webnovel

HARAP

Sudah lebih dari enam bulan aku tak mendengar kabar tentang Braja.

Sudah lebih dari enam bulan juga, aku memendam tanya dalam hati.

Bagaimana kabarmu ?.

Apakah hari mu berjalan dengan baik ?.

Kau pergi tanpa kata.

Membuat fikiran ku semakin menerawang jauh.

Langit kita memang masih sama, tapi apakah semua rasa masih tetap sama ?.

"Oh my my my oh my my my.

You got me high so fast.

ne jeonbureul hamkkehago sipeo.

Oh my my my oh my my my.

You got me fly so fast.

ije jogeumeun na algesseo."

Telpon genggam ku berbunyi.

Itu Sasti.

"Hallo. Sas."

"Raniaaaa.. Gue kangen. Ketemu yuk ?."

"Lu udah balik ke Jakarta ?."

"Belum sih. Lusa gue balik bareng Kama. Kita ketemu di Coffeshop biasa yaa."

"Oke."

Setelah telepon ku tutup, sejenak aku kembali teringat tentang Braja.

Mengapa dia tak menelpon ku ?

Aahh, benar.

Memang nya siapa aku, berani berharap seperti itu.

Keesokan harinya, aku menyelesaikan kuliahku lebih cepat.

Ingin rasanya aku berkunjung sejenak di Coffeshop dekat sekolah ku dulu.

Tempat terakhir aku bertemu dan berbicara dengan Braja.

Tapi, aku sepertinya tak sanggup untuk mengingat semua kenangan itu terlalu jauh.

Akhirnya aku memutuskan untuk segera kembali kerumah.

Sepanjang perjalanan menuju rumah, kubawa mobilku melanju dengan kecepatan lambat.

Sembari ku dengarkan lagu BTS kesukaan ku.

Tiba-tiba, telepon genggamku berbunyi.

Aku memberhentikan laju mobil ku.

Saat kulihat telepon ku, tidak ada nama disana.

Bahkan nomor nya pun tidak ku kenal.

Pada awal nya ingin ku abaikan.

Tapi akhirnya, aku menjawab.

"Hallo. Ini siapa ?."

Tidak ada suara disana.

Sampai beberapa saat, aku mengulangi ucapanku.

"Hallo. Ini siapa ?. Jangan macem-macem deh. Atau gue tutup telpon nya."

"Hai, Ran."

Suara itu.

Braja.

"Ini gue. Braja."

Aku terdiam beberapa saat. Aku terkejut.

"Hallo. Ini bener Rania kan ?".

Braja mungkin merasa salah menelpon. Karena aku tidak menanggapi ucapannya.

Sampai akhirnya, aku mencoba untuk menjawab di tengah keterkejutanku.

Aku menghela nafas sesaat.

"Hai, Ja."

Aku menjawab dengan suara sedikit bergetar.

"Apakabar, Ran ?".

"Baik. Lu apa kabar ?."

"Baik juga. Gue ganggu ga ?"

"Hm, engga sih. Cuma gue lagi di jalan pulang nih. Kenapa, Ja ?."

"Oh. Yaudah nanti aja kalo lu udah sampe rumah, gue telpon lagi. Hati-hati yaa, Ran."

Belum sempat aku menjawab, Braja langsung menutup telpon nya.

Aku pun segera melanjutkan perjalanan ku. Ku bawa laju mobilku dengan cepat agar segera sampai dirumah.

Sesampai ku dirumah, aku meencoba untuk menghubungi Braja.

Tuuut..

Tuuut..

Tuuut..

Nomor yang anda tuju, tidak dapat menerima panggilan.

Aku mencoba mengulangi nya lagi.

Beberapa kali ku coba, tetap saja tidak ada jawaban disana.

Sampai akhirnya aku menyerah.

Aku berfikir untuk menunggu saja.

Aku menunggu Braja untuk menghubungi ku kembali.

Namun, sampai malam datang, Braja belum juga menghubungi ku.

**************

Sudah tiga hari berlalu.

Namun Braja belum juga menghubungi ku lagi.

Aku tidak tau harus bertanya dengan siapa. 

Karena selama ini, aku hanya menyimpan perasaan ku sendiri.

Bahkan Sasti pun tidak tau.

Tok Tok Tok...

Pintu kamar ku di ketuk oleh seseorang.

"Siapa ?."

"Haaaiiiii...Aaaahh, gue kangen banget sama lu."

Sasti sembari memelukku.

"Gue juga. Balik kok ga bilang-bilang sih ?".

"Kan gue udah bilang, kalo lusa gue balik. Yuk siap-siap cepetan. Kita ke Coffeeshop. Kama udah nunggu tuh disana."

