webnovel

permohonan Alvin dan Sinta

"Ren, jika kamu memberikan mas satu kesempatan lagi, mas janji akan melakukan semua yang kamu inginkan, mas masih sangat mencintaimu. Mas hanya khilaf sesaat, Ren. Maafkan mas. Mas nggak mau menandatangani surat perceraian ini. Kalau soal jabatan dan tidak diterima lagi oleh kedua orang tuaku, aku siap, tapi untuk bercerai denganmu, mas nggak ridho sampai kapanpun, mas tidak akan terima," teriak Alvin masih tak putus asa memohon.

Aku mendengar pengacara dan polisi membujuknya untuk menandatangani surat itu. Ia masih terdengar ngotot tak mau.

Terdengar suara langkah kaki berlari di tangga, dalam sekejap seseorang itu sudah bersujud diatas kakiku.

"Tolong, Ren. Mas nggak mengira kamu semarah ini. Tolong sayang berikan kesempatan untuk mas perbaiki sekali lagi. Dan tolong pertimbangkan lagi, Ren. Mas nggak pernah berbuat salahkan, mas selalu bekerja dengan giat, dan selama tiga tahun usia pernikahan kita, mas tidak pernah mengkhianati kamu, kan?  Tapi mungkin sekarang mas lagi terpeleset, mas khilaf oleh godaan setan untuk kali ini saja. Tolong, Ren. Berikan mas kesempatan lagi, tolong Renaaa..."

Ia merajuk menangis di hadapanku. Wajahnya basah menangis seperti anak kecil menangis dan bersujud di pangkuanku. Aku bergeming beberapa saat. Kamu harus kuat, Rena. Jangan terpengaruh bujukannya. Tetaplah tegar dan teguh dengan pendirianmu. Keputusanmu sudah bulat dan segera kamu putuskan.

Dua orang polisi datang menjemputnya keatas.

"Borgol saja pak polisi, khawatir membahayakan bu Rena." Ucap tegar pengacaraku.

Ngilu rasanya ketika melihat kedua tangannya langsung di borgol seperti itu.

Tak lama terdengar suara mobil masuk pekarangan rumahku. Sepertinya itu mobil papanya Alvin datang untuk menemuinya. Sebelumnya papa mertuaku sudah kesal banget sama anaknya. Terdengar suara langkah sepatu berjalan tergesa-gesa. Aku bergegas turun tangga untuk datang menghampirinya, menyalami tangannya, takzim. Belum sempat aku melepas tangan mertuaku, ia sudah bergerak menuju Alvin anaknya dan menamparnya dengan keras.

Plakk!!!

Plakk! sekali lagi.

Aku lekas menutup wajah dengan kedua tanganku.

"B****b kamu, Alvin. Menjijikan, itukan adik ipar kamu sendiri, yang harus kamu jaga dan hormati. Bukanya harus kamu rusak dengan cara tidak bermoral seperti itu!"  Ucap papa mertuaku dengan lantang.

Kulihat ada darah mengalir dari bibirnya saat aku mencoba mengintipnya dari sela-sela jariku. Ya Tuhan pasti ayah mertuaku sudah menamparnya dengan sangat keras.

Tapi biarlah biar dia merasakan sakit yang aku rasakan ketika membayangkan bibirnya mencumbu mesra, melumat dan memeluk Sinta. Biar ia rasakan perihnya hatiku saat melihat tangannya menggerai dada gadis yang sudah bertahun-tahun aku rawat sebagai adik kandungku sendiri setelah ibu dan bapak meninggal dunia.

Menjijikan memang, ia seperti kucing kelaparan yang tak pernah diberi makan, padahal aku menghidangkan makanan terenak untuknya setiap saat. Tubuhku selalu aku lulur wangi ke salon langgananku, olahraga setiap pagi, kapan ia meminta haknya aku tak pernah menolak. Karena aku sadar dari sana aku bisa menimba banyak pahala.

Sayangnya ia rakus dan mencoba makanan haram buatan wanita lain. Wanita yang sedari kecil memang sulit jika aku suruh shalat. Rupanya sudah ada bibit nakal tersemat dalam jiwanya. Sinta… Sinta… kurang apa aku padamu.

"Maafkan Alvin, pak. Alvin khilaf. Silakan hajar Alvin sekuat tenaga papa, karena memang anak papa ini salah. Dan maafkan Alvin setelahnya, pak." Kini ia bersujud di hadapan ayahnya, dan tangannya pun meraih-raih kaki ayahnya.

