webnovel

CodexTrigger

Penulis: Mananko
Fantasi
Lengkap · 71.6K Dilihat
  • 25 Bab
    Konten
  • peringkat
  • NO.200+
    DUKUNG
Ringkasan

Saat masih kecil, Marna diselamatkan oleh Tyl dari amukan penduduk suatu desa hanya karena dia adalah seorang entress, tipe penyihir yang paling ditakuti. Namun, hal itu membuat Tyl terluka. Demi menyelamatkan diri, mereka berdua membentuk pakta sihir. Pakta yang tercipta dari sebuah keinginan tulus untuk menyelamatkan satu sama lain berubah menjadi masalah ketika mereka tumbuh dewasa. Tyl bekerja sebagai kesatria bayaran sementara Marna tumbuh sebagai penyihir cantik yang senantiasa menemani Tyl di setiap misinya. Perasaan cinta mulai tumbuh di antara mereka berdua, akan tetapi hukum sihir menyatakan bahwa pasangan pakta sihir tidak boleh jatuh cinta satu sama lain. Mereka terpaksa menahan dan menyembunyikan perasaan masing-masing. Suatu hari Tyl dan Marna menyelamatkan seorang gadis misterius, Lina, yang menawari bayaran besar jika Tyl mau mengawalnya. Merasakan ada yang tidak beres, Marna melarang Tyl, akan tetapi Tyl bersikeras untuk menjalankan misi demi masa depan Marna. Mereka akhirnya menjalankan misi yang akan mengubah takdir dan kepercayaan mereka pada satu sama lain.

tagar
7 tagar
Chapter 1Prolog

*Namaku Marna, Lyn Marna*

------------------------------

Dia tidak mengerti.

Anak laki-laki itu tidak mengerti bagaimana seluruh hal ini bisa terjadi. Seorang peramal muncul begitu saja saat mereka tengah bermain-main. Ketika penyihir yang diberkahi kemampuan melihat masa depan itu mencoba meramal nasib, dia justru mendadak berteriak dan berlari ke arah desa sebelah. Tidak lama kemudian, orang-orang dewasa dari desa itu pun muncul.

Gadis kecil teman anak laki-laki itu tidak menjerit saat penduduk desa sebelah datang. Dia hanya terdiam terpaku saat mereka menyeretnya. Caci maki dan raungan amarah memecah kesunyian damai hutan lebat.

Namun, gadis itu bergeming. Membisu. Hanya anak laki-laki itu yang bisa melihat rasa takut yang dalam bersembunyi di balik sorot sepasang mata birunya yang berkilau.

Kini kaki kecil bocah lelaki itu berlari cepat menerobos hutan diiringi dedaunan coklat berjatuhan. Angin yang berhembus pelan memaksa ujung-ujung pepohonan untuk bergesekan satu sama lainnya. Mereka semua seolah berbisik mengantarkan langkahnya menuju jalan yang benar. Tempat di mana temannya digelandang.

Tujuannya jelas, tetapi pikirannya kacau karena dia tidak mampu menelaah apa yang dipikirkan orang-orang desa. Para penyembuh ataupun peramal juga penyihir, dia tahu itu, mereka juga seharusnya tahu.

Lalu apa yang membuat temannya begitu berbeda? Apa yang membuatnya menjadi dibenci?

Bangunan-bangunan desa tampak begitu kakinya melangkah keluar dari pepohonan. Rumah-rumah dari kayu itu tampak sunyi senyap, menyembunyikan sesuatu di balik keheningan. Mereka seolah bersiap untuk menjadi saksi bisu atas penghakiman yang akan datang.

Senja hari adalah saat orang-orang dewasa kembali dari ladang dan sungai, seharusnya ada beberapa dari mereka yang lalu-lalang di area ini. Namun, kali ini jalanan dari tanah itu begitu kosong, mereka tidak ada. Di tengah napas beratnya, anak laki-laki itu kembali memaksa kedua kakinya untuk berlari sekali lagi.

