webnovel

pengkhianatan

Kami bertiga pun makan bersama. Entah kenapa aku merasakan hal yang ganjil dari gelagat mereka atau hanya perasaanku saja yang terlalu sensitif ketika melihat mereka.

 Kulihat dengan sisi kiri mataku, terlihat mereka saling tatap-tatapan, dan sesekali tersenyum-senyum tipis. Aku merasa sangatlah tidak nyaman berada di dekat mereka, rasanya aku ingin sekali melabrak dan menampar mereka berdua. 

"Sabar-sabar!"  Ucapku dalam hati seraya menahan amarahku ini.

Tapi mau di kata apalagi, namanya juga kepanasan lama kelamaan pasti juga akan kegerahan juga, yang otomatis akan memperlihatkan kecemburuannya tersebut. 

Aku mengaduk-ngaduk makananku  dengan kasar. hingga sendok yang kupakai untuk makan pun terjatuh ke lantai. Dan mereka pun terkejut seketika.

                                                    

"Kenapa, Sin?"  Tanya mas Alvin kepada 

 ku,  sembari menutup mulut dan matanya pun membulat seketika.

                                                                   

 "Sinta!"  Jawabku seraya menengok ke arahnya mas Alvin saking keheranan. dia memanggilku, tapi yang di panggil namanya Sinta. Aku benar-benar sangat terkejut saat mendengarnya. 

Ternyata selama ini memang bener,  mas Alvin dan Sinta ada main di belakangku. Buktinya saat ini mereka saling  fokus satu sama lain. Dan tidak menghiraukan keberadaanku sama sekali disini.

                                                                     

"Ma_ ma Maksud mas, ka_ kamu sayang, ya Rena!" 

Ucapnya dengan suara terbata-bata sambil kebingungan.

"Maksud kamu, apa sih mas? Kamu tanya aku atau dia, ini mah malah panggil Sinta ke arahku nggak nyambungkan!" Ucapku dengan nada bicara yang lebih tinggi dari sebelumnya.  Karena aku sudah sangat jengkel melihat mereka berdua.

Kulihat Sinta hanya tersenyum-senyum kecil saja sembari melirik ke arah  mas Alvin. Seakan menertawakan pertikaian kami. Mungkin hal ini memang yang dia inginkan. Aku semakin tersulut emosi saja dengan semua tingkah laku mereka yang kini sudah mulai terang-terangan di hadapan mataku.

Aku berdiri dari kursi yang sedang aku duduki dan berlari menuju lantai dua kamar ku sembari menangis.

  "Ren, Rena. kamu kenapa sayang?"  Terdengar suara mas Alvin dari bawah memanggilku.  Dia ingin bangun dari kursi  yang diduduki nya dan berusaha mengejarku.

Namun tangan Sinta seketika memegang tangan mas Alvin berusaha untuk menghentikannya.

Aku sangat terpelongo melihatnya dan sangat sakit sekali, bukannya mereka mengejar dan menenangkanku, mereka malah memilih membiarkanku begitu saja. Kali ini aku benar-benar dibuat mereka menjadi  gila beneran.

Aku menunggu mas Alvin didalam kamar, sembari duduk diatas kasur. setelah aku menunggu beberapa jam, kenapa mas Alvin tak kunjung datang.

 "Mas Alvin Kemana yah, kok dia nggak nyamperin aku di kamar!"  Ucapku dalam hati seraya meremas seprei yang aku duduki saking kesalnya.

 Aku pun keluar dari dalam kamar dan berjalan menuju sisi pagar loteng.  Aku melihat ke bawah sana. Tapi mas Alvin tidak ada di sana.

"Kemana mas Alvin, kok nggak ada!" Ucapku dalam hati sembari turun dari lantai atas dengan menuruni  anak tangga yang berada disana.

Aku menyusuri setiap sudut ruangan yang berada di sana. tapi aku tak kunjung menemukannya.  Setelah aku tidak menemukannya di sana. Aku pun kembali  ke lantai atas untuk mencarinya di sana. 

Kemudian aku mencari setiap ruangan di sana, tapi lagi-lagi keberadaan mas Alvin tidak aku temukan. Setelah beberapa saat kemudian, aku baru teringat, kalau masih ada ruangan yang belum aku periksa. Ya, ruangan tersebut adalah kamarnya Sinta.

Dengan segera aku berjalan menuju ke arah pintu kamarnya Sinta.