"Kalau kamu mabuk, judi atau soa sebagainta.  Masih bisa papa terima! Tapi kamu sudah menyakiti hati menantuku ini. yang sudah tidak punya kedua orang tuanya, kamu kejam sekali Alvin, dimana hati nuranimu. Hal ini sangat mengecewakan papa sekali. Bukan hanya menyakiti istrimu sendiri Alvin, tapi kamu juga sudah membuat malu keluarga besar 'DIRGANTARA'  dengan semua perlakuan yang tidak bermoral yang telah kamu perbuat. memalukan!!!"  

Ayahnya sangatlah marah dan Alvin masih bersujud di hadapan ayahnya.

"Apa yang harus aku lakukan, biar bisa menghapus dosa yang telah aku perbuat, pak? Tolonglah . Tapi jangan minta aku untuk menceraikan istriku Rena, pak?  Sekarang saya sadar kalau hati Rena sungguh mulia dan telah aku sia-siakan."

"Bagus, setelah kamu dikondisikan dalam keadaan seperti ini, baru mata kamu terbuka, Alvin?" 

"Sayangnya sudah terlambat, pa. Aku tak berniat untuk memperbaiki dan memaafkan Alvin begituan dengan Sinta. Biarlahlah mereka pergi dari sini dan kalau mau menikah silahkan. Sampah memang cocoknya dengan sampah. Dan aku harus membuang sampah pada tempatnya."

Tak lama ada taksi masuk ke halaman. Rupanya ibu mertuaku nyusul kesini. Aku bergegas menyambut ibu mertuaku dan mencium tangannya. Baru saja Alvin hendak  mencium tangan ibunya, tiba-tiba papa mertuaku mendorong Alvin kebelakang.

"Nggak perlu Alvin,"  Alvin mundur dan bersujud kembali di hadapan kami semua. Ia begitu ketakutan. Dan ibu mertua pun hanya bisa menangis haru ketika melihat kondisi anaknya dalam keadaan diborgol dan sedikit berdarah di area bibirnya itu.

Ya, aku memang merencanakan hari ini, tepat pada saat ini ayah dan ibu mertuaku datang dan juga orang tua Sinta yang telah aku minta untuk datang kesini, untuk menyaksikan Alvin yang harus menandatangani surat perceraian itu dan untuk melepas adik pungutku Sinta.

Berat rasanya melepas gadis itu sebenarnya, gadis yang selalu menemani hari-hariku selama berpuluh-puluh tahun dari sebelum orang tuaku meninggal.

Tapi aku harus melakukannya, aku tak perlu mengingat masa-masa terindah saat bersama mereka berdua. Seperti segelas sirup yang mereka kotori dengan racun yang mematikan.

"pak Alvin, tolong tanda tangani surat perceraian ini, jangan mengulur-ulur waktu. Waktu saya tidak banyak, masih ada yang harus aku selesaikan setelah ini!"  Sahut pak Andi pengacaraku.

Dengan gugup akhirnya Alvin mengambil pena tersebut dari tangan pak Andi. Ia menatap ayahnya berkali-kali, berharap ayahnya mengurungkan niatnya itu. tapi kulihat ayah mertuaku malah membuang mukanya ke samping.

Sekarang tinggal surat cerai yang belum. Dan aku tahu ini akan berat bagi Alvin.

Sinta menggigit bibirnya dalam-dalam setelah menyaksikan Alvin menandatangani surat pemecatan dari perusahaan ayahnya tersebut. Mungkin dia pikir dia akan masih hidup enak bila dua menikah dengan Alvin.

Sinta menatapku dengan memelas, pasti dya tak mengira kalau kejadiannya akan menjadi seperti ini. Dia pikir semua rencananya akan berjalan dengan sangat mulus.

"Kak, bisakah kakak ngertiin Sinta, sekali lagi?"  Ucapnya lirih dengan wajah sudah basah penuh air mata.

"Bu, ibu tolobg bujuk kak Rena. Agar dia tidak mengusirku dari rumah ini."  Dia beralih menatap ibu mertuaku dan memegang tangannya seraya memohon.

"Sudah turun saja, Sinta. Kamu sudah dewasa. tanpa Rena kamu bisa hidup. Dan mereka yang dibawah sana itu memang orang tuamu, kamu pulang saja," ucapnya sembari menepiskan tangan Sinta.