"I don't wanna loose you anymore ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
"Happy pulaaaang!"
Sampai rumah, Paing baru tahu kalau Apo duduk di teras demi menunggunya. Omega itu tidak berlarian seperti dulu, tapi langsung merentangkan lengan untuk sebuah pelukan.
"Hm, tepat waktu kan? Ini belum sampai makan malam."
"Iya! Tapi nyaris," cengir Apo. "Dan kalau one day ada urusan, tetap kirim pesan ya. Jadi aku bisa tinggal tidur."
"Ha ha ha ha ha, oke. Pasti," kata Paing sebelum menyerbu bibir Apo dengan ciuman. Padahal paper-bag belanjaannya belum ditaruh, tapi keduanya sudah bergulat lidah di tempat itu.
"Mnnh."
Mereka pun saling mengunyah. Ingin memakan satu sama lain, padahal hanya merasakan tekstur basah, lembut, dan kenyal di saat yang sama. Dua permukaan bibir itu saling menggesek, menekan di titik tertentu. Lalu Paing mendorong makin ke dalam. "Hrmh," geramnya.
"Um--"
Lidah Paing menjelajah syaraf sensitif Apo di dalam. Menyapu langit-langit, lalu mengisap bibir bawah seperti mencicipi wine. Lumatannya menggetarkan syaraf geli pada selangkangan Apo, padahal Paing tidak menyentuhnya di sana. Apo pun mulai mengerang lembut. Ingin memaki, tapi naluri malah menuntunnya untuk balas mengisapi bibir Paing. Makin lama, makin dalam. Paing menarik tengkuk Apo agar mendongak, dan dia harus memiringkan kepala untuk menjangkau tempat yang belum bisa dicapai.
"Ah!" desah Apo. Omega itu pun tersentak kecil. Agak kewalahan karena Paing mencuri napasnya terus menerus. Dia meremas sofa karena gelitikan bulu mata sang Alpha pada pipinya. Megap-megap, tapi berusaha keras menarik napas dari hidungnya. "Ugff---Phii!"
Meski diprotes, Paing menangkup rahang kanannya tidak peduli. Dia memulas keringat pada pelipis. Tampak bangga, padahal Apo bilang dia baru saja mandi. "Hhh, Apo ...." Geramannya terdengar semangat tiap kali telinga Apo tergelitik, ingin menjerit. Tapi Omega itu hanya tersengal saat Paing melepaskan.
"Hhh, hhh ... hhh ... hhh ...."
Siapa yang tadinya mengajak ciuman sampai 20 kali, huh? Paing seolah mengingatkan omongan sang mate. Menyeringai tipis. Lalu memisahkan benang tipis yang diantara bibir keduanya.
"Ha ha ha ha ha ...." tawa Apo karena menyadari bodyguard di sekitar memalingkan muka. Mukanya makin merona, padahal bengkak di kakinya kini semakin parah. "Welcome home, Phi," katanya. "Bagaimana kabar taruhannya tadi? Menang? Kalah? Aku jadi ingin main catur juga ...."
Paing menyadari Apo mulai malas jalan. Omega itu sampai meluruskan kaki di sebuah kursi. Mungkin juga takkan kuat kemana pun dalam waktu dekat ini. "Menang, it's a lucky day. Tapi yang terpenting sekarang bukan itu ...."
"Hm?" tanya Apo tanpa melepaskan pelukan pada lehernya. Omega itu tak mau pindah posisi. Ingin mengerat. Sepenuhnya abai pada debaran jantungnya di dalam dada.
"Ingin kugendong seperti dulu?" tawar Paing. "Tapi pegangannya lebih erat lagi. Karena kandunganmu mungkin sudah memasuki masa persalinan."
DEG
"Eh?"
"Kenapa? Belum sadar?" tanya Paing sambil melepaskan barang bawaannya. "Memang dulu lahiranmu berapa bulan? Genap 4,5? Pasti tidak karena kembar seringnya jadi prematur."