Rumah-rumah di bagian pinggir desa itu nyaris kosong, hanya menyisakan anak-anak yang mengintip dengan heran dari jendela-jendelanya. Mereka tampak takut dan bingung, mungkin sama bingungnya dengan dirinya. Entah bagaimana jadinya mereka akan bertindak jika tahu apa yang sesungguhnya tengah terjadi.

Kemungkinan besar penduduk desa pergi ke alun-alun di pusat desa. Namun, di balik temaramnya langit senja yang memerah bagaikan bermandikan darah, anak laki-laki itu melihat jejak-jejak tertinggal yang mengarah ke sisi lain desa. Orang-orang dewasa dari desa ini sepertinya tengah berkumpul di lumbung di sebelah barat.

Dia terus berlari sekuat tenaga walau kakinya mulai terasa sakit dan napasnya menjadi semakin berat. Dia tidak tahu apakah dia akan sempat mencapai tempat itu. Dia juga tidak tahu hal apa yang bisa dia lakukan demi menolong temannya.

Tidak ada yang mau mendengar kata-kata anak kecil. Mana ada orang yang sudah tersulut rasa takut dan amarah mau menghentikan perbuatan mereka. Mungkin karena mereka lebih tahu dunia, mereka sudah lebih berpengalaman, mereka tahu rasa sakit yang belum pernah dialami anak kecil seperti dirinya.

Akan tetapi, apa itu semua membuat mereka berhak menghakimi? Apalagi pada anak kecil yang juga sama tidak tahunya dengan dirinya? Apa sebenarnya salah anak yang akan dihakimi itu?

Angin kembali mengantarkan kepada telinganya suara-suara di kejauhan. Keributan terdengar dari arah lumbung di pinggiran sebuah ladang. Seharusnya tidak lama lagi, maka kaki-kaki kecil itu akan berhasil mencapai lumbung.

Orangtua Tyl pernah mengatakan, jangan menyerah saat semuanya terasa berat. Mereka bilang, justru segalanya semakin berat saat kita akan mencapai puncak. Karena pendakian semakin terjal, angin semakin kencang, suhu semakin dingin, dan dada terasa sulit untuk menarik napas. Tetapi, semua itu bukanlah alasan untuk berhenti, mereka justru tanda bahwa puncak sudah menanti.

Oleh karena itu, dia tidak akan berhenti di sini. Tidak saat jarak mereka sudah begitu dekat.

"Marna!"

Anak kecil itu memanggil temannya, seorang gadis kecil yang meringkuk di dekat dinding lumbung. Tubuh Marna diselimuti rambut hitam legam sempurna yang berkilau memantulkan warna senja. Lecet, luka, dan debu mengotori tubuhnya. Penduduk desa pun terus melemparinya dengan batu. Rahang-rahang mereka membuka melancarkan teriakan-teriakan.

"Penyihir!"

"Entress...."

"Dia seorang entress!"

Apa yang salah dari entress kalau tidak menganggu? Sejauh ini Marna tidak pernah melakukan apapun yang berbahaya. Hal yang dia lakukan hanyalah bermain-main di hutan seperti anak-anak pada umumnya.

"Hentikan!"

Anak laki-laki itu membentangkan tangannya dan berdiri di antara Marna dengan penduduk desa. Bebatuan kerikil yang sudah terlanjur dilayangkan menghantam tubuhnya tanpa ampun. Bersamaan dengan itu, rasa sakit berdatangan dan tubuhnya pun ambruk tergeletak di atas tanah.

"Hentikan…," dia bangkit kembali dan sekali lagi merentangkan tangannya.

"Tyl? Rumahmu di desa sebelah," kata salah seorang laki-laki di sana. "Apa yang kau lakukan di sini? Pulang sana!"

"Tidak mau!" Tyl menjawab ketus. Matanya menatap tajam pada orang dewasa di hadapannya itu. Walau begitu, hatinya berkecamuk. Rasa panas amarah serta dinginnya kehampaan dari rasa takut saling beradu di pusat dadanya. Bagaimana caranya mereka bisa keluar dari keadaan ini?

"Apa?"

