Dengan kepala menunduk, pemuda itu mengangkat wajahnya sedikit, napasnya menggelitik ruang kecil tepat di atas bibir Xie Qingcheng. Poni longgarnya menjuntai di atas alis, membentuk tirai yang menutupi tatapannya yang penuh kebingungan namun membara.
Ia menggenggam tangan Xie Qingcheng erat, tetapi Xie Qingcheng sendiri begitu terkejut oleh pengakuan mendadak itu hingga nyaris membeku.
Sebelumnya, ia hanya merasa marah dan bingung, tetapi keterkejutan ini bagai sengatan listrik yang melumpuhkan seluruh tubuhnya.
Ia begitu terperangah hingga bahkan lupa untuk melawan…
Siapa menyukai siapa?
He Yu menyukainya?
Bagaimana mungkin…
Mereka berdua adalah laki-laki, dan He Yu tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada sesama jenis. Belum lagi, Xie Qingcheng tiga belas tahun lebih tua darinya…
Saat berbaring di ranjang hotel He Yu, dengan jubah mandinya yang kusut dan tubuhnya basah oleh keringat, Xie Qingcheng perlahan mengangkat pandangannya untuk menatap pemuda yang membungkuk di atasnya dalam kegelapan. Namun, ia tidak tahu bahwa saat He Yu menatapnya, yang ia lihat hanyalah gadis itu—seseorang yang begitu mirip dengannya.
"Aku sangat mencintaimu… Dengarkan aku: jangan bersama dengannya…"
Hanya setelah mendengar kalimat ini, Xie Qingcheng akhirnya tersadar dari keterkejutannya.
"Sialan!" Ia mengumpat di antara giginya yang terkatup rapat.
He Yu telah minum terlalu banyak dan… sialnya, telah salah mengenali orang!
Xie Qingcheng segera mengalihkan pandangannya dari wajah He Yu saat potongan-potongan misteri yang membingungkan mulai tersusun rapi, seolah untaian mutiara yang akhirnya terjalin menjadi satu: keikutsertaan He Yu dalam produksi drama, kambuhnya penyakitnya secara tiba-tiba, ucapannya di Pulau Neverland tentang menyatakan cinta kepada seorang gadis, serta kata-kata mabuk yang terus ia gumamkan berulang kali… Semua kepingan itu kini jatuh pada tempatnya.
Xie Qingcheng memahami segalanya.
He Yu telah mengungkapkan perasaannya, lalu ditolak oleh gadis malang itu…
Xie Qingcheng menekan jemarinya ke kening, merasakan keringat yang melapisi dahinya akibat pergulatan sengit sebelumnya. Dengan frustrasi, ia menyibak poninya yang basah dan berantakan dari wajahnya, dadanya naik turun seiring napasnya yang berat.
Lehernya masih nyeri akibat cengkeraman He Yu, tetapi sakitnya tidak seberapa dibandingkan dengan rasa pening di kepalanya. Malam ini adalah kekacauan yang begitu buruk, nyaris seperti neraka. Namun, di balik semua itu, ia merasa lega—lega untuk gadis malang yang bahkan belum pernah ia temui.
Setidaknya bencana ini tidak menimpanya.
Lalu, ada masalah He Yu.
Pasien dengan "Ebola psikologis" seperti He Yu seharusnya menjaga ketenangan; mereka bisa mempertahankan rasionalitas dan kontrol diri dengan menjaga agar emosi mereka tetap stabil. Percintaan hanya akan mengganggu kestabilan itu, sehingga sebaiknya dihindari sebisa mungkin.
Tetapi He Yu tampaknya telah mengembangkan "PTSD Xie Qingcheng"—ia bersedia mendengarkan siapa pun, asalkan bukan Xie Qingcheng.
Jadi, begitu saja perintah dokter dilanggar.
Tak heran He Yu akhirnya jatuh ke dalam keadaan seperti ini.
Meski begitu, untungnya ia belum sepenuhnya hancur. Masih ada harapan untuk menyelamatkannya.
Xie Qingcheng masih terhimpit di bawah tubuh He Yu yang tinggi, lebar, dan panas membara karena demam. Namun, setelah pikirannya kembali jernih, ia sekali lagi menekan telapak tangannya ke dada He Yu dengan ekspresi dingin.
