"Your name is the greatest love, hope and adoration ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Paing tak menyangka Apo sungguhan mendekat. Alpha itu menunggu apa yang kekasihnya lakukan. Dan ternyata mengurung diantara rak-rak ruangan. "Phi," katanya. "Tahu tidak aku kemari karena sudah sangat jengkel? Menyebalkan sekali karena Phi cepat membantu masalah, tapi justru merepotkan perasaanku?"
Tetap tenang, Paing pun menyentuh bahu Apo lembut. "Tunggu-tunggu, sepertinya kita ada salah paham?" tanyanya. "Konfirmasi dulu ini soal apa. Pekerjaan? Hubungan? Kata-katamu ambigu sekali--"
"Seks, Phi. Seks ...." sela Apo hingga Paing tidak bisa berkata-kata. Maniknya juga kelihatan serius sekali. "Apa kau tidak pernah menginginkannya? Mustahil. Dan kalau Phi dulu kutolak berkali-kali, um, sorry--itu waktu aku masih bingung. Sekarang aku sudah menetap di sini, oke? Jadi kucingmu. Tapi kenapa kau masih berhati-hati?" omelnya. "Jangan bilang Phi sangat kolot sampai memikirkan perceraianku. Kan kita sudah sepakat menyelesaikannya dulu. So, why? Aku jadi benar-benar bingung."
"No, no. Tenang dulu--"
"Aku ini sudah benar-benar tenang!" bentak Apo mulai mengamuk. "--maksudku, setidaknya aku sempat berusaha ... tapi ini sudah kelewatan, Phi. Aku bukannya tak tahan birahi, serius. Hanya saja capek kalau kepikiran bagaimana perasaanmu? Atau aku kalah menarik dari teman dan mantan-mantanmu. Ugh ... heran. Aku sampai cemburu ke husky peliharaanmu juga--ya ampun siapa sih namanya? Gabby? Soalnya dia yang jadi wallpaper ponselmu ...." katanya secepat kereta api.
Namun, Paing hanya mendengarkan agar Omega itu tuntas dari emosinya.
"...."
"Ya, walau pelayan bilang Gabby tidak di sini sih," kata Apo. "Dengar-dengar sekarang dirawat anak SMA, ya? Namanya Barcode kalau tidak salah. Pokoknya keponakannya Dokter Build, kan? Tapi--ya Tuhanku ... dia yang jauh saja masih sangat eksis. Sementara aku nyaris gila sendirian ...." Tahu-tahu pipi Omega itu mulai basah, tapi mengomelnya masih jalan terus. ".... Phi, aku ini tidak memenuhi standarmu, kah? Kurang tampan atau cantik di matamu? Perutku sudah balik rata kok karena rajin olahraga. Tidak gendut--hks ... terus aku juga sempat berpikir--Phi cinta sungguhan tidak sih padaku? Jangan-jangan aku cuma dikerjai, tapi mustahil kalau sampai sebegininya. AH SUDAHLAH ! Phiii, tolong bilang sesuatuuuuu!"
Melihat Apo mulai mengucek matanya brutal, Paing justru menepuk kening. Bahu Alpha itu bergetar-getar karena menahan tawa, tapi tidak sampai keluar suara apapun.
BRUGH!
"Phi Paing Takhon Brengsek! BRENGSEK!" maki Apo degan sesenggukan yang makin keras. Dia sampai tidak sadar kalau sudah didekap sang Alpha, sangking emosionalnya selama nyerocos kemana-mana. "Hiks ... hiks ... POKOKNYA SUDAH BENAR-BENAR GILA! Sempurna darimananya. Phi itu lelet dan membingungkan untuk dimengerti. Aku mending disuruh S3 lagi daripada memecahkan rumus Phi. Soalnya rasanya mau menyerah berkali-kali. Tapi, fuck! Shit! Jackass! Aku tidak mau memberikanmu pada siapa pun. No ... Schließlich gehörst du nur mir, Phi. Jadi, tolong bilang aku harus bagaimana ...."
(*) Bahasa Jerman: Pokoknya Phi itu cuma punyaku.
Paing pun menahan sang Omega, meski hanya menggunakan satu lengan. Dia menikmati setiap detik rajukan Apo, protesannya, atau kegelisahan luar biasa yang berakhir jujur. Entahlah ... ini memang agak mengejutkan, tapi Apo tiba-tiba mengingatkannya dengan Yuzu yang menangis ketika dirinya sedih. Alpha itu pun mengelus rambut Apo sayang, lalu menghirup di bagian ubun.
Harum sekali aromanya, pikir Paing. Dia terpejam untuk mengangkat segala beban. Barulah berbisik setelah Apo mulai tenang. ".... aku tidak punya satu pun fotomu di ponselku," katanya, seolah barusan bukan masalah besar. "Ha ha ha, dan tidak tahu kapan harus memotretmu. Jadi, pasang saja. Kirim yang banyak kalau punya. Dan set sekarang jika itu membuatmu senang."
