webnovel

S2-93 JUST WANNA HOLD YOU

"I just wanna hold you, as long as I could."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Bukannya senang, Apo justru ingin membanting map itu. Gigi dan rahangnya menggemeretak. Tapi dia tak bisa melampiaskan amarah kepada Paing. "Jadi, Phi ingin baby diangkat Yuzu, begitu?" katanya campur desisan. "Aku benar-benar tak habis pikir ...."

Realistis, Dokter Piya pun mencoba melipur Apo. "Ya, itu adalah jalan satu-satunya," katanya. "Toh Nona Yuzu sudah menikah. Punya Alpha sah. Jadi, status hukum mereka jelas," katanya. "Karena itu, Anda tak perlu khawatir, Tuan Natta. Baby kalian akan akan tetap bermarga Takhon. Ikut bergabung. Dan mungkin beliau sudah memikirkannya sedari lama."

"Omong kosong ...." kata Apo.

"Terus Anda ini maunya apa?" tanya Dokter Piya. Dari ekspresinya ketahuan punya posisi khusus dalam Keluarga Takhon, maka tidak heran berani ke Apo. "Tolong jangan mengambil tindakan beresiko, oke? Menurut saya pun ini sudah opsi terbaik," katanya. "Karena berkeinginan itu boleh. Tapi tidak setiap hal bisa dipukul rata."

Apo pun menatap map itu lagi. "Tapi aku lebih dari mampu untuk mengasuh bayiku, Dok," katanya. "Aku tidak pernah menginginkan harta dari Phi. Apalagi mempermasalahkan silsilah demi gono gini--TIDAK! Dikira aku siapa sampai ditinggali hal seperti ini."

Dokter Piya pun langsung tertekan. "Saya tahu, saya tahu. Beliau sudah cerita sedikit," katanya. "Tapi ini bukan masalah hartanya, Tuan. Anggaplah itu sebagai media saja. Karena beliau ingin bayinya dirawat oleh pihak keluarga. Sebagaimana darah Takhon yang mengalir di sana."

Mata Apo seketika memanas. "Oke, fine. Tapi yang ada kami malah tinggal terpisah, kan?" katanya tersinggung. "Setelah dia meninggalkanku, apa bayinya juga tak bisa kupeluk? Aku ini ibunya, Dok. Yang setiap pulang kantor, tetap menilik mereka. Untuk dipantau. Meskipun cuma bilang "Selamat malam ....""

Dokter Piya pun kehilangan kata-kata. "...."

"Aku pasti menggendong mereka satu per satu. Kuciumi dan kunyanyikan sebentar. Agar aku tahu perkembangannya setiap hari," kata Apo. Lalu mendorong mapnya menjauh. "Lagipula, Phi pikir mengurusnya gampang apa? Semua projek di dalamnya bukan ranahku, Dok. Aku juga tidak punya waktu mempelajarinya lagi ...." Dia meremas pulpen karena ingat batal ke Oxford. "Jadi ... maaf saja. Tolong bawa dan berikanlah ke Yuzu. Karena aku hanya butuh Phi kembali."

DEG

"Tuan Natta ...."

Apo perlahan berdiri dari kursinya. ".... pokoknya aku hanya akan menerima jika Phi yang datang sendiri."

"Aku ini benar-benar bodoh ...." batin Apo saat keluar ruangan. Dia melangkah emosional. In denial, padahal mengakui tindakan Paing tak salah. Namun, entahlah ... menerima dokumen tadi hanya akan membuatnya tertekan. Seolah Paing akan sungguhan pergi, tapi Apo tak mau meyakini. Biarkan itu jadi momok menakutkan, tapi Apo takkan pernah menyerah. Dia pasti menggenggam baranya sekuat mungkin, sebagaimana Paing menggenggam tangannya.

"Phi, kau tak ingin tua bersamaku, kah? Seperti Opa dan Oma," gumam Apo pada malamnya. Dia memeluk guling seperti bocah. Ingin merajuk, tapi pihak yang bersangkutan tak ada. "Entahlah. Senang saja, lihatnya. Hampir umur 80 tapi sehat-sehat terus. Dan masih bisa mengomel seenak hati--ugh ... sial ...."