"Kau… Singkirkan tubuhmu dariku. Cepat turun!!"
Intensitas di mata He Yu sudah mulai memudar. Obat penenang yang diberikan padanya akhirnya mulai menunjukkan efek yang jelas. Ia masih menatap Xie Qingcheng, tetapi genggamannya perlahan melemah. Napasnya pun semakin teratur, menandakan bahwa kegilaannya mulai surut.
Sesaat, kilatan kesadaran bahkan sempat melintas di matanya sebelum kembali menghilang.
Xie Qingcheng segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mendorong He Yu dari tubuhnya. Ia merapatkan jubah mandinya dengan erat, lalu bangkit dari tempat tidur. Pergelangan tangannya masih berdenyut nyeri akibat pergulatan tadi.
He Yu akhirnya benar-benar tenang—meskipun lebih tepat dikatakan bahwa obat telah berhasil menekan kebuasannya. Ia tidak lagi melawan setelah didorong dengan kasar, hanya menatap kosong ke arah langit-langit. Setelah sekian lama, ia berbisik pelan,
"Tahukah kau? Aku tidak bisa menemukan jembatan itu lagi…"
"Apa?"
"Aku tidak bisa menemukannya… Aku tidak bisa keluar dari sini… Aku… Aku tidak bisa keluar, tidak peduli apa pun yang kulakukan…"
Bisikan lirih itu tidak ditujukan kepada Xie Qingcheng—atau siapa pun. Ekspresinya kosong. Ia tampak tersesat, berbicara seperti seorang pria gila yang meracau dalam kegelapan.
Pelan-pelan, He Yu menutup matanya. Bulu matanya yang panjang bergetar halus.
Xie Qingcheng tidak tahu jembatan apa yang sedang dibicarakan He Yu. Kejadian malam ini sudah cukup membuatnya hampir kehilangan akal. Ia menekan amarah dan rasa tidak nyamannya, lalu mendorong He Yu kembali ke tempat tidur dengan ekspresi tegang sebelum melemparkan selimut ke atas tubuh pemuda itu. Setelahnya, ia berjalan ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan berkumur.
Xie Qingcheng bukan seseorang yang memiliki minat besar terhadap urusan seks. Ia juga tidak menyukai kontak fisik yang tidak perlu dengan orang lain—apalagi harus dicium oleh sesama pria. Maka dari itu, rasa jijik yang menyelimutinya begitu kuat hingga sulit untuk diabaikan.
Di bawah pancuran air keran yang deras, ia berkumur dengan saksama dan mencuci wajahnya berulang kali. Bersandar pada wastafel, ia akhirnya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Saat mengangkat wajah, ia menatap bayangannya sendiri di cermin—kulitnya masih basah, dengan sisa air yang menetes dari dagunya.
Hubungan di antara anak muda memang seperti kecelakaan kereta yang menunggu untuk terjadi.
Sedikit saja ada guncangan, maka segalanya akan langsung keluar jalur.
Jika saja insiden ini tidak terjadi padanya secara langsung, ia sama sekali tidak akan peduli dengan kekacauan seperti ini.
Serius, apa-apaan ini? Sialan macam apa ini?!
Terlepas dari semua itu, He Jiwei seharusnya membayarnya. Tidak ada alasan baginya untuk tidak melakukannya. Nanti, Xie Qingcheng harus menemuinya dan meminta kompensasi atas semua penderitaan ini.
Ekspresinya menggelap saat ia menekan pelipisnya yang berdenyut sakit, lalu mematikan keran dan berjalan keluar ke sofa di dekat tempat tidur. Ia duduk di sana dengan linglung.
Saat Xie Qingcheng melangkah keluar dari kamar mandi, He Yu sudah tertidur lelap akibat efek obat. Pemuda yang kini berbaring di tempat tidur dengan tenang, memeluk selimut seperti anak kucing, terlihat hampir tak bisa dibedakan dari citranya sebagai siswa teladan. Ia tampak begitu berbeda dari sosok liar yang menerjangnya dengan penuh gairah beberapa saat lalu.
Tatapan Xie Qingcheng mengeras saat melihatnya.
Ia membuka sebotol air mineral gratis dari hotel, hendak meneguknya untuk meredakan amarahnya. Namun, begitu bibirnya menyentuh botol, rasa perih yang tajam langsung menusuknya.
