dihancurkan dengan mudah oleh pedang itu sudah kembali dengan utuh, jadi Arya bisa melanjutkan pertarungan mereka kapanpun juga.

"Menjauhlah dari tempat kami bertarung, tapi jangan lepas dari pandanganku!"

Arya berkata pada Qita yang masih berdiam diri di tempatnya terjatuh.

Setelah menganggukan kepalanya, Qita segera berdiri, lalu menjauh dari tempat Arya dan pria itu berdiri, tapi dia tetap berada di bidang pandang dari Arya.

Lawannya hanya mengawasi Qita yang menjauh dari ujung matanya. Dia tidak terlihat berniat untuk menyerang Qita yang tidak memiliki pertahanan apapun.

"Meski kau adalah mahluk yang menjijikan, tapi sepertinya kau masih memiliki simpati pada sesama mahluk menjijikan!"

"..."

Arya kembali tidak membalas perkataan lawannya. Dia tahu bahwa lawannya hanya ingin memprovokasinya, jadi tidak ada gunanya dia terpancing oleh provokasi murahannya.

"Apa kau tahu, Arya? Pada malam itu, kami berhasil menemukan siapa pembunuh Ibumu!"

Mata Arya nampak melebar di balik topengnya saat dia mendengar ucapan lawannya tersebut, tapi Arya berusaha sekuat mungkin untuk tidak menampilkan keterkejutannya lewat tubuhnya. Dia tidak bisa membiarkan lawannya mengonfirmasi bahwa dia memang adalah Arya.

"Apa kau tidak ingin tahu siapa pembunuhnya?"

Provokasi rendahan. Hal tersebut tidak akan membuat Arya menunjukan emosi apapun. Arya akan berbohong jika dia berkata bahwa dia tidak ingin mengetahui siapa pembunuhnya, tapi Arya tidak bisa mempercayai perkataan dari lawannya sedikitpun, jadi Arya tidak boleh sampai menunjukan emosinya hanya karena perkataannya semacam itu.

"Apa kau sungguh tidak ingin mengetahui apapun?"

"..."

Arya hanya dapat merasakan kebohongan dari ucapannya. Arya mulai curiga bahwa ada maksud lain dari perkataannya itu.

"Pembunuhnya adalah... dirimu!"

Saat pria itu mengatakan itu, dia segera melompat dengan sangat cepat ke arah Arya berada dengan pedangnya yang siap membelah Arya menjadi dua.

Meskipun Arya sempat terkejut pada awalnya, tapi Arya bisa langsung beraksi untuk menghindari serangan itu. Dia segera melompat mundur dan menjauh dari jangkauan pedangnya, setelah lawannya itu melompat ke arahnya. Pedang milik lawannya tidak mengenai apapun, selain udara.

Arya dengan cepat melompat kembali ke arah lawannya, begitu kakinya menyentuh tanah, setelah melompat tadi. Gerakan yang dilakukan oleh Arya sangat cepat hingga membuat lawannya sedikit panik. Dia segera menggunakan pedangnya sebagai perisai saat cakar Arya akan mengenai baju besinya.

Cakar Arya kembali hancur saat berbenturan dengan gerigi pedang itu yang berputar sangat cepat. Akan tetapi, Arya segera menumbuhkan cakarnya dan melakukan serangan bertubi-tubi dengan menggunakan semua cakar di kedua tangannya.

Setelah cakar tangan kanannya dapat ditangkis dan dihancurkan oleh pedang lawannya, maka Arya akan menggunakan cakar kirinya untuk menyerang dan hal yang sama juga terjadi pada cakar kirinya, cakarnya hancur setelah ditangkis oleh pedang tersebut, tapi saat itu cakar tangan kanannya sudah tumbuh kembali, jadi Arya menggunakan cakar kanannya untuk menyerang kembali.

Hal tersebut terus berulang sampai beberapa menit. Hal ini akan menjadi pertandingan stamina di antara mereka berdua. Siapapun yang lengah duluan, maka dia yang akan terkena serangan duluan.

Meskipun lawannya sangat hebat dalam menangkis serangan Arya, tapi pada akhirnya dia hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki stamin sebesar manusia serigala seperti Arya. Maka saat orang itu menunjukan celah, Arya segera menyerang di celah tersebut dan dapat mengoreng baju besinya.

Meskipun Arya dapat melakukan hal tersebut, tapi sayangnya dia tidak bisa memberikan luka apapun pada lawannya. Baju besi miliknya membuat serangan Arya terblokir dengan sempurna. Baju besi itu ternyata lebih tebal dan kuat dari pikiran Arya sebelumnya.

