[NOVEL INI SUDAH PINDAH KE APLIKASI BAKISAH DENGAN JUDUL YANG SAMA]
Ruangan VIP memang yang terbaik disini ada empat sofa besar saling berhadapan melingkari meja bundar kaca dihadapanku. Aku duduk dihadapan pria yang berhasil membungkam pak Yazid atau perlu ku sebut, pak Keenan. Aku menuangkan minuman yang tentu saja bukan alkohol.
Aku baru melihat minuman ini di sajikan untuk pelanggan, karena jarang sekali minuman ini di pesan oleh beberapa orang kantor dengan gajih UMR. Aku jadi bertanya-tanya, apa selama itu aku tidak peduli sampai tidak tau pria ini sudah menjadi orang kaya?.
Aku yang melamun setelah menyerahkan minuman ke abang terkejut ketika tangan pak Yazid lagi-lagi mangelus paha dalamku. Aku menelan ludah susah payah, menahan napas sebab tidak mau mengeluarkan suara lenguhan di depan pak Keenan. Pak Keenan melirikku tajam dari balik gelas yang sedang ia minum isinya. Ruangan VIP ini di terangi lampu berwarna biru remang-remang.
"Proposal pengajuan sudah saya serahkan ke bapak, kita hanya tinggal menunggu persetujuan untuk pembangunannya pak."
"Hm... Dari yang saya lihat, banyak pengeluaran yang tidak perlu. Saya sudah suruh Deden hitung kembali dan cek setiap harga material. Sangat mencengangkan, sebab sangat jauh berbeda dengan yang pak Yazid ajukan. Saya bisa menyuruh pihak CFO juga turun tangan?"
Suaranya berat sekali, aku suka mendengarnya. Bolehkah aku berharap abang menyapaku lagi dan menyebut namaku dari bibirnya. Jantungku berdesir hanya dengan melihat tatapannya, seakan hanya dengan menatap mata abang aku bisa langsung menyerahkan diri secara cuma-cuma. Ada yang berdesir dibawah sana.
Pak Yazid sempat berhenti berpetualang di balik baju dress di bawah. Namun kembali bergerak dalam sampai aku mengeluarkan suara lenguhan kecil, sebab walau kutahan tangan besar pak Yazid tetap sampai disana.
"Ayu, tuangankan minuman saya dari sisi saya."Pak Keenan bersuara sambil menunjuk dengan ekor matanya.
Tentu Pak Yazid dan aku terkejut, segera aku berdiri dan berpindah duduk. Sial, Wangi tubuhnya memabukkan. Aku sedikit bergetar sebab sisa-sisa kenikmatan itu masih menguasai tubuhku. Dengan tangan yang tidak stabil menuangkan minum kedalam gelas, aku yang juga merasa terintimidasi hanya dengan duduk didekat abang.
"Sesekali saya akan datang mengecek, apa sangketan tanah milik warga disana sudah dibereskan?"
"Sudah, pak Keenan. Tenang saja, untuk masalah tanah bu Edah juga sudah selesai. Walau sempat masuk pengadilan, tentu kemenangan kita dapat. Apalagi banyak tanah yang tidak memiliki bukti surat tanah kepemilikan,"
Pak Kenna mengangguk sambil membaca berkas ditangannya, gerakan tangannya saat menatap kearah berkas di tangannya sangat elegan. Padahal lampu tidak begitu terang, tapi dia berhasil membaca tiap tulisan yang ada di berkasnya.
"Tetap berikan uang 50% dari harga jual tanah mereka di awal,"
"Lalu, lokasi tanah dan sumber airnya. Jangan sampai itu menjadi kendala lagi, yang malah merugikan perusahaan sebab komentar-komentar itu sampai masuk media masa kembali. Saya bisa cabut investasi dan suntingan dana untuk beberapa pembangunan lainnya."
Dan setelahnya aku hanya menjadi pendengar dan menuang minuman serta dijauhkan dari tangan mesum pak Yazid yang sesekali menatap kearahku. Dia memang lelaki brengsek, tidak pernah melepaskan mangsanya dengan mudah seperti kucing lapar yang melihat santapan empuk.
