webnovel

Morning Kiss

Puk! Puk!

"Lea, bangun," panggil Rigel perlahan.

Leandra hanya menggeliat dan mempererat pelukannya.

"Lea," panggil Rigel kembali.

"Apaan sih, kalau mau bangun, ya bangun saja. Aku ngantuk," menjawab seraya belum menyadari apa yang terjadi.

Rigel menatap Leandra seraya menghela napasnya.

"Apa?"

"Lihat tangan kamu sekarang di mana."

Leandra melihat tangannya dan baru menyadari jika tangannya memeluk Rigel begitupun tubuhnya amat lekat dengan Rigel.

"Astaga!"

"Lihat 'kan siapa yang macam-macam?"

"Maaf, enggak sengaja."

"Enggak apa-apa."

Rigel segera bangkit dan mulai membersihkan dirinya. Ketika Rigel masih bersiap Leandra menyiapkan sarapan di dapur.

"Kamu enggak kuliah?"

"Enggak," jawab Lea santai dengan rambut yang masih acak-acakan dan baju tidur yang belum terganti.

"Libur atau siang nanti?"

"Memang enggak ada jam kuliah."

Rigel menganggukkan kepalanya dan duduk seraya sarapan bersama Leandra.

"Aku tinggal sendiri di rumah enggak apa-apa 'kan?"

"Iya."

"Aku pergi," ucap Rigel seraya mengambil jasnya.

Leandra mengangguk-anggukkan kepalanya dengan roti yang masih ia kunyah dengan malas dan mengantuk.

Belum lama Rigel keluar rumah kini ia kembali ke dalam rumah.

"Kenapa?" tanya Leandra heran karena Rigel berada di dekatnya.

"Ada yang lupa?"

"Apa?"

Cup!

Sebuah lembut dan cepat di kening Leandra.

"Ya, Rigel!"

Rigel sudah mulai berjalan keluar rumah, dengan cepat Leandra menyusulnya.

"Kamu apaan sih!"

"Itu balasannya kamu sudah memelukku semalaman, aku susah mau ngapa-ngapain."

Leandra mendengus kesal melihat Rigel yang akan masuk ke mobilnya.

"Itu 'kan enggak sengaja."

"Okay, anggap saja itu juga enggak sengaja."

"Wah ngajak ribut sumpah, awas ya kamu pulang nanti."

"Mandi sana, kamu bau."

Leandra yang kesal melemparkan sandal rumah yang ia pakai ke mobil Rigel karena Rigel sudah mengemudikan mobilnya. Rigel hanya tertawa saja menlihat tingkah istrinya. Meskipun galak, tetapi menggemaskan.

'Apa-apaan sih Rigel, masa iya ish aku semalaman meluk dia.'

Gerutu Leandra seorang diri.

Setelah menggerutu, Leandra tersenyum-senyum ketika mengingat kejadian tadi pagi dan yang baru saja terjadi. mungkin saja ini adalah langkah awal yang baik untuk hubungannya dengan Rigel.

Kring!!

Panggilan kedua dari Ibu Rigel baru dijawab oleh Leandra.

"Iya, Ibu? Maaf tadi Lea ke dapur."

["Apa kabarmu, sayang?"]

"Alhamdulillah baik, Rigel juga baik, Bu."

["Ibu enggak tanya kabar Rigel, Ibu tanya menantunya Ibu kok."]

Leandra sedikit tertawa.

["Kamu sibuk, Nak?"]

"Enggak kok, Bu. Kenapa Bu?"

["Ibu dalam perjalanan ke rumah kalian, ada di rumah 'kan?"]

Leandra terdiam dan mendadak membelalakan matanya karena kaget.

"Oh iya ada kok, Bu. Lea tunggu di rumah ya, Bu. Hati-hati, Bu."

Tidak lama kemudian Leandra menutup panggilannya dan menelepon Rigel.

Leandra gelisah karena sudah dua kali panggilan Rigel belum menjawab panggilannya. Hingga pada panggilan yang yang ke lima barulah Rigel menjawabnya.

"Astaga Rigel kamu ke mana saja sih?"

["Tadi ada pasien, kenapa?"]

"Ibumu mau ke sini, gimana dong?"

["Iya enggak apa-apa, kemungkinan Ibu pasti menginap paling enggak sehari."]

"Jadi aku harus ngapain?"

["Memang harus ngapain?"]

"Lah kok balik tanya, aku juga enggak tahu. Ibu kamu sukanya apa?"

["Kamu jadi dirimu sendiri sudah lebih dari cukup, enggak usah berbohong, apa adanya saja. Biasanya nanti Ibu ngajak masak, kalau kamu belum mandi, mandilah sekarang."]

"Oh begitu, okay. Aku sudah mandi kok."

["Ya sudah tunggu saja, kemungkinan sore atau magrib aku pulang."]