Ia tersentak dan buru-buru mengangkat tangannya ke bibirnya.
Baru saat itulah ia menyadari—bibirnya telah tergigit hingga berdarah oleh He Yu.
Selama tiga puluh dua tahun hidupnya, tidak pernah ada orang yang berani merusak bibirnya seperti ini.
Ekspresi Xie Qingcheng menggelap sepenuhnya.
Xie Qingcheng membanting botol air mineral ke meja, lalu menyalakan sebatang rokok dan mulai merokok di dalam kamar—tanpa peduli sedikit pun pada preferensi He Yu. Baru setelah ia memastikan bahwa bajingan kecil yang tertidur di ranjang itu telah menghirup cukup banyak asap rokok pasif, barulah ia mematikan batang rokok di asbak.
...Lupakan saja. Lupakan semua ini! Ia berpikir dengan amarah yang menyala-nyala. Dia sudah menciumku, jadi apa lagi yang bisa dilakukan?
Sebagai seorang pria, ia tidak kehilangan apa pun. Selain merasa jijik, sebenarnya tidak ada masalah lain. Lagi pula, pada akhirnya, ini hanya sebuah kesalahpahaman.
Xie Qingcheng terlalu rasional untuk membuang-buang waktu meratapi hal yang tidak penting.
Saat ini, yang lebih mendesak adalah kondisi He Yu.
Ia akhirnya bisa mengalami sendiri salah satu episode gangguan mental He Yu dalam tahap saat ini. Memang benar bahwa He Yu tampak tidak stabil, tetapi ini masih sebatas kekambuhan parsial—ia masih memiliki sedikit kendali atas dirinya sendiri.
Pertanyaannya adalah, apa yang akan terjadi jika He Yu benar-benar jatuh sakit dan mengalami episode penuh?
Seberapa mengerikan keadaannya nanti?
Mungkin, prognosisnya tidak secerah yang tampak di permukaan.
Xie Qingcheng menutup matanya. Ia sudah sejak lama memperkirakan bahwa kondisi He Yu akan berfluktuasi jika ia jatuh cinta. Hari itu, di pulau terpencil, saat ia memperingatkan He Yu agar tidak mengikuti perasaannya, ia tidak hanya mempertimbangkan gadis itu—tetapi juga He Yu sendiri. Namun, peringatannya tidak digubris.
Saat itu, He Yu telah berkata kepadanya,
"Dokter Xie, apakah aku pernah menyakiti siapa pun selama sembilan belas tahun hidupku? Aku hanya menyukai seseorang, itu saja. Tapi aku bahkan tidak punya hak untuk itu, bukan?"
Kala itu, Xie Qingcheng menatap mata He Yu dan tiba-tiba kehilangan kata-kata.
Ia telah melihat He Yu tumbuh dewasa dan tahu bahwa penyakitnya terlalu parah.
He Yu telah terombang-ambing di antara jurang mental dan fisiknya selama hampir dua puluh tahun, namun ia masih belum menemukan jalan keluar.
Pikiran pasien dengan Ebola psikologis selalu dipenuhi kebrutalan yang intens; ketika penyakit mental mereka kambuh, mereka bisa menjadi sangat kejam dan haus darah.
Namun, He Yu memilih untuk mengarahkan kebrutalan itu pada dirinya sendiri.
Setiap kali merasakan dirinya kehilangan kendali, ia akan bersembunyi dalam kegelapan, di dalam gua naga jahatnya sendiri.
Bukannya menyakiti orang lain, ia lebih memilih menyiksa dirinya sendiri.
Menghantamkan kepalanya ke dinding, menahan kesakitannya seorang diri, meraung dalam penderitaan yang sunyi.
Jadi… apakah gadis misterius itu adalah cahaya di ujung terowongan yang dikejarnya?
Memikirkan air mata yang He Yu tumpahkan malam ini, dan mengingat bagaimana pemuda itu menangis tersedu-sedu sambil mengungkapkan perasaannya, Xie Qingcheng tanpa sadar menoleh kembali ke arah tempat tidur.
Apakah ini alasan He Yu keluar dari sekolah?
Apakah ini alasan ia tidak bisa menahan diri lagi?
Apakah ini pemicu yang membangkitkan penyakit yang selama ini bersembunyi di dalam dirinya?