Entah sudah berapa menit yang terlewati keduanya makan dan akupun diminta ikut makan dimeja bersama pak Keenan. Yang membuat pak Yazid terlihat tidak senang, tapi aku tidak tau apa yang membuatnya tidak senang.
Sampai meja hanya tersisa beberapa santapan yang tidak habis, keduanya berdiri dan berjabat tangan. Aku berpindah tempat berdiri didekat pintu keluar memandang kearah abang dan pak Yazid yang tersenyum merekah bahagia setelah pak Keenan menerima proposal pembangunan perumahan ditanah dekat indutri.
"Mari kalau begitu pak, silakan beristirahat. Ruangan ini sudah kami pesan khusus untuk bapak sampai esok. Mari Ayu-."
Namun sebelum lengan pak Yazid memeluk pinggangku, abang segera bersuara tegas tidak terbantahkan.
"Biarkan Ayu melayani saya,"
"T-tapi pak... Saya sudah sediakan wanita kelas satu untuk bapak nikmati-"
Lagi-lagi sebelum pak Yazid menyelesaikan ucapannya, abang menyela jengkel.
"Biarkan Ayu disini, apakah sudah jelas?"
Dengan geram pak Yazid meninggalkanku namun sebelum itu ia labuhkan tangan kasarnya diatas bokongku dan meremasnya sambil mendekatkan bibirnya pada telingaku.
"Jangan membuat masalah, turuti apa maunya."
.
.
Aku diam membisu dihadapan abang yang melepas jas armani mahalnya, melepas jam tangan mewah dari pergelangan tangan kekarnya. Aku menelan ludah susah payah ingin mengalihkan mata tapi tidak mau menyia-nyiakan melihat feromon seorang lelaki dewasa ketika melepas atribut yang ia kenakan dengan elegan dan tampan.
"Kemari Yara,"
"Hah?"
Aku tersadar dan kebingungan ketika melihatnya melepas kancing kemejanya satu persatu, aku meneguk ludah kepayahan.
'Kenapa dengan diriku?'
Suara kepalaku menggema mengolok aku yang menolak disentuh pak Yazid namun hanya melihat pak Keenan melepas semua kancing kemejanya dan menampilkan tubuh terpahat indah bak dewa yunani itu, malahan membuat sisi jalang dari diriku meronta untuk segera meminta dan merintih disentuh oleh tangan kekar nan perkasa itu.
"Aku tidak akan mengulanginya lagi. Mendekatlah Nayara."Ucapnya final yang membuat aku segera bergerak mendekat kehadapannya yang duduk di sisi ranjang kamar remang-remang itu.
Tangan kekar menarik pinggangku namun kemudian tangan hangatnya masuk kedalam inti sariku sampai aku berjengit ketika ia menyentuh dan menarik celana dalamku hingga aku terkejut lagi dan mencoba menjauh namun tertahan oleh lengan kuatnya.
"Abang!!"Tanpa sadar aku memanggilnya dengan sebutan akrab, lupa jika abang sekarang adalah pelangganku.
"Mandi, bersihkan dirimu."
Abang berucap dengan rahang mengeras, ia benar-benar melepaskan celana dalamku dan melemparnya asal. Tau jika aku sangatlah lembab, masih sangat lembab akibat permainan tangan pak Yazid yang kurang ajar.
Aku tergagap ingin menyangkal, tapi aku tidak punya daya ketika abang mendorong punggungku untuk masuk kedalam kamar mandi.
"T-ta-tapi... baju gantiku ada diruang khusus pegawai-"
"Masuk saja dulu, dan jangan keluar dengan handuk. Gunakan bathrobe!"
Dan.
BLAM!!
Pintu kamar mandi ditutup abang kencang di depan wajahku, aduh aku tidak tau. Aku akan diapakan oleh abang, aku akan menolak jika abang meminta untuk dipuaskan seperti pak Yazid dan sejenisnya. Aku bukan pelacur yang menjual harga dirinya demi uang, untuk menghidupi dirinya. Aku hanya pekerja, yang menemani pelanggan yang butuh teman minum.