Mulutnya pun terus bicara. Tak peduli, padahal tak ada yang menyahuti. Hei, tak apa kan kalau sesekali menggila? Pikir Apo saat memeluk perutnya. Bagian itu semakin buncit. Besar juga, mungkin isinya pun bukan satu. Aku benar-benar takut sendiri ....

"Ahh ...." desah Apo sembari meremas bantal. Oke, fuck-- mungkin sentuh diri tak pernah dia lakukan sejak menikah, tapi jujur Apo makin hari semakin stress. Dia tidak boleh sering minum suppressant karena hamil, tapi entah kenapa rasanya malu sekali. Wajah Apo merona selama mengocok penis. Dan terkadang dia menggeliat tak tahan. "Mmhh ... Phi .... " lenguhnya.

Kedua mata Apo perlahan terpejam erat. Terus mengocok semakin cepat, tapi lutut-lututnya hanya berjarak sejengkal--demi apapun dia sungguh merindukan Paing--tapi menolak membuka kaki, meski dalam kamar terkunci.

"Ahhh .... ngh ... hiks--Phi ...."

Apo pun menghirup aroma Paing dari bantalnya. Dia membayangkan sang Alpha di sana. Memeluknya. Dan memberikan segala hal yang dia butuhkan. Siapa pun, apa aku sangat-sangat aneh? Pikir Apo. Kaki-kaki telanjangnya menendang seprai. Agak gemetar. Dan Apo terlonjak saat mendapatkan puncak kenikmatan.

"AHHHHHH!" jerit Apo. Cairan putihnya pun muncrat ke paha. Sangat deras, sampai-sampai napasnya tersengal hebat. "Hahh ...

hahh ... hahhh ... hahh ...." Dia berkedip-kedip manis. Dan Alpha mana pun pasti hilang kewarasan jika melihat apa yang dia lakukan.

Ah, seorang Apo Nattawin. Dia tidak kurang pesona samasekali. Dan wajahnya makin berseri di tengah masa hamilnya. Namun, di ruang rahasia ini. Cukup dia yang tahu betapa besarnya hasrat yang bergemuruh. Apalagi gelombang itu cepat kembali.

"Ahh, brengsek. Sudah! Please ....!" maki Apo dalam debaran. Omega itu menutup mata menggunakan lengan. Sebab darahnya terus meletup-letup. Naik ke dada. Merambat ke leher, dan Apo pun memasukkan jarinya ke dalam mulut untuk membasahi. Perlahan-lahan. Barulah digesekkan ke puting-puting. "Nngh ... hiks-hiks ...." isaknya. Lalu  memasukkan dua jari ke dalam liang.

Di sana cairan Omega Apo menyambut hangat. Sangat deras, bahkan membentuk genangan basah seolah mengompol seperti bayi (padahal dia sungguh bersih selama melakukannya). Apo pun menyelesaikannya pukul 1. Cukup lama, padahal semasa remaja dia hanya butuh 20 menit untuk onani. "Hhhh ... hhh ... hhhhh ...."

Lelaki itu mengatur napas sebaik mungkin. Lalu menurunkan baju piama agar menutup dadanya lagi.

Serius, baru sekarang Apo merasa sepi. Seolah-olah dia baru kembali ke masa lalu. Bedanya, kini Apo merasa lelah. Kadang nyeri di sana-sini, dan tidak sekuat dulu. "Ha ha ha ha ha, aku ini sebenarnya kenapa ...." katanya, lalu meremas piama. Padahal kehamilan itu tidak sesakit pertama, tapi jujur dia bingung. Terutama saat menuju RS (dia tak perlu dipapah seperti dulu), lalu menemui Dokter Us di Kamis pagi.

"Oh, halo, Tuan Natta. Bagaimana kabar Anda sekarang?" tanya Us sambil tersenyum. Rautnya masih secerah dulu. Tak berubah. Lalu mempersilahkan Apo berbaring. "Wah, hamil lagi, ya? Senangnya ... triplets akan punya dedek bayi. Duh duh ...."

Apa wajahku terlihat senang? Batin Apo. Dia kepikiran bukan karena bayinya, tapi Us mengira janin ini dari sang suami. Apo bahkan melihat Us menulis "Tuan Mile Phakphum Romasaithong" di kolom wali, dan itu tanpa bertanya dahulu. Apa dia tidak tahu kabar di sekitar sini? Pikirnya. Sebab dokter-dokter RS Bumrungrad tahu hubungannya dengan Paing, tapi yang satu ini agak lain.

