Arinka menoleh ke samping dan melihat Edward tengah mencekal lengan Temon di udara.
Seisi kelas menjadi panik, termasuk Santi dan ketika teman Temon yang lainnya.
"Bapak ngapain di sini?"
"Saya guru di sini. Kenapa kamu mukul Arinka?"
Temon menghempaskan tangan Edward kasar. "Ini urusan saya sama dia, Pak. Nggak ada urusannya sama Bapak."
Jawaban Temon membuat hati Arinka nyeri. Ia tidak bisa melihat Edward dibentak oleh muridnya sendiri.
"Lo bener-bener nggak punya sopan santun, ya" ujar Arinka.
"Diam, Rinka. Biar saya yang urus" sahut Edward.
"Sekarang kamu ikut saya!" kata Edward pada Temon yang masih berdiri.
"Ke mana? Bapak mau bawa saya ke ruang kepala sekolah?" lelaki itu tersenyum miring dan meremehkan. "Saya nggak takut" sambungnya.
"Oke. Kalau gitu, biar saya yang pergi ke ruang kepala sekolah dan melaporkan apa yang sudah kamu lakukan."
"Laporin aja, Pak! Saya nggak takut!" seru Temon menantang.
"Arinka, apa kamu siap jadi saksi?"
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com