"Eh ...."
Apo malah kebingungan karena tiba-tiba diberikan ponsel. Seriusan, hah? Tanggapan Phi cuma begitu?
"Aku tidak pernah memakai sandi atau apapun," kata Paing lagi. ".... bukankah kau pernah membawanya selama di RS? Kenapa tidak mengutak-atiknya kalau mau."
"Sial, Phi! Bagaimana kalau kau cringe dengan kelakuanku yang begitu?!" batin Apo. "Lagipula membuka ponsel orang itu tidak sopan. Kecuali darurat baru tak masalah--"
"Hm? Just do it," kata Paing sekali lagi. Dia menegaskan karena Apo masih diam saja, seolah-olah baru mendengar hal ajaib.
Apo pun memandang Alpha di depannya keheranan. "Misal orang lain yang minta apa kau akan mengabulkannya juga?" tanyanya dengan mata yang menyipit.
"Tidak."
"Yang benar?"
"Tidak."
Apo refleks nyengir, meski pipi dan hidungnya masih merah. Dia pun mengecek galeri Paing yang isinya hanya anak anjing--kalau bukan tempat-tempat yang pernah dia kunjungi. Foto wajahnya sendiri saja tak ada, malahan yang random blur (mungkin karena kepencet?) tetap nangkring di dalamnya. Keterlaluan sekali sih. Phi tidak pernah bersih-bersih isi ponsel apa bagaimana?
"Sekarang lega?" tanya Paing, setelah Apo mengganti wallpaper itu--tapi sumpah rasanya malah memalukan! Brengsek! Tahu begitu aku tidak perlu protes! Pikir Apo.
"Sangat, dan jangan diubah kecuali kukirimi foto baru," kata Apo, yang sekalian menceburkan diri karena sudah kepalang basah.
"Ha ha ha ha ha," tawa sang Alpha sambil mengantongi gadgetnya. Dia mengecek arloji untuk memastikan sesuatu, barulah mengalihkan fokusnya ke Apo. "Oh, iya. Kau tadi bilang cuma mau bicara sebentar. Memang habis ini mau bekerja juga?"
DEG
"Apa? Tidak kok." Apo refleks tolah-toleh karena melihat ruangan rapi. "Seharian tadi aku menyelesaikan semuanya dengan cepat. Makanya bisa membawa Ma datang sore-sore. Justru aku khawatir mengganggumu, Phi. Memang kau sendiri sudah selesai bekerja?"
"Sudah."
"Eh?"
"Tadi hanya mengecek ulang siapa saja artis yang jadi datang. Sponsor, atau model yang menjadi presenter acara. Aku hanya ingin live-nya berjalan lancar. Karena performa stasiun televisi harus menarik sejak pertama kali resmi."
"Oh ...."
"Sekarang bilang siapa temanku yang membuatmu cemburu? Luhiang? Ha ha ha. Memang kau pernah melihatku melakukan apa dengannya?"
Apo makin malu karena protesannya dibahas ulang. "Phi, ya ampun ... kau harusnya tahu itu bukan poin utama maksudku," katanya mulai jengkel lagi.
Paing pun menghela napas panjang. Alpha itu tersenyum tipis. Lalu menoyor kening sang Omega seperti bocah. "Jangan masokis ...." katanya ".... bisa-bisa kau membangunkan setan kalau kelewatan."
DEG
Hah? Setan apa sih?! Yang benar saja! Seks ya seks--
Apo refleks mengusap bagian itu. "Aisssh, Phiii!" katanya. "Aku ini serius oke? Yang kukatakan itu bukan lelucon. Mir geht es jetzt gut. Du muss nicht komisch denken, wenn sie es von mir will." (*)
(*) Bahasa Jerman: Aku yang sekarang baik-baik saja. Phi tidak perlu berpikir aneh-aneh kalau menginginkannya.
"Ya, ya, ya ...." kata Paing. Lalu menggandeng Omega itu keluar. ".... sekarang ikut denganku kalau mau tahu harus bagaimana."
Apo pun ikut saja tanpa khawatir apapun--ya walau detak jantung tetap jungkir balik--tapi dia benar-benar siap. Toh segugup apapun seks bukanlah hal baru. Yang brutal saja sudah dia dapat dari Mile, memang Paing mau bagaimana lagi? Lengannya juga belum sembuh!
CKLEK!
"Buka bajumu," kata Paing. Yang memang agak mengejutkan.
"Hah?"
