webnovel

Bab 30-Terkesan

Gegas Azka memasuki mobil mewahnya dan segera memasang safety belt. Ia membeliak pada kursi di sebelahnya yang masih kosong.

"Kenapa duduk di belakang? Saya ini bukan supir, pindah!" titah Azka yang tampak kesal setelah mendengar ocehan wanita penghibur yang mengejeknya.

"Sebentar lagi juga nyampe rumah, Tuan. Enggak enak jika di lihat Ibu!" ujar Sabrina beralasan.

"Ini sudah tengah malam Sabrina! Hanya Satpam rumah yang masih membuka kelopak matanya," gerutu Azka yang mulai kesal.

Tak mau membuat Tuan mudanya marah kembali, gegas ia berpindah duduk ke kursi depan berdampingan dengan Azka yang sudah terlihat kesal.

Azka kembali melajukan kendaraan roda empat yang mewah itu menuju kediamannya. Malam ini nampak terlihat jelas jika Azka sudah berubah. Sikap yang awalnya dingin, kini perlahan menjadi hangat dan Sabrina dapat merasakannya.

'Rin sadar! Kamu ini pembantu, hanya untuk malam ini setelahnya kamu bukan siapa-siapa buat Azka.' Batin Sabrina menyadarkan dirinya, sesekali ia memejamkan matanya begitu lama guna menepis perasaannya.

Setelah bertahun-tahuh melangkah sendirian melewati ujian dalam hidupnya tanpa sosok lelaki impiannya, Sabrina mulai merindukan pendamping dalam hidup yang mau menerimanya dengan banyak kekurangan.

Bersabar dalam menanti jodoh dari-Nya sembari memperbaiki dan memantaskan diri.

Maka tekad Sabrina semakin kuat akan bersungguh-sungguh mencari pundi-pundi rupiah guna mencari modal untuk ide usahanya ke depan dan menjadi wanita karier.

"Hey cepet turun!" panggil Azka setelah dari tadi menunggu Sabrina tak juga keluar kemudian ia mengetuk kaca mobilnya seraya memanggil Sabrina agar segera keluar.

Sabrina terlalu hanyut dalam lamunannya sampai tidak menyadari jika mereka sudah sampai di depan rumah mewah Assegaf.

"Iya, Tuan," sahut Sabrina seraya melepaskan safety belt kemudian membuka pintu dan keluar dari mobil.

"Saya pikir kamu mau tidur di mobil, di panggil-panggil dari tadi juga diem aja," ejek Azka seraya melayangkan senyuman kuda. Baru kali ini Sabrina melihat Azka dapat tersenyum begitu manis.

Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Beruntung Azka sempat membawa kunci serep sehingga terhindar dari drama yang dulu pernah terjadi dengan Sabrina.

Malam ini Azka maupun Sabrina tak mampu memejamkan matanya. Terlebih dengan Azka, bayangan Sabrina seolah tak mau pergi dari pandangan matanya. Beberapa kali ia mencoba memejamkan mata akan tetapi Sabrina berhasil masuk ke dalam pembuluh darahnya dan mengalir begitu cepat ke dalam otaknya. Hati dan pikirannya semua tentang Sabrina.

Pun sebaliknya dengan Sabrina yang terus berusaha menepis perasaannya. Ia sadar betul jika levelnya jauh lebih rendah di banding Azka.

Andai saja kejadian 3 tahun silam tak menghampirinya, mungkin Sabrina sangat pantas memiliki Azka. Akan tetapi, keadaannya sekarang sudah jauh berubah.

Namun, Tuhan selalu punya rencana lebih indah dibanding rencana manusia.

Sampai waktu berjalan begitu cepat, serasa baru saja ia hendak memejamkan mata, tapi Nazwa berhasil menggagalkannya.

"Rin bangun! Udah subuh!" Nazwa menepuk pelan pundak Sabrina yang baru saja terlelap.

Sabrina membuka kembali kelopak mata yang baru saja ia pejamkan dan membalikan badannya ke arah Nazwa.

"Masih ngantuk ya?" imbuh Nazwa.

"Iya, baru bisa tidur," jawab Sabrina seraya mengangkat badannya untuk kemudian duduk menyender tembok.

"Memangnya kamu pulang jam berapa, Rin? Kok aku sampai tidak tahu! Kenapa enggak bangunin aku. Trus abis ngapain aja sih di sana? Lama bener sampe larut malam," cerocos Nazwa tanpa jeda.

"Udah ah nanti aja ceritanya, bangun yuk!" ajak Sabrina menghindari pertanyaan Nazwa.

"Kebiasaan deh! Dari dulu kalau di tanya pasti jawabnya, nanti aja ceritanya. Eh ujung-ujungnya enggak cerita-cerita sampe sekarang kan sebel jadinya," celoteh Nazwa.