Arya segera menjaga jarak dari lawannya, setelah serangannya tidak dapat memberikan kerusakan yang berarti pada lawannya.

Seharusnya Arya sudah sadar saat pedangnya bisa menghancurkan cakarnya tadi, jika lawannya tersebut tidak sedang menggunakan baju besi biasa.

Arya tidak tahu terbuat dari apa senjata dan baju besi yang digunakan oleh lawannya, tapi Arya yakin itu jauh lebih kuat dari pada besi, karena cakar Arya yang bisa dengan mudah memotong besi hanya dapat membuat sedikit goresan pada baju besi tersebut.

Arya harus memikirkan cara untuk bisa menghadapinya atau setidaknya lari dari lawannya sambil membawa Qita. Menyelamatkan nyawanya dan Qita jauh lebih penting dari pada memenangkan pertarungan ini.

Tapi sayangnya Arya tidak memiliki waktu untuk berpikir dengan tenang. Setelah menangkis berbagai serangan dari Arya, sekarang adalah gilirannya melakukan serangan balik. Lawannya dengan sangat lihai mengayunkan pedangnya ke arah Arya berada.

Untung saja insting Arya sudah terasah berkat latihan dari Roy, jadi dia bisa menghindari semua serangan lawannya hanya dengan menggerakan sedikit tubuhnya dan tidak membuat gerakan yang tidak perlu.

Arya harus ingat bahwa lawannya pada akhirnya hanya manusia biasa, jadi dia pasti akan kembali menunjukan celah saat dia sudah mulai lelah mengayunkan pedangnya, meski dia adalah seorang profesional sekalipun. Apa yang harus Arya lakukan adalah menunggu saat itu sambil menjaga dirinya agar dirinya tak menjadi orang yang membuat kesalahan tersebut.

Arya menggunakan instingnya untuk memprediksi ke arah mana lawannya akan mengarahkan pedangnya, lalu segera menghindar saat pedang tersebut hampir mengenai dirinya.

Arya tidak tahu apa alasannya, tapi Arya bisa merasakan bahwa lawannya saat ini menyimpan kebencian dan dendam yang sangat kuat pada dirinya atau mungkin pada mahluk sepertinya. Maka dari itu, Arya dapat lebih mudah menghindari serangannya dari pada saat dia melawan Roy ataupun Ageha saat latihan mereka, karena mereka tidak memiliki perasaan semacam itu pada Arya.

Mungkin karena dia menyadari bahwa serangannya tidak bisa mengenai Arya satupun, maka dia berhenti menyerang Arya, lalu melompat mundur untuk menjaga jarak di antara mereka berdua.

Arya merasakan firasat buruk saat orang itu membuat jarak di antara mereka berdua. Dan firasat itu benar saat dia tiba-tiba saja berputar dan melemparkan pedangnya ke arah Qita berada.

Arya bergerak secepat mungkin untuk mengejar pedang tersebut, lalu membelokan arah pedang itu dengan menghantamkan cakarnya pada pedang tersebut, setelah dia berhasil berada di antara pedang itu dan Qita. Pedang itupun menancap ke tembok yang berada tak jauh dari tempat Qita berdiri.

Arya memang melukai sedikit tangannya saat melakukan hal tersebut, tapi hal itu bukanlah masalah baginya. Lukanya segera sembuh hanya dalam hitungan detik.

"Oh! Aku terkesan! Aku tidak menyangka kau bisa bergerak secepat itu!"

Meskipun lawannya mengatakan hal tersebut, Arya tidak merasa senang sedikitpun. Arya memang bisa bergerak sangat cepat, tapi Arya tetap merasa bahwa dia tidak akan bisa cukup cepat untuk menghindari serangannya, jika lawannya itu menggunakan senjata api.

"Jadi apakah kau dapat menghindari ini?!"

Seperti dapat membaca pikiran Arya, pria di hadapannya mengeluarkan moncong senjata api dari lengan baju besinya, lalu menembakannya ke arah Arya dan Qita berada.

Arya bergerak secepat mungkin untuk menggendong Qita dengan kedua tangannya, lalu menghindari rentetan peluru yang ditembakan oleh lawannya.

Arya sama sekali tidak mengerti kenapa lawannya bisa menembakan peluru dari baju besinya tanpa menggerakan anggota tubuhnya, selain saat dia mencoba mengarahkan moncong senjatanya ke arah Arya berlari. Apakah dia bisa menembakan peluru hanya dengan memikirkannya?

Hal itu benar-benar gila, jika hal itu memang benar. Arya tidak pernah mendengar bahwa sudah ada teknologi seperti itu di dunia ini. Persenjataan ATS ternyata jauh lebih maju dari pada apa yang dipikirkan oleh Arya sebelumnya.