Apalagi Alpha itu baru menguncinya di dalam kamar--sial aromanya penuh feromon pula. Ini sih benar-benar masuk kandang macan! Tapi, Apo tetap lepas-lepas kancing sambil kondisi duduk di tepi ranjang, walau sumpah! Muka merahnya tak dapat berbohong.
"Sudah."
Mereka lantas bertatapan lurus.
"Belum, sekarang celana," kata Paing, yang membuat kening Apo mengernyit. Ini serius tidak sih kita mau melakukannya? Pikir dia.
Namun, Apo juga melaksanakan intruksi kedua dengan santai. Dia masih penasaran Paing mau apa, soalnya yang menempel di bawah tinggal celana dalam. Oh, fuck. Kalau yang ini sampai ikut disuruh lepas, berarti--
"Hm, ukuran S," gumam Paing tiba-tiba.
DEG
APA KATANYA BARUSAN?!
APA YANG DISEBUT "S", BANGSAT!
DADANYA? BURUNGNYA? PUTING-PUTING ATAU JUSTRU PINGGANGNYA?!
"Phi?"
Paing hanya menyeringai dan mengacak-acak rambutnya. "Sebentar ...." katanya. Lalu berbalik ke lemari dan mencari-cari sesuatu. Dia tampak memilih piama terbawah, lalu menarik satu setel untuk Apo. "Kalau begitu sekarang coba pakai yang ini. Punyaku dulu. Mungkin cocok untuk kau pakai."
DEG
HAH?!
SIALAN!
"Ini serius?" tanya Apo dengan ekspresi lucunya.
"Atau mau kupakaikan?" kata Paing sembari menahan tawa. "Pokoknya habis ganti ikutan cuci muka denganku. Ayo tidur. Kau boleh menemaniku mulai sekarang."
Apo pun memerah makin tebal dan ingin meninju lelaki ini. SINTING SUDAH! OTAKNYA HILANG! Pikir Apo. Tapi Paing sungguhan berlutut di depannya untuk memakaikan piama itu. Dia mungkin kelamaan menunggu respon sang Omega. Lalu mengancingkannya satu per satu.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
Sangat telaten. Sangat fokus. Paing seperti sedang bermain boneka besar. Bahkan setelah lengkap dia juga mengambil kaus kaki untuk Apo Nattawin.
"Phiii, ya ampun ...." gumam Apo sambil meremas pinggiran ranjang.
Paing pun menatapnya dari bawah sana. "Ha ha ha. Kenapa? Kau tampak lucu dengan piama ini," katanya. "Motif bintang diantara biru dongker. Dulu aku juga ukuran S sebelum membentuk otot."
"...."
"Dan masih 25-an."
".... "
...
.... oke? Harusnya Apo merasa terhina, tapi dia malah berdebar cuma karena disodori telapak tangan. "Sekarang mau ikut sikat gigi?" tanya Paing. "Aku punya banyak stok baru di kamar mandi. Tinggal ambil. Jangan khawatir karena takkan memakai bekasku. Ha ha ha."
"Ugh ... sialan," keluh Apo. Tapi dia benar-benar menyambut ajakan itu. "Oke ...." katanya. Lalu gabung untuk bersih-bersih. Mereka menatap cermin besar dan kadang saling melirik. Tapi lama-lama Apo gemas juga ingin mengusili kekasihnya.
Sret!
"Apo!" protes Paing karena busa di bibirnya dicoret ke pipi.
"Ha ha ha ha ha! Tuan Santa!" kata Apo. Hitung-hitung balas mengerjai yang tadi bukan? Enak saja!
Sret!
"Phi!"
"Kalau begitu kau juga sama."
Akhirnya, mereka pun bercanda seperti anak kecil. Sayang tidak lama kemudian, Apo sudah berhenti karena nyaris menabraki perban kekasihnya.
Brakh!
"Astaga, Phii!"
"It's okey, it's okay. Ini belum sampai kenapa-napa," kata Paing, tapi Apo sudah kepalang merasa bersalah. Omega itu pun langsung minta maaf dan pamit keluar, tapi dia ketar-ketir juga menunggu Paing selesai. Ish, kenapa aku sering lupa sih? Itu tadi bahaya sekali! Pikir Apo.
CKLEK!
Begitu Paing keluar, Apo pun gelagapan bangun padahal tadi sudah berbaring di balik selimut. Dia melihat Alpha itu memakai piama pertama kali, dan entah kenapa auranya seksi--oke, berhentilah wahai otak kotor.
"Seriusan yang tadi tidak masalah?" tanya Apo saat Paing berbaring di sebelahnya.
"Tidak."
"Aku benar-benar tidak sengaja ...."
Paing pun menoleh perlahan. ".... sudah jangan dibahas lagi. Tidur," katanya.