"A-aku ada janji dengan Marna," Tyl meracau, berusaha mencari alasan yang paling tidak masuk akal sekalipun untuk bisa menyeret Marna pergi dari sana. "Kami mau melihat bulan purnama dan kunang-kunang."

"Nak…"

Seorang perempuan muda memanggil Tyl. Dia tidak memegang batu ataupun peralatan berbahaya. Raut wajahnya begitu khawatir. "Buka matamu, Nak. Kau telah ditipu. Entress itu sudah meracuni pikiranmu dengan daya pikatnya. Kemari, Nak, kemari. Jangan biarkan sihirnya menipumu lebih jauh."

Tyl terdiam. Dia tidak sepenuhnya mengerti maksud kata-kata itu. Sejauh ini dia tidak pernah merasa ditipu oleh Marna. Kedua orang tuanya dan kakak-kakaknya juga pasti begitu. Tidak ada untungnya Marna melakukan hal macam itu.

"Lagipula... hari ini bukan purnama," geram seorang laki-laki sangar di barisan depan. Tangannya memegang garpu tanah semakin erat, siap digunakan. Dia, mereka, hanya berhadapan dengan seorang gadis kecil. Untuk apa benda berbahaya seperti itu dibawa-bawa?

"Ta-tapi masih ada kunang-kunang kan?"

"Minggir, Bocah!"

Laki-laki itu menghempaskan Tyl ke samping begitu saja dengan tangannya. Dengan perlahan, seolah takut, dia bergerak mendekati Marna yang masih meringkuk. Dia mengangkat tangannya bersiap menghantamkan garpu tanah itu pada Marna.

"Jangan!"

Terjadi keriuhan sesaat sebelum sepi. Tyl mengerang tersungkur di tanah. Tubuhnya kini bermandikan darah dari luka besar menyengat di bahu kirinya.

"Apa yang kau lakukan, Bocah?"

"... Tyl…."

Suara parau Marna memanggilnya. Tyl berusaha bangun bertumpu pada tangan kanannya sembari menoleh pada Marna. Suaranya tadi, serta mata biru berpendar yang memerah dan sembab itu menunjukkan dia menangis.

Siapapun pasti akan menangis dalam keadaan begini. Sejujurnya, Tyl pun ingin menangis. Amarah penduduk desa ini, Marna yang terluka dan menangis, luka besar di bahunya, kesadaran yang mulai memudar, tubuhnya yang terasa sakit, dan jantungnya yang berdebar tidak keruan seolah memaksa dirinya untuk menangis.

Kalau boleh menangis, dia mau menangis sekuat-kuatnya. Namun kalau dia menangis, Marna juga akan menangis. Oleh karena itu, dia hanya tersenyum bodoh pada Marna. Ibunya pernah bilang, kadang senyuman mengurangi rasa takut dan rasa sakit. Mungkin itu separuh benar.

"Bapak dan Ibuku pernah bilang… walau kami miskin...," Tyl berhasil berdiri sepenuhnya sembari merentangkan tangan kanan. Tangan kirinya mulai kebas dan tidak bisa digerakkan. "... Setidaknya kalau kami memiliki ilmu dan hati…. maka kami bisa terus melangkah… dan jangan pernah melangkah meninggalkan mereka yang pernah menolong ataupun yang perlu pertolongan."

Sebuah tamparan keras menghantam pipinya dan nyaris menjatuhkan tubuh Tyl.

"Bodoh! Apa kau tidak tahu dia itu penyihir? Seorang entress. Dia itu terlalu berbahaya untuk didiamkan begitu saja!"

"Penyembuh dan peramal… kan, penyihir juga. Lalu apa bedanya dengan entress?" Tyl menggeram memprotes.

"Tapi mereka tidak akan membawa petaka seperti dia!" tamparan keras lainnya kembali menghantam wajah Tyl. Tubuh Tyl oleng lebih keras, tetapi dia masih mampu berdiri. Sayangnya, kesadarannya semakin lama semakin pudar. Apa mungkin itu akibat lukanya?