"Iya. Sebentar. Gue siap-siap."

*********

Sesampai nya kami di Coffeeshop, Sasti langsung mengajakku berjalan kearah kursi, yang dari kejauhan terlihat ada dua orang laki-laki yang sedang asik tertawa bersama.

Yang aku tahu, salah satu dari mereka adalah Kama. Lalu, siapa laki-laki satu lagi yang duduk tepat di depan Kama, dan membelakangi kami ?.

Mungkinkah, itu Braja ?.

"Hai.." Sapa Sasti kepada mereka.

"Hai, Sas. Hai, Ran." Jawab Kama.

Lalu laki-laki yang bersama Kama pun berdiri, dan menoleh ke arah kami.

"Kenalin, ini Raka. Temen gue." Ucap Kama.

"Hai, gue Sasti. Ini temen gue, Rania."

"Hai, gue Raka." Raka menyapa sembari mengulurkan tangan nya pada ku dan Sasti.

Ah, apa yang aku fikirkan.

Sepertinya aku berharap sudah terlalu jauh.

Mana mungkin Braja akan tiba-tiba datang, dan dengan sengaja tidak mengabariku.

Apalagi, ini baru enam bulan setelah kepergian nya ke Seoul.

Terlalu cepat untuk nya kembali di tengah jadwal kuliah nya yang sudah pasti lebih sibuk dibandingkan dengan ku.

Belum lagi, dia pasti harus beradaptasi lebih lama disana.

Sepanjang waktu pertemuan ku dengan Sasti, Kama, dan juga Raka, aku pun masih tetap larut dalam fikiranku tentang Braja.

"Eh, kita kan libur kuliah lumayan lama nih. Gimana kalo kita liburan bareng-bareng ?. Kemana gitu."

Ajakan Sasti yang tiba-tiba, justru mengejutkan ku.

"Boleh juga tuh. Gimana kalau kita ke Bali ?." Kama menimpali.

"Boleh. Rania gimana ?". Tanya Raka.

"Ran ?". Raka mengulangi.

"Eh. Gimana tadi ?". Jawab ku.

"Kita mau ngajak lu, liburan ke Bali. Gimana, lu mau ga ?".

"Hhmm, boleh. Kapan ?".

"Gimana kalau lusa ? Soal booking hotel, dan lain-lain, serahin aja sama gue". Kata Sasti.

"Oke, deal ya ? Besok gue siapin mobil". Kama menanggapi ucapan Sasti.

************

Ke esokan harinya, aku seharian hanya menikmati masa libur kuliah dengan bersantai dirumah, sembari mempersiapkan barang-barang yang akan aku bawa ke Bali.

Telepon genggamku pun berbunyi.

Oh my my my oh my my my

You got me high so fast

ne jeonbureul hamkkehago sipeo

Oh my my my oh my my my

You got me fly so fast

ije jogeumeun na algesseo..

Tanpa ku lihat, aku langsung menjawab telepon ku.

"Halo".

"Halo. Ini Rania ya ?".

Suara itu seperti tidak asing bagiku.

Saat ku lihat ponsel ku, tidak ada nama disana. Dan nomor nya pun aku tidak mengenal nya.

Tapi kali ini aku tahu bahwa itu bukan suara Braja.

"Iya. Ini siapa ?". Tanya ku.

"Ini Raka. Masih inget ga ?".

"Oh, Raka. Iya. Masih kok. Ada apa, Ka ?".

"Hmm, malem ini kalau gue mau main kerumah lu, boleh ga ?".

"Oh, boleh aja. Ada apa ya ?".

"Ga ada apa-apa sih. Cuma pingin ngobrolin tentang rencana liburan kita besok".

"Oh, oke. Ke rumah aja". Jawab ku santai.

*************

Tok Tok Tok ..

Suara ketukan pintu rumah terdengar sampai kedalam kamar ku.

Oh, itu pasti Raka sudah datang, fikirku.

Dan aku pun segera keluar untuk melihatnya.

"Hai, Ran".

Laki-laki bertubuh tinggi, berkulit putih, dan berambut hitam itu, menyapa ku.

Dia, Braja.

Aku terkejut.

Sangat.

Sampai-sampai aku tak sanggup berkata apapun.

Aku hanya terdiam.

Ada apa dengan nya ?.

Mengapa dia tiba-tiba datang, tanpa memberitahu apapun terlebih dulu padaku ?.

Mengapa Braja selalu begini ?.

Sementara beberapa bulan ini dia sudah mengabaikan ku.

Bahkan janji nya untuk menghubungi ku kembali, pun tidak di tepati.

Lantas, untuk apa dia tiba-tiba datang menemuiku malam ini ?.

*****************