Apo pun terdiam kaku. Dia mendadak berubah panik, pandangan kosong. Mungkin karena ini baru 3 bulan. "Iya, sih Phi. Triplets dulu baru 3,8," katanya setelah sadar. "T-Tapi, umn ... apa ini tak terlalu dini? Aku merasa baik-baik saja kok. Serius. Phi tak perlu sekhawatir itu--"
"Hmmm ...." gumam Paing. Dia pun memeluk perut besar Apo Nattawin. Mengecupnya. Ingin meraba tendangan baby dari dalamnya. "Iya, sepertinya mereka memang sehat. Sangat sehat," katanya sambil tersenyum. "Tapi besok harus ke USG lagi, ya? Kita cari tahu mereka satu plasenta, atau lebih. Karena posisi para baby harus bagus agar tidak terlilit tali pusarnya."
DEG
"Oh ...." desah Apo sembari mengangguk. Dia sempat lupa Paing dokter. Jadilah kecemasannya kini bercampur debaran senang. "Baiklah ... tapi Phi ikut kan?" tanyanya. "Soalnya dulu Mile dicatat sebagai wali baby-nya. M-Maksudku, pas USG pertama. Ha ha ha ... dan aku sendiri bingung menjelaskannya ...." tawa Omega itu getir. Ekspresinya membuat Paing tak tahan. Apalagi jika membayangkan Apo pergi sendirian.
"Okay, aber vorher entschuldige ich mich," kata Paing sambil meraih pipi sang mate. "Untuk besok pasti Phi dampingi. Don't be sad. Nanti kupecat dokternya kalau ngomong macam-macam." (*)
(*) Oke, tapi yang sebelumnya aku meminta maaf.
Apo pun tertawa karena ekspresi Paing. Dia tebak, Paing tetap heran dengan status Omega-nya. Bahkan mungkin tidak membayangkan dia hamil besar sebegininya. "Telat, Phi. Telat ... ha ha ha ha ha," katanya. "Padahal kalau memang menyesal, kok baru mengatakannya sekarang? Hish. Aku ini tak mau percaya!"
Paing langsung merasa tertohok. Dia tertular keceriaan Apo. Ikut tertawa.
Lalu menggendongnya masuk rumah. Dia tidak buru-buru seperti dulu. Melangkah pelan. Bahkan saat menaiki tangga sekali pun.
"Kenapa?" tanya Paing, karena Apo terus-terusan memandanginya.
"Tidak kok, cuma penasaran sesuatu."
"Hm?"
"Berat tidak? Aku ...."
Jdugh!
Paing menendang pintu kamar usai memutar kenopnya. Dia tampak cukup kesusahan, tapi mengotot hingga Apo duduk di tepian ranjang. "Ya, tentu. Lebih berat. Apalagi mereka semakin besar."
Kratak!
"Ha ha ha ha ha ...." tawa Apo saat Paing membenahi sendi jarinya.
".... tapi senang," kata Paing. Lalu menegakkan tubuh perlahan-lahan.
"Sekarang bilang dimana letak truffle-nya. Biar kuambil bersama jajanmu. Tidak apa-apa kalau kita makan malamnya di sini."
"Eh? Serius?"
"Ja," kata Paing. ".... und später will Phi dir etwas sagen." (*)
(*) Bahasa Jerman: "Iya, dan nanti Phi mau memberitahumu sesuatu."
Cup. Apo pun merasa aneh dengan kecupan barusan. Dia sampai mengernyitkan kening. Karena Paing biasanya tidak mencurigakan saat bersamanya.
Hmm, ada apa memangnya? Batin Apo. Omega itu pun menunggu saja. Ikut makan malam dan mengalir hingga Paing mengatakannya sendiri. "Kau tahu? Sebenarnya Phi kumpul dengan Jeff seharian ini. Kami di kafe untuk diskusi. Tapi tentu bodyguard-nya juga ikut hadir," katanya.
DEG
"Untuk?" kaget Apo. Tanpa sadar dia memiringkan kepala.
"Bukankah kau sempat menyelidiki Nadech Kugumiya?" tanya Paing. "Tapi karena situasimu sekarang tak memungkinkan. Jadi, Phi sengaja bilang ini belakangan."
"...."