Jika dia hanya perlu menghindari peluru itu, mungkin dia tidak akan kesusahan seperti ini, tapi sayangnya dia harus mengindari peluru-peluru itu sambil membawa Qita dan memastikan bahwa peluru tersebut tidak mengenai gadis tersebut.

Arya bisa merasakan bahwa Qita sedang gemetar ketakutan saat berada digendongannya. Ini mungkin adalah pengalaman pertamanya menghadapi orang yang menggunkan senjata api, jadi wajar bila dia ketakutan, belum lagi dia juga masih anak-anak. Arya tidak akan menyalahkannya sedikitpun, bahkan jika dia mengompol di situasi seperti ini.

"Kira-kira sampai kapan kau bisa terus menghindari peluru-peluru ini!?"

'Kau sendiri bagimana?! Sampai kapan kau bisa terus menembak?!'

Sebetulnya Arya ingin membalasnya seperti itu, tapi dia tidak punya waktu untuk mengatakan hal tersebut, karena dia terlalu sibuk menghindari peluru-peluru yang terbang ke arahnya. Dia berlari ke dinding, lalu melompat ke langit-langit, berlari di langit-langit dengan cepat, lalu meluncurkan tubuhnya kembali ke atas tanah, berguling dan melakukan hal lainnya agar dia bisa menghindari semua peluru yang dilayangkan oleh lawannya.

Arya mulai tidak yakin jika dirinya bisa terus menghindari semua peluru itu sampai lawannya kehabisan peluru. Meski begitu, ada satu hal yang disadari oleh Arya saat dia menghindari semua tembakan lawannya.

Lawannya selalu saja menembak ke arah kaki Arya. Meski Arya belum mengetahui alasan kenapa lawannya melakukan hal tersebut, tapi dengan menyadari hal tersebut, Arya bisa merasa tenang, karena kemungkinan Qita terkena tembakan itu sangatlah kecil, karena gadis kecil itu selalu berada di atas gendongannya. Jadi selama kaki Arya tidak terkena tembakannya, maka Qita akan selalu aman.

"Sepertinya kau mulai sadar bahwa Aku selalu mengincar kakimu, ya..."

Mungkin mengetahui hal tersebut, karena dia sudah sadar bahwa Arya telah merubah pola menghindar dengan hanya terfokus untuk menggerakan kakinya.

Lawannya menghentikan tembakannya ke arah Arya dan berjalan ke arah pedangnya menancap, lalu menarik kembali pedang tersebut.

Arya hanya mengawasi gerakan dari pria tersebut sambil menurunkan Qita dengan perlahan. Dia masih tidak meninggalkan sisi Qita, karena pria itu masih bisa mengincar Qita kapanpun juga.

Saat Arya berpikir bahwa pria itu akan menggunakan pedangnya, pria itu malah kembali menembak ke arah mereka berada. Arya dengan cepat kembali mengangkat Qita dan membawanya menjauh dari area tembak pria tersebut.

"Kakak..."

Qita nampak ingin menangis di dalam pelukan Arya saat dia memanggil Arya. Perasaan takut sebetulnya tidak hanya dirasakan oleh Qita, tapi juga Arya. Ini adalah pertarungan pertamanya dengan ATS, jadi dia tidak tahu seberapa kuat mereka dan bagaimana cara mengatasi mereka.

"Nah, bukankah lebih baik kau lepaskan saja beban di tanganmu itu! Jika dia tidak ada, kau pasti dapat bertarung dengan lebih baik, kan?"

Apa yang dikatakan oleh pria itu memang benar, tapi sayangnya Arya tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Dia datang ke sini untuk menyelamatkan Qita, bukan untuk bertarung dengan pria itu, jadi keselamatan nyawa Qita adalah prioritas yang lebih tinggi dari pada memenangkan pertarungan.

Saat lawannya mengatakan hal tersebut, Arya menyadari satu hal. Dia menyadari alasan kenapa lawannya hanya mengincar kakinya dan tidak pernah mengincar anggota tubuh lainnya.

"Kau sendiri bagaimana? Bukankah lebih baik kau abaikan saja teman-temanmu yang menunggu di ujung terowongan ini? Itu alasan kenapa kau selalu mengincar kakiku, kan?"

Jika lawannya hanya mengincar kakinya, maka peluru yang dia tembakan akan terhenti di tanah, tapi jika dia mengincar tempat lain, maka pelurunya akan terus terbang ke ujung dari terowongan ini. Terowongan ini cukup panjang dan agak gelap, jadi pasti sulit bagi mereka untuk mengetahui keadaan di dalam sini, jadi jika ada peluru yang terbang ke arah mereka, mungkin mereka tidak akan sadar dan mereka akan terkena tembakan tersebut.