Tanpa sadar, Xie Qingcheng mengangkat tangannya, menyentuh bibirnya—tempat di mana He Yu telah mencium dan menggigitnya.
He Yu mungkin memang seekor binatang liar yang menjijikkan, tetapi di saat yang sama…
Ia juga binatang yang menyedihkan.
Namun, Xie Qingcheng terlalu terkejut untuk memikirkan semuanya dengan mendalam. Ia masih percaya bahwa nama "Xie" yang diucapkan He Yu dalam keadaan setengah sadar itu ditujukan padanya, dan sama sekali tidak terpikir olehnya bahwa He Yu mungkin sedang memikirkan Xie Xue.
Dan kenapa ia harus berpikir demikian?
Meskipun He Yu dan Xie Xue berasal dari generasi yang sama, mereka tetap terpaut lima tahun. Bagi Xie Qingcheng, perbedaan usia ini cukup signifikan untuk membuat kemungkinan timbulnya perasaan romantis di antara mereka menjadi sangat kecil. Karena itulah, ia tidak pernah sekali pun mencurigai bahwa He Yu menyimpan perasaan yang tidak pantas terhadap Xie Xue.
Belum lagi, berapa umur He Yu sebenarnya?
Sembilan belas tahun—masih seorang remaja.
Di zaman dahulu, usianya bahkan belum cukup untuk menjalani upacara kedewasaan. Ia masih dianggap sebagai anak di bawah umur.
Sejujurnya, bagi Xie Qingcheng yang kaku dan tradisional, sembilan belas tahun adalah usia yang jauh terlalu dini untuk menjalin hubungan asmara.
Anak laki-laki berusia sembilan belas tahun bahkan nyaris tidak memiliki bulu di dadanya dan masih berstatus pelajar. Namun, ia sudah memikirkan cinta?
Ia bahkan belum mengenal dirinya sendiri—berapa lama hubungan seperti itu bisa bertahan?
Dan jika sampai gadis itu hamil, bisakah ia membawa gadis itu ke Kantor Urusan Sipil dan menikahinya secara sah?
Bisakah ia mandiri secara finansial untuk menghidupi keluarga kecilnya sementara juga merawat kedua orang tua mereka masing-masing?
Tanpa dukungan finansial dari orang tua, bisakah ia menghasilkan cukup uang untuk menafkahi anak mereka dan memastikan istrinya tidak perlu memikirkan kebutuhan hidup saat sedang mengandung?
Omong kosong. Ia jelas tidak bisa melakukan itu semua.
Jadi, ia masih anak laki-laki, bukan pria dewasa.
Xie Qingcheng tidak akan pernah menyamakan seseorang seperti ini dengan calon adik iparnya. Maka, sudah sewajarnya jika pemikiran itu bahkan tidak pernah terlintas dalam benaknya.
Sementara itu, pelajar yang tertidur di ranjang tampak mengerutkan keningnya, seolah terganggu oleh sesuatu dalam mimpinya.
Xie Qingcheng tidak ingin melihatnya lebih lama lagi, apalagi melihat tempat tidur yang berantakan itu.
Ia bangkit, berjalan ke pintu, dan melangkah keluar.
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Xie Qingcheng masuk ke dalam ruangan dengan ekspresi yang tenang dan terkendali, seolah kejadian tadi malam hanyalah insiden sepele yang tidak layak diingat.
Namun, begitu He Yu melihatnya, seluruh tubuhnya menegang.
Pikirannya masih berusaha memilah kepingan ingatan yang kacau, tetapi fakta bahwa ia telah mencium Xie Qingcheng menghantamnya seperti tamparan keras.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Ia berharap semuanya hanyalah mimpi buruk, tetapi rasa perih di bibirnya yang masih berdarah akibat gigitan Xie Qingcheng mengatakan sebaliknya.
Ini nyata. Semuanya benar-benar terjadi.
He Yu, yang selalu menjadi siswa teladan dengan kemampuan adaptasi tinggi dan reaksi cepat, kini mendapati dirinya benar-benar kehilangan kendali atas situasi.
Ia duduk di tempat tidur dengan wajah pucat, hatinya berdegup keras, seolah otaknya masih mencoba menolak kebenaran.
Namun, sebelum ia sempat mengatur pikirannya, bunyi beep dari kartu kunci terdengar, menandakan seseorang telah membuka pintu kamarnya.