"Tapi… Marna tidak melakukan apa-apa… dia anak yang baik...," balas Tyl lagi, dia sudah tidak mampu melihat jelas wajah laki-laki di hadapannya yang sepertinya berang sekali dengan garpu tanah diangkat. Terbesit dalam benaknya sebuah pertanyaan, jikalau dia telah berbuat benar atau sebenarnya berbuat bodoh. Mungkin dia tidak akan tahu. Dia hanya anak kecil.

"Diam kau, bocah!"

"Tyl!"

Anda Mungkin Juga Menyukai

Javanese Freislor

"Sadarlah, Breckson! Kau tidak akan bisa hidup bersamaku! Sekalipun aku mencintaimu, tapi aku tahu kedudukan kita berbeda!" pekik Freislor. "Aku tidak peduli itu, Freis!" Breckson menjawabnya dengan nada tinggi. Freislor, sosok perempuan yang memiliki tugas tersendiri untuk menemukan sosok Grendolfin, seorang dewi yang diutus ke bumi untuk mengadili suatu perkara. Ia bertemu dengan sosok Breckson, salah satu pemimpin Negara Zavrainz yang digadang-gadang menjadi pusat peradaban dunia. Pertemuan mereka diawali dengan kejadian tragis. Di mana Freislor merupakan salah satu kaum buangan dari beberapa negeri. Ia memperjuangkan para penduduknya untuk diberikan tempat tinggal di Negara Zavrainz sekalipun dia mendapat hinaan dan pembulian dari para warga. Beberapa tahun setelahnya, dia melanjutkan misi untuk mengalahkan Tuan Reos. Pada akhirnya, Breckson, Freislor dan Tuan Krapolis berkelana ke masa lalu, masa depan dan kematian untuk menemukan Grendolfin. Di sana, mereka mendapatkan beberapa pengetahuan baru mengenai Hasta Brata yang berasal dari kaum Jawa. Tak hanya itu, dia mendapatkan teka-teki baru yakni dengan permainan angka dan waktu yang terdiri dari satu, tiga dan juga lima. Hal itu diperjelas dengan sebuah puisi yang dibuat oleh ayahnya. Satu kali satu, aku berlari Dua kali satu, aku berputar Tiga kali dua, aku berhenti Tunggu dulu, sepertinya aku salah langkah Ku putar langkahku sebesar tiga puluh derajat ke kiri Ku dapati sebuah garis panjang yang mengarah ke suatu tempat Dihiasi cahaya bermandikan gemerlap bintang Aku dan kamu menjadi kita Selama perjalan, mereka juga mendapatkan kunci untuk mengalahkan Tuan Reos dari adanya petunjuk Serat Joyoboyo. Tak hanya itu, dia juga menemukan jati dirinya sebagai pemimpin di sebuah negeri. Breckson akhirnya sempat menyatakan cinta kepada Freislor. Namun, kisah cinta itu berubah setelah bertemu dengan Poresa. Ditambah lagi, beberapa kitab kuno menyebutkan bahwa hidup Freislor hanya sebatas hitungan angka dan waktu. Lantas, bagaimanakah dengan misi mereka? Akankah mereka berhasil membunuh Tuan Reos? Bagaimana dengan kisah cinta Freislor? Siapa yang akan dia pilih?

