BAB 10
Tujuh hari sebelum undangan pertunangan Mile dan Apo disebar, sebenarnya ada drama konferensi meja bundar. Ah, salah. Lebih tepatnya pertemuan resmi keluarga. Isinya orangtua Mile, orangtua Apo, dan kedua calon pengantin.
Apo diinterogasi sang ibu lebih dulu sebelum amarahnya terlanjur meledak. Yang katanya bukan apa-apa, faktanya ada baby angel di dalam rahim sang putera Omega. Wanita itu sampai pingsan di tempat, untung sang suami cepat tanggap mendekapnya di sisi.
"Kau pikir ini keinginan putera kami?" kata ayah Mile membela. Dia dan pria di seberang meja pun cekcok sebentar, tapi memilih damai pada akhirnya. Atau mungkin lebih tepat disebut gencatan senjata. Bagaimana pun, permusuhan mereka sudah bertahun-tahun lalu. Jadi agak konyol kalau dilanjutkan mengingat kebahagiaan putera mereka lebih penting (atau setidaknya, di kubu Mile tak pernah ada yang sanggup melarang keputusan sang putera kedua).
Mile punya prinsipnya sendiri sejak dulu. Beda dengan Pomchay yang masih bisa diarahkan kemana mereka ingin berharap.
Lelaki itu pun mengurus semuanya dengan cepat, tapi Apo langsung mengusulkan Prenuptial Agreement setelah sang calon suami memilih desain undangan. (*)
(*) Prenuptial Agreement: atau biasa disebut perjanjian pra-nikah. Kalau buat orang-orang sultan, biasanya bikin ini untuk ngurus harta gono-gini. Misal kalau mereka cerai aset A harus jatuh ke tangan siapa. Atau aset B dibawa siapa. Terus anaknya diasuh siapa. Bahkan hak waris kadang sudah ditulis sebelum si baby angel ada.
Mile pun kaget dan hampir tidak setuju, tapi Apo kukuh membawa Mile ke notaris untuk mengesahkan semuanya secara resmi. Biarlah pemerintah mencatat dengan undang-undang pengikatan. Apo benar-benar melindungi dirinya sejauh itu, dan Mile tertegun melihat sang Omega menulis pasal-pasal yang harus disetujui dirinya.
"Apa ini? Kalau kita bercerai semua benda yang pernah kuberikan akan dikembalikan semua?" tanya Mile, agak tersinggung.
"Ya, termasuk bayinya. Kau yang harus mengurus," kata Apo tegas. "Karena aku tidak mau membawa dosamu, apalagi menanggung resiko ditanya siapa ayahnya di masa depan."
Dada Mile memanas seketika. "Bayinya pun kau sebut barang, Apo?" tanyanya tidak menyangka.
"Ya, kan asalnya memang keluar dari barangmu."
Notaris di depan mereka sampai tak bisa berkata-kata. Dia pun menutup mulut yang sempat menganga karena percakapan tak masuk akal tersebut.
"Apo, bisa jangan ikutkan bayinya?"
"Tidak, karena aku sudah menandatangani dokumen ini," kata Apo sambil menoreh tinta ke pakta tersebut. "Kalau tidak mau, ya sudah. Kita batalkan saja pertunangannya."
Mile pun menatap dokumen bermap hitam-emas yang digeser ke depannya. Dia menatap gundah benda tersebut, padahal baru saja bahagia kemarin.
"Cinta itu sah-sah saja, tapi seseorang tidak boleh ada yang menghancurkan hidupku, paham?" kata Apo. Rasionalnya amat sangat tinggi hingga jari mengetuk dokumen agar menyadarkan Mile Phakphum. "Aku sudah katakan aku tidak semurahan itu."
Akhirnya, Mile pun menggerakkan pulpen sembari memendam nyeri. Rautnya lesu meski mereka baru makan siang berdua, lalu si notaris menanyai sekali lagi.
"Apakah sudah benar-benar yakin?"
"Ya," kata Apo tanpa ragu.
Mile malah memandang sang Omega yang mendadak terasa jauh. Apo dekat, tapi Mile seperti tidak boleh memilikinya seratus persen. Ah, apakah harus seperti ini? Sebenarnya dia sudah suka kepada Apo Nattawin atau belum, sih?
"Kalau begitu tinggal tidak cerai denganmu selama-lamanya," kata Mile. "Jadi, pakta-pakta bodoh ini takkan berlaku sampai kapan pun." Lelaki itu marah hingga langsung meninggalkan kursi, sementara Apo santai saat berpamitan pada si notaris. Dia bahkan tersenyum cantik layaknya malaikat, walau si notaris lebih dari tahu ada iblis di dalam dirinya.
Angelic Devil. Apo pantas disebut seperti itu. Karena meski seorang Omega, Apo bahkan lebih tangguh daripada Mile yang selama ini tidak bisa ditaklukkan orangtuanya.
"Kalau begitu aku pulang sekarang," kata Apo dengan kunci mobil bergemerincing. Mile yang mulanya berbelok ke kanan menuju McLaren hitamnya malah batal membuka pintu. Mata Mile mengikuti tiap ayunan long coat Apo yang menawan, lalu sepatu mewahnya sebelum tenggelam di dalam mobil.
Tuhan ... Mereka akan berpisah di tempat itu. Kekacauan di kantor kini bahkan tak menggangu sang Omega sedikit pun, dan itu aneh sekali. Padahal dalam bayangan Mile, Apo akan bisa didekati dengan mudah setelah tunangan. Ternyata Mile malah salah besar.
"Apo," panggil Mile sebelum Audi R10 Apo melewatinya. Apo pun menurunkan jendela, lalu menyentakkan dagu padanya.
"Apa."
"Aku mungkin sudah mencintaimu."
Aneh tapi nyata, raut arogan Apo langsung hilang karena kata-kata itu. Sang Omega sampai meremas setir, dan Mile tahu gelagat tersebut meski samar sekali.
"Oh, ya? Baguslah kalau begitu," kata Apo. "Berarti aku tidak menyakiti orang yang kusuka sedikit pun."
Dalam diamnya, Mile benar-benar ingin tertawa saat ini. Apalagi saat Apo tersenyum manis.
"Syukurlah kalau kau akan menikah dengan orang yang kau cintai."
Mile sampai tidak berkedip melihat betapa indah si tunggal bermarga Wattanagitipat, sementara Apo malah nyengir seperti bocah yang berhasil mengerjai crush-nya. "See ya seminggu lagi," katanya. "Aku pasti kabari kalau pulang dinas dari Zurich. Apa kau mau sesuatu dari sana juga? Aku bisa bawakan beberapa oleh-oleh."
Mile hanya membalasnya dengan senyuman tipis. "Pulang saja dengan selamat. Ingat kau membawa bayiku juga, Apo. Jaga diri dan kembali ke Bangkok."
Apo hanya mengangguk, kemudian berlalu begitu saja dengan mobilnya. Ah, gila. Lelaki Omega itu bahkan sudah membiaskan rindu meski baru belok di tikungan, dan Mile menikmati kekosongan aneh setelah sepasang kakinya berdiri sendirian.
Bersambung ....