"Udah ah ayo!" Sabrina menarik pergelangan tangan Nazwa dan mereka keluar dari ruang kamarnya menuju kamar mandi, membersihkan diri masing-masing untuk kemudian memulai aktivitasnya kembali.

Sementara Azka yang masih tertidur lelap karena hari minggu libur ke kantor ia sengaja bangun lebih siang.

"Sabrina kamu beberes di lantai dua ya! Dan kamu Nazwa beberes di sini di bawah!" titah Bu Yeni membagi tugas pembantunya agar kerjaanya cepat selesai.

Pagi-pagi sekali terdengar suara deru mobil berhenti tepat di depan rumah Azka. Rupaya mobil itu sudah terbiasa bertamu karena satpam rumah sudah mengenalinya.

Keluarlah dari mobil merah muda itu, sesosok wanita memakai pakaian jumpsuit berwarna putih. Ia berjalan kemudian mengetuk pintu rumah Assegaf.

Bu Yeni yang tengah sarapan bersama Pak Yuzril seketika terhenti dan menyuruh Nazwa membuka pintu.

Nazwa berjalan menuju ruang tamu kemudian membuka pintu dengan berlahan.

"Permisi, Bu Yeni ada di rumah?" Wanita dengan pakaian bak sosialita itu bertanya seraya membuka kaca mata hitam kemudian menggantunya di leher baju.

"Ada,Non. Lagi sarapan di ruang makan. Silahkan masuk!" Nazwa mempersilahkan wanita itu untuk masuk.

Kemudian ia berjalan menuju ruang makan tempat sepasang suami istri menyantap sarapan pagi ini.

"Hai! Om, Tante! Apa kabar?" sapa wanita berbaju putih itu.

"Hai Paula!" Bu Yeni begitu terkejut ketika melihat yang datang adalah calon menantu kesayangannya.

Mereka bertiga saling bercengkrama satu sama lain. Karena setelah putus dari Azka sebulan lalu Paula tak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumah Assegaf entah karena alasan apa. Hari ini ia memberanikan diri mengunjungi Bu Yeni Dan Pak Yuzril untuk sekedar bersilaturahmi karena orang tua Azka belum mengetahui perihal status Azka dan Paula yang telah berakhir putus.

"Oh iya, Tante. Aku lagi sedih banget, masa kemarin Azka membawa cewe lain ke acara Steeven," rengek Paula dengan nada sedu.

"Apa! Cewe lain siapa, Paula?" Mata Bu Yeni membelalak begitu tajam. "Cewe Azka kan cuma kamu! Azka itu tipe cowo setia," imbuhnya.

Paula mulai kebingungan bagaimana menjelaskan jika hubungan mereka telah berakhir atas kesalahannya.

"Ki-kita udah putus, Tante!" ucap Paula dengan mata berkaca-kaca tak bisa lagi membendung kesedihannya setelah kehilangan Azka.

"Apa? Jangan ngaco Paula! Bukankah Azka sangat mencintai kamu?" ujar Bu Yeni begitu terkejut.

"Aku juga enggak tahu, Tante. Tapi memang kenyataannya begitu. Kita sudah putus," ungkap Paula, seketika bulir bening yang sudah menganak sungai di matanya luruh begitu deras tak bisa di bendung lagi.

Bu Yeni memeluk Paula seraya mengusap punggungnya mencoba menguatkan.

"Kamu jangan sedih ya, Tante akan bantu kamu. Kamu tenang saja." Bu Yeni mencoba menguatkan Paula yang tak rela kehilangan Azka.

"Ya kalo memang Azka itu jodoh kamu, tidak usah kuatir dia enggak akan kemana-mana." Pak Yuzril mencoba memberi arahan.

"Sabrina! Tolong bangunkan Azka di kamarnya!" teriak Bu Yeni pada Sabrina yang tengah berada di lantai dua.

"Iya, Bu," sahut Sabrina yang tengah bersih-bersih di lantai dua, kemudian berjalan menuju kamar Azka dan mengetuk pintunya.

"Tuan! Bangun, Tuan! Ibu memanggil Tuan!" panggil Sabrina seraya mengetuk pintu kamar Azka. Namun, tak juga ada jawab dari sang pemilik kamar. Ia kemudian mencoba lagi dan mengetuk pintu kamar itu berkali-kali.

"Ada apa sih ganggu aja!" teriak Azka dari dalam kamar dengan nada kesal.

"Ibu memangil, Tuan." Sabrina mencoba menjelaskan kembali.

Perlahan Azka membuka pintu kamarnya dan terkejut melihat wanita yang baru saja berada dalam mimpi indahnya tengah berdiri di depan kamarnya.

Bab berikutnya