"Iya," jawab Lea seraya menutup panggilan teleponnya.

Setelah itu Leandra membereskan yang kiranya terlihat berantakan. Rumah itu tidak berantakan karena hanya mereka yang tinggal dan selalu bersih.

Leandra yang semula bosan di rumah kini mulai kacau tidak karuan, karena tidak pernah pergi bersama Ibu Rigel. ia belum mengetahui jelas bagaimana Ibunya Rigel.

Pukul 11.00 WIB

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, masuk, Bu," Leandra menyilakan Ibunya Rigel untuk masuk.

Ibu rigel memeluk Leandra dan mencium pipi kanan serta kirinya, layaknya seperti anak kandungnya saja.

"Ibu mau Lea buatkan apa?"

"Enggak usah repot-repot, nanti saja kita masak bersama ya?"

Leandra mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan.

"Cantik banget menantuku," Ibunya Rigel menyanjung Leandra.

"Ah Ibu, bisa saja."

"Pantas saja Rigel dari dulu menerima kamu."

"Maksudnya bagaimana, Bu?"

"Iya sejak lulus kuliah Ibu dan Ayahmu sudah menunjukkan foto juga melihat langsung kamu, dan dari situlah Rigel mungkin sudah jatuh cinta."

Leandra tidak bisa berkata-kata, ia hanya sedikit tersenyum saja.

"Rigel gimana?"

"Maksudnya, Bu?"

"Sikapnya sama kamu, Ibu takut Rigel macam-macam sama kamu, Nak."

"Enggak kok, Bu. Rigel baik sama Lea, maaf sebelumnya, Lea manggil nama Rigel sama dia enggak apa-apa 'kan, Bu?"

"Yang punya nama itu Rigel, kok tanya Ibu."

"Lea enggak enak, Bu."

"Enggak apa-apa, selama Rigel tidak mempermasalahkan itu. Syukurlah kalau selama ini sikap Rigel baik sama kamu."

"Rigel juga enggak berbuat semena-mena 'kan?"

"Enggak kok, Bu. Malahan mungkin Lea yang begitu."

"Loh enggak apa-apa, istri memang begitu."

Leandra hanya tersenyum ragu saja.

Tidak lama kemudian mereka memulai memasak di dapur bersama, pertama-tama Ibunya membuka pintu belakang yang mengarah pada taman.

"Kalian sering masak bareng?"

Lea menggelengkan kepalanya.

"Padahal Rigel itu suka masak apalagi aklau Ibu ke sini hari minggu, ia bahkan semangat."

"Lea enggak sepintar masak seperti Ibu," seraya mengerucutkan bibirnya.

"Enggak apa-apa sayang, kita belajar sama-sama. Lagian memasak, mencuci, beres-beres 'kan bukan tugasnya perempuan tetapi sama-sama. Ada Rigel menuntut kamu melakukan semuanya?"

Leandra memikirkan hari-hari yang sudah ia lalui bersama Rigel, selama Rigel memang tidak pernah menuntut Lea dengan pekerjaan rumah itu, tidak seperti kebanyakan.

"Enggak pernah, Bu."

"Syukurlah, berarti apa yang Ibu sampaikan itu amanah sama Rigel."

Mereka memasak bersama, makan siang bersama bahkan menonton televise bersama hingga malam hari. Entah mengapa Leandra merasa begitu dekat dengan Ibu Rigel, bahkan sampai melakukan aktivitas bersama tanpa henti.

"Terima kasih ya, Bu."

"Untuk?"

"Karena ini hari libur kuliah, awalnya Lea bosan tetapi ada Ibu. Berasa Ibunya Leandra."

Ibu Rigel tersenyum dan merangkul Leandra.

"Sama-sama, lain kali kalau Rigel tidak sibuk main ke rumah ya."

Leandra menganggukkan kepalanya seraya tersenyum.

"Lea sama Ibunya Lea jarang banget begini, Bu."

"Ibumu itu bekerja untukmu juga, sayang. Enggak boleh membandingkan begitu ya."

Begitulah kedekatan Leandra dengan Ibu Rigel, awalnya ia sangat takut namun ternyata yang ditakutkan tidak semenyeramkan itu. Setelah malam tiba Rigel akhirnya pulang ke rumah, saat itu Lea dan Ibunya sedang menonton televisi bersama. Rigel yang mengetahui itu pun senang melihatnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Ibunya dan Leandra bersamaan.

Rigel mecium tangan Ibunya dan menaruh dua kantong plastik di atas meja tersebut.

"Pasti martabak 'kan?" tanya Ibunya Rigel.

"Iya, kesukaan Ibu."

"Kesukaan istrimu enggak dibelikan?"

Rigel memonyongkan bibirnya pada kantong plastik yang satunya.

"Jajanan? Memangnya ada anak kecil di sini?" tanya Ibunya Rigel heran.