webnovel

Kehadiran Cuimey

Ketika Ceun-Ceun dan Loupan sedang berbicara serius tentang rencana mereka, pintu kamar terbuka perlahan. Ceun-Ceun menoleh, dan di ambang pintu berdiri seorang perempuan dengan wajah yang memancarkan kecantikan dan ketegasan. Wajahnya lembut namun penuh dengan kedisiplinan seorang pendekar. Rambutnya yang hitam legam diikat rapi, dan pakaiannya yang sederhana menekankan kekuatan serta ketangkasannya.

"Cuimey," sapa Ceun-Ceun dengan nada terkejut namun ramah. "Kau sudah lama di sini?"

Cuimey tersenyum tipis dan menggeleng. "Baru saja. Aku mendengar pembicaraan kalian dari luar." Dia melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya, dan menatap Loupan dengan mata yang tajam namun penuh kekhawatiran. "Bagaimana keadaanmu, Loupan? Luka itu… apakah masih terasa sakit?"

Loupan tersenyum lemah. "Tidak separah yang terlihat, Cuimey. Tapi, aku mengakui bahwa serangan itu cukup membuatku lengah."

Cuimey mendekat, berdiri di samping Loupan dan memeriksa luka di tangannya. "Aku sudah mendengar tentang serangan itu," katanya dengan nada penuh perhatian. "Kita tidak bisa menganggap remeh musuh-musuh yang kita hadapi. Mereka jelas memiliki tujuan dan taktik yang licik."

Ceun-Ceun yang memperhatikan interaksi mereka, merasa lega bahwa Cuimey ada di sini. Cuimey adalah pendekar yang sangat dihormati di biara ini. Kepandaiannya dalam memainkan senjata, terutama pedang, sudah dikenal di seluruh penjuru wilayah. Selain itu, Cuimey juga seorang pemikir yang cerdas dan tak mudah dikalahkan dalam situasi apapun.

"Kehadiranmu di sini sangat berarti, Cuimey," kata Ceun-Ceun dengan nada tulus. "Aku percaya kita akan membutuhkan segala kekuatan dan kemampuan yang kita miliki untuk menghadapi apa yang akan datang."

Cuimey mengangguk, memandang Ceun-Ceun dengan mata yang penuh keteguhan. "Kita tidak boleh lengah. Aku di sini untuk memastikan kalian berdua tetap aman, terutama setelah apa yang terjadi. Kita harus bersiap untuk segala kemungkinan."

Loupan tersenyum kecil mendengar ucapan Cuimey, lalu menatap Ceun-Ceun. "Sepertinya kita bertiga adalah kombinasi yang cukup tangguh. Dengan kekuatan Tangan Besimu, kecerdasan Cuimey, dan…," ia berhenti sejenak, teringat akan lukanya, lalu melanjutkan dengan sedikit bercanda, "dengan apa yang tersisa dari kekuatanku, aku yakin kita bisa mengatasi ini."

Ceun-Ceun dan Cuimey saling bertukar pandang, tersenyum mendengar kelakar Loupan. Namun, di balik senyum itu, mereka berdua tahu bahwa situasi ini sangat serius. Musuh yang mereka hadapi bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Mereka harus tetap waspada dan saling melindungi.

"Kita akan melindungi satu sama lain," kata Cuimey akhirnya dengan nada penuh keyakinan. "Aku akan selalu siap jika kalian membutuhkan bantuanku. Tapi untuk saat ini, Loupan, kau harus fokus pada penyembuhan. Kita akan menghadapi mereka bersama ketika saatnya tiba."

Loupan mengangguk dengan rasa syukur. "Terima kasih, Cuimey. Aku akan ingat itu."

Pagi itu, dengan kehadiran Cuimey yang kini bergabung dengan mereka, Ceun-Ceun dan Loupan merasa bahwa kekuatan mereka bertambah. Mereka tahu bahwa jalan di depan masih panjang dan penuh dengan bahaya, namun dengan persahabatan dan keahlian yang mereka miliki, mereka siap untuk menghadapi apapun yang datang.

Setelah perbincangan serius dengan Loupan dan Cuimey, Ceun-Ceun merasa bahwa ada sesuatu yang harus dia lakukan. Dia memiliki firasat kuat bahwa perjalanan ini penting, dan dia tidak bisa menunda lebih lama lagi. Dengan tekad bulat, Ceun-Ceun memutuskan untuk menghadap kepala biara dan meminta izin untuk pergi sementara waktu.