"Soal Oslo, obat, penembakan, dan yang lain-lain," kata Paing. "Tapi karena kau bisa ikut kepikiran--"
"--oke, tapi Phi akan mengurusnya dengan siapa saja?" sela Apo. "Selain Jeff dan bodyguard? Cluster kah?Jangan bilang perginya pun sebelum aku lahiran ...." katanya secepat kereta api. Kentara sekali jika Apo langsung badmood, padahal tadinya cerah sekali.
"Banyak kok, banyak," kata Paing sambil menggeser piranti makan. Dia duduk di sebelah Apo. Mendekapnya. Lalu bicara selembut mungkin. "So, tenang dulu, oke? Aku nantinya bersama Bretha, Luhiang, Mile, bahkan Amaara dan Ameera pun ikut juga."
DEG
"Eh? Mile?"
"Iya, kenapa?" tanya Paing "Dia juga ingin melindungi sesuatu. Seperti keluarga, perusahaan, kakaknya ... jadi ini bukan hal aneh untukku."
Entah kenapa Apo justru ingin menyangkal. "Tidak, maksudku ... what happens? Dia sudah berubah lagi?" tanyanya. "I just don't know what to say ...."
Saat itu, Paing rasa dia paham apa yang Apo pikirkan. Laksana pelangi setelah badai, Apo pasti melihat perubahan Mile berkali-kali dalam hidupnya. Saat berupa bocah masih polos, saat sudah dewasa yang mendadak pulang ke hadapannya, saat sinting bahkan menginjak-injak harga dirinya ... sekarang malah ....
"Dia juga bilang ini untukmu dan triplets," kata Paing. "Jadi akhirnya mau ikutan pergi ke Oslo. Mungkin karena ingin melakukan sesuatu selama masih berkesempatan."
"Ah ...."
"Tapi soal waktu memang belum ditentukan," kata Paing. "Semua orang masih harus siap-siap. Mulai izin, kendaraan, senjata, koordinasi, pemetaan, dan masih banyak lainnya ... jadi sebisa mungkin Phi pasti menemanimu lahiran sebelum pergi."
"Ugh, curang ...." kata Apo sambil balas memeluk. Dia semakin uring-uringan. Ingin menangis, tapi mau bagaimana kalau perkataan Paing benar. Bergerak saja Apo sering pegal, nyeri punggung, ngilu pinggang, kaki berat ... pokoknya ada saja acaranya. "Kalau begitu kalian semua hati-hati," pintanya. "Terutama Phi. Coz I don't wanna loose you anymore ....."
Kata-katanya dalam sekali. Paing jadi tidak tega untuk beberapa saat. Apalagi membayangkan quadruplets keluar saat dirinya tak ada. Hei, apa aku akan langsung jadi ayah jahat? Pikirnya sambil meremas rambut sang mate.
"Hm, hm. Phi nanti pasti hati-hati," kata Paing sambil menghirup pelipis Apo. Dia terpejam sesaat di sana. Merasa damai. Hingga sebuah ketukan terdengar dari luar pintu.
Tok! Tok! Tok! Tok!
"Permisi, Tuan Natta ... apakah Anda di dalam?" tanya seorang pelayan.
"Ya?"
Paing pun beranjak dari duduknya. "Kau di sini, biar Phi bukakan untukmu."
"Umn."
Cklek!
"Ada apa?" tanya Paing. Dia terkejut karena ada barisan pelayan lain di baliknya. Membawa kado, tapi itu belum semua karena keluarga besar Takhon sudah menyerbu datang di lantai satu. "Hah? Perayaan ulang tahun Apo? Siapa yang bilang kalau dia baru tambah umur?"
"Anu, Tuan--"
Baru saja si pelayan menjelaskan, suara Yuzu yang meniup peluit pesta terdengar dari bawah sana.
DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!
PREEEEET! PREEEEEEEEEEEEET!
"PHI PAIIIIIIIIIIIIIIIINNNNNGGG! KELUAR KAU! AKU DAN MA HARI INI PULANG CEPAT! SURPRISEEEEEEEE!"
"HEI, PELAN-PELAN!"
PLAKH! PLAKH! PLAKH!
BRMMMMMMMMMMM!
Saat memasuki kawasan tol, Amaara pun menggampari helm Mile kesal. Pasalnya dia tidak memakai jaket. Tidak helm-an, rambut berkibar, dan luka-nya masih basah berkat pergulatan mereka tadi--sial! Perih sekali, BRENGSEK! APALAGI KALAU TERKENA ANGIN!