"Sepertinya kau tidak hanya pandai menghindar, tapi juga berpikir... Aku tidak pernah menyangka bahwa mahluk menjijikan seperti kalian akan memiliki otak yang bagus... atau apakah itu karena kau dulunya adalah manusia?"

Sekali lagi, pria itu memprovokasi Arya. Provokasinya mungkin akan berhasil jika dia berhadapan dengan orang lain, tapi Arya adalah orang yang dapat berpikir dengan tenang. Dia tidak akan semena-mena terbawa emosi di situasi seperti ini.

"Apakah kau tidak bisa berbicara lagi? Apakah tadi itu adalah kata-kata terakhirmu? Apakah otakmu yang menjijikan itu hanya dapat membuatmu berbicara beberapa kali dalam sehari? Atau mungkin otak menjijikanmu sudah terbakar saat memikirkan hal tadi?"

Arya cukup yakin jika yang mendengar perkataan itu adalah Ageha, maka dia akan langsung emosi dan menghajarnya tanpa pikir panjang, tapi hal itu tidak akan berkerja pada Arya yang sudah melatih dirinya untuk mengabaikan orang lain selama bertahun-tahun.

"Apa kau serius tidak ingin mengatakan apapun?!"

"... huh..."

Saat Arya hanya menghela nafasnya, tiba-tiba saja dia merasa bahwa lawannya marah besar padanya, lalu dia menembakan peluru dari senjata di tangannya ke arah Arya.

Karena dia hanya menembak sekali, Arya dapat menghindarinya dengan mudah tanpa membuat banyak gerakan. Sepertinya justru lawannya yang marah besar saat ini dan bukan Arya yang sedari tadi diprovokasi olehnya.

"Kakak..."

"Jangan katakan apapun!"

Arya menutup mulut Qita saat gadis kecil itu ingin mengatakan sesuatu. Meskipun lawannya saat ini sedang marah, tapi dia tetap bisa mencerna informasi dengan baik, jadi berkata dengan sembarangan malah akan membuat situasi mereka menjadi semakin buruk.

Pria di hadapannya mengangkat pedangnya dengan tinggi. Setelah melihat gerakannya yang sebelum, Arya masih ragu jika pria itu benar-benar akan menggunakan pedangnya dan bukan senjata lain miliknya yang tersembunyi.

Dan benar saja, saat dia mengangkat tangannya itu, bukan serangan pedang yang dilancarkan, tapi justru sebuah cahaya yang sangat terang muncul dari baju besinya yang terbuka di bagian dada.

Cahaya itu sangat terang hingga membutakan mata Arya. Arya terpaksa menutup kedua matanya dan mata Qita agar mata mereka tidak terkena kerusakan dari cahaya tersebut.

Saat cahaya menyilaukan itu bersinar, dia bisa mendengar suara langkah kaki yang berlari mendekatinya. Tanpa melihat sekalipun, dia tahu bahwa pria itu berniat untuk melancarkan serangannya pada Arya.

Tanpa membuka matanya, Arya dapat menghindari tebasan yang dilayangkan oleh pria itu. Meskipun dia tidak bisa menghindar sesempurna saat dia dapat melihta dengan kedua matanya, tapi dia masih bisa menghindari serangan itu tanpa luka sedikitpun.

"Sepertinya kau memang seperti topengmu itu... kau adalah manusia serigala, jadi penciuman dan pendengaranmu pasti sangat hebat... ini menyebalkan, tapi sepertinya menutup satu indramu saja tidak akan cukup untuk mengalahkanmu!"

Saat Arya mendengarnya mengatakan itu, Arya merasakan bahwa cahaya terang dari dada lawannya sudah menghilang. Arya kemudian membuka matanya dengan perlahan untuk memastikan bahwa itu memang benar.

Saat Arya membuka matanya, pria itu langsung menyerbu ke arahnya dengan ujung pedangnya yang mengarah ke dada Arya. Dengan menggunakan insting dan refleks yang bagus, Arya dapat menghindari serangan dadakan lawannya dengan baik.

Tapi saat Arya menghindar, di saat yang bersamaan si pria itu juga menembakan peluru ke arahnya atau lebih tepatnya ke arah Qita yang berada di pelukannya. Arya menggunakan tangannya untuk menghalau peluru tersebut, karena dia tidak punya waktu untuk menghindar dari jalur peluru itu.