Rainzanov_words · Fantasi
5.0
351 Chs

Pangeran Yang Dikutuk

"Ayo pergi," kata sang pangeran. "Pergi kemana?" Emmelyn bertanya, tidak mengerti apa yang ingin dilakukan Mars. "Ayo kita membuat bayi." SINOPSIS: Pangeran putra mahkota Kerajaan Draec dikutuk pada hari kelahirannya, bahwa ia tidak akan pernah bahagia. Lebih parahnya lagi, semua wanita yang menyentuhnya akan mati. Hal ini menjadi masalah sangat besar bagi keluarga raja karena pangeran tidak bisa mendapatkan istri untuk melahirkan keturunan penerus dinasti keluarganya, apalagi sang pangeran adalah anak tunggal. Hingga pada suatu ketika... seorang putri negara jajahan yang menyamar sebagai budak hendak membunuhnya, ternyata tidak mati setelah mereka bersentuhan. Emmelyn menyimpan dendam kepada pangeran putra mahkota yang telah membunuh keluarganya dalam perang dan menjajah negerinya. Ia bertekad hendak membunuh sang musuh. Apa daya, percobaan pembunuhannya gagal dan ia ditangkap. Namun, sang pangeran yang menyadari Emmelyn adalah satu-satunya harapan bagi keluarganya untuk memperoleh keturunan, membuat perjanjian dengan gadis itu. Ia baru akan dibebaskan dan negerinya tidak akan dijajah lagi, jika gadis itu berhasil memberinya tiga keturunan. Emmelyn setuju, tetapi, setiap hari di saat ia bersama pangeran, gadis itu selalu berusaha membunuhnya. Apakah Emmelyn akan berhasil membalaskan dendam keluarganya? Ataukah ia akan terjebak semakin dalam dengan sang musuh? *** "Kau akan menjadi ibu dari anak-anakku," tukas laki-laki itu dengan nada setengah memerintah. "Eh...tunggu dulu," Emmelyn yang sudah tersadar dari kekagetannya buru-buru mengusap bibirnya dengan kasar seolah berusaha menghilangkan bekas bibir sang iblis dari bibirnya. "Aku tidak mau menjadi istrimu! Aku tidak mau menikah denganmu, hey pembunuh!!" Lelaki itu mengerutkan keningnya danmenatap Emmelyn dengan pandangan mencemooh. "Siapa bilang aku ingin menjadikanmu istri?"

Missrealitybites · Fantasi
5.0
508 Chs

The Prince Of The East Sea (Bahasa INDONESIA)

18+ (Dark Content) Liburan Tasia dan teman-temannya berakhir di luar dugaan. Tasia yang adalah gadis penakut, tidak pernah menyangka pertemuan dan niat baiknya terhadap seorang anak kecil di tepi pantai saat malam hari akan membawa hidupnya ke dalam kekacauan. Karena ternyata, anak manis itu adalah jelmaan pangeran siluman ular yang mendiami kerajaan goib di laut timur. .... Tasia menatap Hadyan yang tersenyum ramah padanya. Lalu air mata mulai menggenangi matanya lagi "Aku ingin pulang. Aku tidak mau berada di sini. Maafkan aku jika aku berbuat kurang ajar sampai kalian menangkapku, tolong lepaskan aku! Ku mohon!" Hadyan memijat keningnya sendiri "Kau tidak salah, Tasia. Aku membawamu ke sini, karena aku telah memilihmu untuk menjadi permaisuriku di kerajaan ini." "Apa? Permaisuri?" Ulang Tasia. Hadyan mengangguk "Ya, aku telah memilihmu sebagai permaisuriku. Jadi, mulai sekarang kau akan tinggal di sini bersamaku." Tasia menggeleng cepat "Gak mau! Aku tidak mengenalmu! Lagipula aku punya rumah dan nenek juga teman-temanku menunggu di sana. Aku tidak mau menjadi permaisuri mu. Aku mau pulang!" *** Mohon berikan support (Power stone, Komen, Review) kalau kalian suka ceritanya ya!! Trimakasih & Selamat membaca!! \^^/ Karya Lydia_Siu di Webnovel : - The Prince Of The East Sea (Tamat) - The Black Swan Behind (Tamat) Banyak quotes dan info menarik di sosial media author! Yuk difollow! Instagram : @author_lydia_siu FB Page : author Kalong_ungu / Lydia_Siu Twitter : @kalong_ungu *** Note tambahan : - Cerita ini terinspirasi dari tokoh, tempat, dan cerita mitos yang banyak beredar di Indonesia. Lalu digabungkan dan mengalami modifikasi sesuai imajinasi author. - Isi, nama, tokoh, dan lokasi dalam cerita ini tidak ada hubungannya dengan cerita rakyat/lokasi yang sesungguhnya.

Lydia_Siu · Fantasi
4.9
255 Chs

peringkat

  • Rata-rata Keseluruhan
  • Kualitas penulisan
  • Memperbarui stabilitas
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • latar belakang dunia
Ulasan-ulasan
Disukai
Terbaru

DUKUNG