"FUCK! Bisa diam tidak kau di belakang sana?" bentak Mile. "KAU BILANG TEMPATNYA KAN MASIH JAUH?! Kalau tidak kencang kau pikir kapan sampainya?!"
Amaara malah makin menjadi-jadi. Omega itu menantang Mile agar dia saja yang menyetir, tapi bukan Mile jika tak mengamuk balik memarahi. Mile biarkan Amaara kedinginan itu bukan urusannya, bahkan katanya--
"JANGAN PURA-PURA LEMAH KAU, JALANG! Segala bilang kedinginan setelah 7 tahun dikurung? Kau pikir aku akan percaya, hah?!"
"DASAR SI BAJINGAN TOLOL INIIII!"
"HEI, JANGAN CEKIK!"
"TURUNKAN KECEPATAN TIDAK?! AYO TURUNKAN! TURUNKAN! TURUN-AAAAAAAAAAAAAAAAA!"
BRRRRRMMMMMMMMMMMM!
"PEGANGAN ATAU KAU YANG KUTURUNKAN KE JALANAN NANTI!"
Mau tak mau, Amaara pun meremas bahu Mile sekuat tenaga. Omega itu memejamkan mata karena tidak mau terkena serangga malam. Sepenuhnya menganggap Mile termenyebalkan di muka bumi.
LIHAT DIA! Enak-enak pakai safety motorbike secara lengkap. Sementara Amaara dibiarkan seperti parasit menempel di jok belakangnya. Padahal Omega itu cuma memakai celana pendek. Terus merinding. Bahkan mungkin tiba nanti bulu kuduknya tetap berdiri kaku.
"BELOK KE KANAN!" teriak Amaara setelah keluar dari tol yang tadi. Dia sedang menuntun Mile ke kediaman orangtua Nadech. Sebab Mew tak ada di rumah saat Amaara menyelinap ke rumah sebentar tadi. Kemana dia?! Bukannya masih masa perawatan? Jangan bilang yang Mile katakan semuanya benar! SIAL! SIAPA KAU MENYEMBUNYIKAN MEW DARIKU, NADECH KUGUMIYA! Batinnya bergejolak marah.
Amaara juga tak mungkin menyusul Nadech yang sedang dinas di China (kata orang kantor sih begitu) jadi dia ikut saran Mile saja untuk mencari Alpha-nya.
"Aku katamu tadi, Bangsat?!"
Dia memutar momen Mile bilang kabar paling menggelikan di telinga. Tepatnya tadi pagi saat mereka di teras rumah Jeffsatur.
"APA YANG APA, PELACUR?! Kukira kau sudah tahu soal itu--cih ... karena maaf aku bukan orang yang tak paham tentang threesome. Jadi kupikir waktu itu kalian wajar-wajar saja. Toh Nadech, Mew, dan kau memang satu tim selama ini--"
BRAKKKKHHKKKKKHH!
"BERANI KAU KATAKAN ITU LAGI AKU PASTI AKAN MEMBUNUHMU!"
Akhirnya, teras rumah Jeff pun menjadi lahan tempur. Untungnya para bodyguard segera memisahkan keduanya sebisa mungkin.
"HEI, BERHENTI! BERHENTI! BERHENTI! POT TANAMANKU, ASTAGA!" teriak Jeff yang langsung keluar. "NAYU YANG MENANAM SEMUANYA, BRENGSEK! DIA BISA MARAH KALAU SAMPAI TAHU!"
Akhirnya, Mile dan Amaara pun berhenti saling menggeram, tapi mereka masih dipegangi beberapa bodyguard sampai benar-benar tenang.
"Cih ... benar-benar menyebalkan," kata Amaara samar-samar. Dia tidak tahu Mile mendengar semua omelan, lalu Alpha itu meliriknya dari kaca spion.
"Memang kau mau apa kalau perkataanku nanti terbukti? Membunuh Nadech? Terimalah Mew Suppasit bukan konglomeratnya selama ini," kata Mile. ".... jadi menurutku cari saja Alpha lain. Itu pun kalau masih ingin hidup normal seperti yang Takhon katakan ...."