.
.
Aku menarik napas dengan rakus ketika abang melepas bibirku yang dilumatnya beberapa saat yang lalu, menciumi telingaku dan dapat kurasakan bulu kudukku bersidi meremang sebab napas panas abang disana, apalagi ketika lidahnya menyentuh tepat dinadi leherku. Aku berjengit dalam desah yang tidak dapat aku kontrol.
"Ahk..."
Berawal dari aku yang disuruh abang menggunakan pakaian dihadapannya, baju yang sudah ada ketika aku keluar kamar mandi. Namun baru saja aku memakai celana dalam tubuhku sudah dibantingnya ke atas ranjang empuk nan mahal ini.
Aku sempat menjerit dan mendorong dengan penolakan bahwa aku hanya wanita untuk menemani minum bukan untuk menjadi teman tidur.
Tapi abang terlalu lihai sampai aku lemas menikmati, dan abang tau bagaimana memuja tubuh wanita agar menerima dan pasrah. Napas panasnya kini berada dihadapanku dengan bibir tebalnya yang panas abang menyusuri pipi kananku dan turun menuju leher, menciumnya disana seringan bulu sampai aku sulit menelan ludah.
"Abang."
Aku mencoba memanggil akal sehat abang, terutama diriku. Ketika jari panjangnya berjalan menyusuri payudaraku yang sudah tidak tertutup, menekan puncak menegang itu sampai tubuhku melengkung mendamba dan abang menyeringai puas.
Dan turun menuju perut, berlama-lama bermain diatas celana dalamku, dan masuk perlahan sampai aku mencoba mendorong pinggulku mendekati jari hangat itu agar segera menyentuhnya disana.
"Kenapa?"
Abang menatapku dengan tatapan yang sulit aku pahami, otakku kosong melompong. Hanya sentuhan abang yang bisa aku pikirkan, perutku tergelitik dengan rasa menyenangkan yang terus merasa kurang dengan sentuhan abang. Aku butuh sesuatu memenuhi diriku.
Aku melengkungkan tubuh sempurna sampai payudaraku menyentuh dagu kasar abang dengan angkuh, menawarkan diri untuk dilahap. Ketika jarinya berhasil menembus inti sari dari diriku perlahan dan pasti mengeluarkannya dan berhenti untuk kembali bersuara.
"Katakan, kenapa kamu berada disini? Apa yang terjadi?"
"Abang..."
Aku memegang tangan abang dan menahannya untuk bergerak lagi dan mencoba menjauhkan diri tapi tubuh abang yang besar menahan tubuh kurusku.
"Abang, ak-uhh... bukan wanita untuk ti-tidurihhh. Enghh..."
Aku gagal menolak ketika jarinya berhasil menuju pusat kenikmatanku sampai pada akhirnya aku menggila dan mendesah tidak karuan dengan bibir abang yang menunduk melumat puncak dadaku yang menantang. Aku meremas rambutnya dan meremat seprai tempat tidur, merasa kurang hanya dengan melampiaskan kenikmatan yang datang. Aku memeluk bahu lebarnya yang kokoh.
"Aku adalah pelangganmu. Jangan sebut aku abang selagi kamu bekerja."
Dan setelah itu abang kembali menenggelamkan kepalanya pada dadaku dengan jari yang terus bergerak walau aku sudah sampai dan bergetar lemas. Disana sudah sangat lembab dan dapat aku rasakan sesuatu yang mengeras dibalik celana abang, tapi abang hanya menggeram dan terus menyentuhku dengan tangan panas dan bibir seksinya.
Serta pertanyaan abang yang tidak kujawab dan diabaikan sampai abang memuaskan dirinya dihadapanku, tanpa menyatukan dirinya padaku ia bekerja dengan tangannya, aku sudah tidak berdaya dan hanya menetralkan napas juga memejamkan mata sambil mendengarkan abang yang tengah mengejar kenikmatannya sendiri tanpa penyatuan.
Tapi kenapa?