Sebelum berangkat, Ceun-Ceun mendekati kepala biara yang tengah duduk di ruang meditasi. Dengan penuh hormat, Ceun-Ceun memberikan salam dan menyampaikan niatnya. "Guru, saya merasa perlu pergi ke suatu tempat selama beberapa hari ke depan. Ada sesuatu yang harus saya selesaikan di luar biara."

Kepala biara menatap Ceun-Ceun dengan tatapan bijak, seolah-olah dia sudah mengetahui apa yang akan disampaikan muridnya ini. "Ke mana kau akan pergi, Ceun-Ceun? Dan apa yang mendorongmu untuk melakukan perjalanan ini?"

Ceun-Ceun terdiam sejenak, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Ada petunjuk yang saya dapatkan, Guru. Sesuatu yang penting bagi masa depan kita semua. Tapi saya tidak bisa melakukan perjalanan ini sendirian. Saya ingin meminta izin untuk membawa Cuimey bersamaku."

Kepala biara mengangguk perlahan, menyadari urgensi dari permintaan Ceun-Ceun. "Aku mengerti, Ceun-Ceun. Perjalanan ini tampaknya penting bagimu. Jika kau merasa ini adalah bagian dari takdirmu, maka aku tidak akan menghalangimu. Bawa Cuimey bersamamu, dan jaga dirimu baik-baik."

Ceun-Ceun merasa lega mendengar izin dari kepala biara. Dia membungkuk dengan hormat, mengucapkan terima kasih sebelum berpamitan. Segera setelah itu, dia menemui Cuimey dan menyampaikan rencananya.

"Cuimey, aku sudah mendapatkan izin dari kepala biara. Kita akan pergi ke suatu tempat selama beberapa hari ke depan," kata Ceun-Ceun dengan nada serius. "Aku ingin kau ikut denganku. Aku membutuhkan keahlianmu di perjalanan ini."

Cuimey tidak perlu berpikir dua kali untuk menjawab. "Tentu, Ceun-Ceun. Aku akan menemanimu ke mana pun kau pergi. Kapan kita berangkat?"

"Kita akan berangkat sesegera mungkin," jawab Ceun-Ceun sambil mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan. Dia merasa yakin bahwa keputusan ini adalah yang terbaik, meskipun dia tahu ada risiko yang harus dihadapi di luar sana.

Sementara itu, Loupan yang mendengar tentang rencana perjalanan Ceun-Ceun tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya. "Ceun-Ceun, hati-hatilah di luar sana. Aku berharap aku bisa ikut denganmu, tapi dengan luka ini, aku hanya akan menjadi beban. Jangan terlalu memaksakan diri."

Ceun-Ceun tersenyum menenangkan Loupan. "Kau beristirahatlah dan sembuhkan lukamu. Aku yakin perjalanan ini akan memberi kita petunjuk lebih lanjut tentang musuh yang sedang kita hadapi. Aku akan kembali secepatnya."

Loupan mengangguk, meski ada sedikit kekhawatiran di matanya. "Kau tahu aku akan merindukanmu, Ceun-Ceun. Tapi aku percaya pada kekuatan dan kebijaksanaanmu. Jaga dirimu."

Setelah berpamitan dengan Loupan, Ceun-Ceun dan Cuimey berangkat meninggalkan biara. Mereka membawa perlengkapan secukupnya dan kuda yang akan mereka tunggangi. Ceun-Ceun merasa tekadnya semakin kuat saat ia menatap jalan di depannya. Perjalanan ini mungkin akan membawa mereka ke tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya, namun dia yakin bahwa dengan Cuimey di sisinya, mereka akan dapat menghadapi apapun yang menunggu di depan.

Sementara itu, Loupan tetap berada di biara, menjaga posisinya dan berusaha sembuh dari lukanya. Meski merasa gelisah dengan kepergian Ceun-Ceun, dia percaya bahwa ini adalah keputusan yang tepat. Dia hanya bisa berdoa agar mereka berdua kembali dengan selamat, membawa berita baik dan mungkin petunjuk tentang musuh yang mereka hadapi.

Perjalanan Ceun-Ceun dan Cuimey dimulai, meninggalkan biara yang telah menjadi tempat perlindungan mereka selama ini. Mereka melaju dengan kuda melewati jalan setapak yang membentang menuju arah yang belum pasti, namun penuh harapan dan keberanian.

Bab berikutnya