Namun, Apo malah mendusel padanya saat memeluk. Omega itu menatap begitu lurus. Tidak takut, malahan iseng padanya. "Phi kalau lihat orang telanjang apa sih yang kau pikirkan?" tanyanya. "Kok benar-benar biasa saja. Apa aku tidak menarik?"
Paing pun mendengus karena Apo masih teringat yang tadi. "Mau jujur?" tanyanya.
Apo pun mengangguk pelan. "Tentu."
Kali ini sang Alpha menghela napas. "Dengar ya. Daripada seks mungkin praktek-ku membedah mayat lebih banyak selama ini," katanya sambil meniti bagian tengah tubuh Apo. Mulai kepala, kening, hidung, bibir, leher--pokoknya terus ke bawah ... Apo sampai menahan napas karena membayangkan dia adalah mayatnya. "Jadi aku membelah tubuh mereka--sreeeeeet ... pakai pisau. Lalu organ-organnya kupakai belajar."
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg....
Jujur Apo juga lupa kalau Paing itu dokter spesialis penyakit dalam.
"O-Oke ... oke ... stop. Jangan contohkan itu padaku, Phi," kata Apo sambil memegangi tangan Paing. "Umm ... jadi karena itu kau bosan melihat orang tidak berbaju?" tanyanya.
"Ya."
"Termasuk aku?"
Paing ternyata tidak menjawab. Alpha itu menatap bibir Apo dari dekat. Lalu matanya. Kemudian pindah ke bagian leher yang begitu eksotis. "...."
"Atau aku adalah pengecualian?" tantang Apo lagi. Dia menyangga leher karena ditatap sejak tadi, lalu menyeringai nakal karena Paing ternyata seru digodai.
"Sepertinya sempat ada yang ingin menciumku saat bekerja," kata Paing tiba-tiba.
DEG
"...."
"Tapi dia belum melakukannya hingga sekarang."
SIAL! INGAT SAJA KALAU MASALAH SEPERTI INI!
"Oh, iya--ummh .... " Kalimat Apo sudah putus di tenggorokan. Omega itu cukup kaget ketika bibirnya diraup penuh. Bahkan pinggangnya juga direngkuh erat. Dia berpegangan di punggung lelaki itu. Berpejam. Sebab lama-lama lumatan Paing sulit ditangani. Alpha itu seperti marah-marah ketika menggurat bibirnya. Dia memasukkan lidah hingga Apo nyaris tersedak, tapi cepat menariknya keluar agar mereka saling balas leluasa. Shit! Phii--! Tidak ada waktu jeda untuk Apo mengambil napas. Dia pun megap-megap karena Paing ahli berciuman, padahal mereka sudah ganti posisi bibir beberapa kali. "Ahh! Stop, sebentar--" Namun, sepertinya Paing mendadak tuli. Dia membuat kening Apo berkerut-kerut. Mencakar panik. Barulah dilepas saat keringat membanjir di pelipisnya. "Hahh ... hahh ... hahh ... hahh ...."
Jujur setelah itu rasanya canggung sekali. Manik Apo sampai bergerak kesana kemari. Gugup parah, mungkin karena suasana sekarang privat seperti yang dia suka.
"Phi mau bertanya serius kali ini," kata Paing tiba-tiba. "Kau terlihat yakin bercinta denganku. Berada di sini, tapi sejauh apa kau menginginkannya?"
DEG
"Eh? Maksud Phi?"
Paing terlihat sulit mengalihkan fokus dari mata cantik sang Omega. "Karena jika kau menganggap aku terakhir, maka biar kuluruskan dulu, Apo," katanya. "Kau orang pertama yang membuatku merancang rencana sedikit jauh."
Glek!
Apo pun meneguk ludah kesulitan karena lehernya disentuh. "...."
"Di sini, Phi ingin menandaimu sebagai milikku, kalau mau. Juga hanya terhubung denganku," kata Paing. "Dan kalau melihat baby-baby-mu, boleh aku minta adik mereka dariku?"
"...."
"Tidak kembar pun tak masalah, Apo. Aku hanya ingin menggendong satu yang sungguhan mengenaliku."
...
....
Entah kenapa, sampai sini kata-kata Paing terdengar perih. Apa selama ini Phi selalu memikirkannya? Bagaimana pun Kaylee dan Edsel sempat tidak merespon scenting sang Alpha. Hanya Blau Er yang antusias padanya. Tentu, wajar saja kalau itu sangat sakit.
"Phi, wait ... kenapa baru mengatakannya?" tanya Apo, yang langsung gelisah. Dia juga sangat-sangat sedih, tapi mau marah pun posisinya tetap salah.
"Apa aku yang sekarang pantas untuk itu?" tanya Paing sembari tersenyum tipis. ".... jadi berhentilah mencemaskan saingan dan lain-lain. Karena Phi cuma menginginkan semuanya darimu."