Setelah sampai di dekat kamarnya. aku berjalan pelan menuju pintu kamar tersebut. Aku menguping dari balik pintu tersebut. Tapi sama sekali tidak mendengar suara apapun dari dalam. Tapi aku masih penasaran dengan kamar ini, aku pegang gagang pintu tersebut dan membukanya. ternyata pintunya tidak dikunci. 

Aku pun langsung melihat ke dalam kamarnya, tapi Sinta juga tidak ada disana, begitu pula dengan mas Alvin dia juga tidak berada disana. Aku masih penasaran, kemana mereka berdua pergi. Aku mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi Sinta.   

Kenapa Sinta, mandi malam-malam begini nggak biasanya.

Kemudian aku membuka nya, tapi tidak ada orang sama sekali Hanya air keran yang berjatuhan karena kurang memutarnya. Aku pun kembali menutup pintu tersebut. Dan beranjak pergi dari dalam kamar tersebut.

Aku sengaja tidak bersuara ataupun memanggil mereka. Kalau mereka memang mengkhianatiku, aku ingin menangkap basah dan memaki mereka berdua. Karena hati ini sudah terlanjur sakit, dibuat nya.

Aku akan terus mempertahankannya ataupun meninggalkannya. Itu semua belum aku rencanakan, karena untuk sekarang ini aku fokus pada satu hal, yaitu mengungkap siapa orang yang tega merusak masa depan adikku.

"Apa aku harus membalas semua perbuatannya padaku, dengan cara mengkhianatinya juga?" Gumamku dalam hati.

"Astagfirullah, aku nggak boleh kerasukan setan durjana seperti ini. Hal tersebut hanya akan membuat hatiku semakin hancur berkeping-keping.

Aku pun keluar dari dalam sana, dan berjalan menuju pintu utama rumahku.

Setelah sampai di dekat pintu tersebut, kemudian aku membuka pintunya.

Aku duduk di kursi halaman depan bermaksud ingin menenangkan diri.  

Setelah beberapa menit  aku menangis dan meratapi nasibku yang buruk ini, dengan perlahan aku berkata.

"Ya allah, berilah aku petunjuk untuk mengungkap semua misteri ini."

Akupun mengusapkan kedua tangan ku, tanda bersyukur kepada allah. Karena semua yang dia berikan kepadaku suatu saat pasti akan diambil kembali. Aku rasa malam semakin larut, aku harus segera masuk kedalam rumah dan nyamuk pun sudah mulai menggigitku.

Sewaktu aku berjalan dan akan masuk kedalam rumah. Aku sedikit mendengar suara dari samping rumah. Awalnya aku menghiraukannya, tapi suara itu muncul lagi. Seperti suara orang tertawa-tawa kegelian.  

Akupun mulai penasaran, dan berjalan menuju suara itu berasal. Pada saat aku mencari asal-muasal suara tersebut. Aku melihat sesosok bayangan seperti dua insan yang sedang berduaan, tapi nggak jelas mereka lagi ngapain.

"Apakah itu suami dan adikku, kalau itu memang benar, apa yang sedang mereka lakukan disana!"  Ucapku dalam hati sembari mengusap dada dan menangis.

Aku sungguh tidak sanggup untuk melihatnya. Air mataku seketika berjatuhan dengan keadaan mulut yang aku bekam dengan kedua tanganku. Hanya agar tidak mengeluarkan suara paling nggak, tidak ketahuan sama mereka.

Tapi kenapa dengan kakiku ini, rasanya ingin sekali berjalan dan melihat mereka.

Dan ingin cepat-cepat membuktikannya, tapi apa mungkin aku bisa, dan kuat untuk menerimanya. Tapi tekad dan rasa ingin tahuku semakin menyeretku menuju kesana. Tapi sewaktu aku berjalan, seketika bayangan itu pun menghilang. 

Dengan segera aku buru-buru melihatnya, ternyata benar, mereka sudah tidak ada disana.

"Ya tuhan, ada apa dengan semua ini, apa aku sudah mulai gila!"  Gumamku seraya menyender ke dinding yang berada tidak jauh dari tempatku saat ini.

"Ada apa dengan semua ini, kenapa  aku tidak bisa membuktikan satupun kejadian saja, kenapa, ya allah!"  Ucapku seraya merintih.

Waktu aku sudah didalam rumah, aku terkejut bukan kepalang, ketika melihat suamiku berjalan ke arahku seraya membawa sesuatu di tangannya.