Darah langsung menetes dengan deras dari punggung tangan kanan Arya yang dia gunakan untuk menghalau peluru tersebut.

Biasanya luka kecil yang diterimanya itu tidak akan menjadi masalah, karena dia bisa menyembuhkan lukanya dengan cepat, tapi berbeda cerita jika yang mengenainya adalah peluru perak. Meskipun dia sudah melatih kemampuan penyembuhannya, tapi luka yang disebabkan oleh benda yang terbuat dari perak tetap saja lama sembuhnya, jika dia tidak bisa mengeluarkan benda itu dari dalam tubuhnya.

Peluru itu masih bersarang di dalam tangannya dan dirinya tidak punya waktu untuk mengeluarkannya karena serangan pria itu tidak berhenti di sana.

Pria tersebut kembali menggunakan pedangnya untuk mencoba menebas Arya menjadi dua bagian. Arya terpaksa menghindari serangan itu dengan tangan yang masih berlumuran darah.

"Sepertinya ini akan menjadi sampel darah yang bagus!"

Kata pria tersebut sambil mengambil sebuah sapu tangan yang tersimpan di dalam tas kecil yang terpasang di bagian belakang celananya. Dia kemudian membasahi sapu tangan itu dengan darah Arya yang tercecer di lantai, lalu memasukannya ke dalam kantong plastik kedap udara.

Sepertinya dia memang benar-benar berniat untuk memeriksa darah Arya untuk mengetahui apakah lawannya saat ini memang benar-benar adalah Arya yang dia cari-cari selama ini.

Sementara dia melakukan hal tersebut, Arya mencoba mengambil peluru di dalam tangan kanannya dengan mencongkelnya menggunakan cakar tangan kirinya. Setelah berhasil mengeluarkan peluru itu, dia segera menghancurkannya dengan meremasnya sekuat tenaga. Setelah remuk, Arya melemparkan peluru tersebut kembali ke arah lawannya.

Lawannya hanya dengan santai menangkis peluru yang dilempar Arya menggunakan pedangnya.

"Sepertinya kau sudah mulai kesal, ya... itu bagus! Lebih marahlah lebih besar dari pada itu, lalu lawanlah Aku dengan sekuat tenagamu!"

Arya harus mengakui bahwa dia sempat merasa marah tadi, tapi dia segera menenangkan dirinya. Membuat Arya marah dan tak dapat berpikir jernih adalah tujuan dari lawannya. Dia tidak boleh begitu saja terpancing olehnya, hanya karena dia menerima sebuah luka kecil.

Dia harus memikirkan cara untuk kabur dari sini. Arya sudah bisa memastikan bahwa anggota ATS, selain lawan di depannya, sudah menunggu di ujung terowongan yang berbeda dengan tempat Arya masuk tadi, setelah dia melihat reaksi lawannya saat Arya menanyakan hal itu padanya. Jadi Arya bisa berasumsi bahwa ujung yang dia masuki tadi juga sudah dijaga oleh anggota ATS lainnya. Keluar dari manapun akan tetap beresiko.

Belum lagi, Arya tidak yakin jika lawannya akan membiarkannya lolos begitu saja tanpa perlawanan apapun. Andai saja Arya bisa membuatnya tetap tertahan di sini, maka dia bisa berlari ke salah satu sisi, lalu mencoba menerobos kepungan ATS dengan kecepatannya. Memang hal itu tetap beresiko, tapi jika Arya cukup berhati-hati, maka dia bisa lolos tanpa terluka sedikitpun.

Jadi untuk saat ini, Arya harus fokus untuk membuat lawan di depannya ini tidak bisa mengejarnya, tapi bagaimana dia melakukannya?

Seakan menjawab doa dari Arya, tiba-tiba saja seseorang muncul dari sisi di mana dia masuk tadi, lalu menyerang lawannya dengan sebuah katana yang dia bawa. Lawannya segera menangkis serangan orang yang tiba-tiba muncul itu dengan pedang miliknya.

Meskipun orang itu sudah merubah wujudnya menjadi mahluk yang terlihat seperti kalajengking, tapi Arya mengenali sosok tersebut. Hanya ada satu manusia kalajengking yang dia kenal, yaitu seorang pria yang telah menjadi figur kakak baginya selama satu tahun belakangan ini. Sosok lelaki yang biasa dia panggil sebagai Roy telah berdiri di hadapan Arya dan Qita dengan katana kesayangannya yang sedang beradu dengan pedang milik pria yang tadi menjadi lawan Arya.

Arya tidak tahu bagaimana caranya dia menemukan mereka, tapi yang jelas saat ini Roy telah datang untuk menyelamatkannya dan Qita.