"Itu ... soalnya aku baru kembali dari cuti," kata Us, saat ditanya kenapa berseri-seri. ".... Ya ampun. Aku dapat keponakan baru, Tuan Natta. Lucu sekali. Rasanya hebat setelah menjaga bibi sampai lahiran. Hehehe ...."

Apo pun mengangguk pelan. "Oh," desahnya mulai tersenyum. Sebab topik baby selalu menghangatkan hati. Barulah dia menaikkan baju sebatas dada.

"Sip, santai saja ya ...." kata Dokter Us manja. Auranya jadi makin keibuan. Mungkin karena terbawa euforia keponakan baby. "Hmm ... coba bajunya diangkat lagi. Sedikit saja." Dia menggeser transducer ke sepanjang perut Apo. Kesana, kemari. Sehingga mau tak mau Apo menurut. Omega itu juga menatap monitor. Ikut memantau, karena merasa sehat-sehat saja.

"Hmmh ...." gumam Apo tak nyaman. Entah kenapa tiba-tiba mual. Sehingga Us pun melirik wajah manisnya.

"Kenapa, Tuan Natta? Pusing?" tanya Us.

"Tidak, tidak," jawab Apo sembari menggeleng. "Tadi cuma mau muntah."

"Oh ...." desah Us. ".... sakit tidak?"

Apo ternyata tetap menggeleng. Dia membuat Us memeriksa ulang. kali. Memastikan. Barulah tersenyum manis. "Oke, selesai," katanya. "Mereka berempat baik-baik saja, Tuan. Sangat sehat. Anda tinggal teruskan mulai sekarang."

DEG

"Apa?" kaget Apo. Omega itu pun berkedip lucu. Tampak komikal, tapi kemudian berdehem tenang. "Ehem, ya ... terima kasih ...." katanya sambari duduk.

Us pun terkekeh gemas. Dia tampaknya ingin mencubit, tapi wajar-wajar saja saat menanggapi Apo. "Hihihi, selamat yaaaa! Anda hebat karena gen kembarnya kuat," katanya. "Makanya aku tidak kaget sih. Keistimewaan ini membuat Anda mudah diingat ...."

Apo pun merona malu. "A-Apa itu sangat aneh?" tanyanya sambil memeluk perut. "Ma-ku dulu juga begitu, tapi tidak sebegininya."

Us seketika tertawa. "Ha ha ha, it's okay. Malah bagus," katanya sambil melipir ke meja. "Aku bersyukur, Tuan. Karena baby yang sekarang terdeteksi semua, ya kan?"

"Umn."

"Soalnya dulu pas triplets lahiran ... eh ternyata kehimpit satu. Ya ampun ... aku sendiri ikut panik waktu baru tahu."

Apo pun turun untuk menerima potret USG-nya. Semuanya disusun Us dalam amplop besar. Sangat rapi. Kemudian diserahkan melalui meja.

"Ini, Tuan Natta. Silahkan."

"Umn ...." kata Apo. Secara ajaib bebannya menjadi ringan. Dan mata Omega itu berkaca-kaca saat memandangi amplop. Cepat sembuh, Phi. Aku benar-benar ingin menunjukkannya padamu ....

"Tuan Natta?"

DEG

"Eh?"

"Anda kenapa?" tanya Us. Lalu mengambilkan sapu tangan dari saku. "Ini, jangan menangis. Anda sadar tidak kalau begitu sejak tadi?"

Tes... tes... tes ... tes ... tes ....

"Ah ...."

Apo sendiri me-notice air matanya saat berjatuhan di amplop. Dia pun mengusap pipi. Tertawa-tawa, tapi Us tidak sebebal itu sampai tak peka.

"Tuan Romsaithong tumben tidak ikut, ya?" kata Us. Lalu segera memperbaiki perkataannya. "Hm, maksudku ... beliau biasanya kemari. Bahkan menghubungiku kalau ada apa-apa."

DEG

Suara tawa Apo semakin getir. "Ha ha ha, iya. Dia sakit," katanya. Lalu mengembangkan senyum. ".... tapi terima kasih ya. Mulai sekarang aku menghubungimu sendiri kalau ada sesuatu. Permisi."