Pintu terbuka, dan orang yang paling tidak ingin ia temui saat ini melangkah masuk dengan santai.
Xie Qingcheng.
Tidak ada kemarahan yang meledak-ledak, tidak ada penghinaan atau tatapan jijik—hanya sikap dingin dan profesional, seperti dokter yang datang untuk memeriksa pasiennya.
Namun, justru sikap tenang itulah yang membuat He Yu semakin gelisah.
Ia merasa dirinya telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Sesuatu yang tidak bisa diperbaiki dengan mudah.
Xie Qingcheng telah terjaga sepanjang malam. Ia menghabiskan beberapa jam larut dalam pikirannya setelah kembali ke kamarnya, yang memberinya cukup waktu untuk menenangkan diri. Ia baru saja selesai bersiap-siap untuk hari itu sebelum He Yu terbangun.
Saat memasuki ruangan, ia segera melihat pemuda gila kecil itu, dengan rambut berantakan menutupi kepalanya, sudah terjaga dan menatapnya dengan mata almond yang lebar.
Yang mengejutkan, He Yu tampak benar-benar kebingungan. Ekspresi ini, ditambah dengan wajahnya yang tampan dan halus bak seorang siswa teladan, membuatnya terlihat seolah-olah dialah korban sebenarnya dalam situasi ini.
Dasar bajingan.
Xie Qingcheng segera mengambil kaus He Yu dari sofa dan melemparkannya ke wajah pemuda itu, menutupi tatapan menyebalkan yang membuatnya kesal.
"Bangun," perintahnya dengan nada dingin yang terdengar jelas.
Pemuda itu menarik kaus dari wajahnya dan dengan susah payah berkata, "Xie Qingcheng, tadi malam, kita… Kau dan aku… Apakah aku…"
Dengan nada yang mengerikan, Xie Qingcheng menjawab, "Ya."
Ekspresi He Yu seketika berubah drastis.
"Tapi tidak perlu membahas masalah bodoh ini lebih lanjut," tambah Xie Qingcheng.
He Yu kembali terkejut. Ia tidak pernah membayangkan bahwa sikap Xie Qingcheng akan sedingin dan sekejam ini sejak awal. Jika bukan karena ingatannya masih utuh, ia mungkin akan meragukan kebenaran kejadian semalam—bahwa dalam kebingungannya, ia telah mencium orang yang salah. Malahan, seolah-olah Xie Qingchenglah yang sengaja memanfaatkan situasi untuk menyerangnya secara seksual.
Dengan sikap dingin dan tanpa belas kasihan, Xie Qingcheng bersandar pada meja TV, menyilangkan tangannya. Ia menatap He Yu dengan ekspresi serius yang tak terbaca dan berkata, "Kenakan pakaianmu. Kita perlu bicara."
Semalam, mereka mengalami momen fisik yang sangat memalukan bersama. Meskipun itu hanya kesalahpahaman, hal itu sudah cukup untuk membuat He Yu merasa bersalah.
Karena ia sendiri yang memulai ciuman itu, He Yu kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. Dalam keadaan biasa, ia pasti akan memberontak melawan Xie Qingcheng, tetapi hari ini, pikirannya masih kacau karena kejadian tadi malam. Akhirnya, ia hanya bisa mengikuti perintah Xie Qingcheng tanpa banyak protes.
"Kau sudah mengungkapkan perasaanmu pada gadis itu?"
"…Belum."
"Kau masih mencoba berbohong padaku? Apa kau lupa apa yang kau katakan kepadaku tadi malam?"
He Yu samar-samar mengingat beberapa hal, tetapi pikirannya masih belum sepenuhnya jernih. Setelah beberapa saat, ia akhirnya berkata, "Aku salah mengenali orang. Aku tidak mengatakan apa-apa padanya. Aku baru tahu kalau dia menyukai orang lain… Sudahlah. Kenapa aku harus menceritakan semua ini padamu? Jika kau ingin menertawakanku, tertawalah saja."
Ia menatap Xie Qingcheng. "Aku tahu kau pasti senang. Semuanya terjadi persis seperti yang kau katakan: tidak ada yang menyukaiku, dan aku tidak bisa mengendalikan diri. Apa kau puas sekarang? Semua prediksimu terbukti benar."
Xie Qingcheng menatapnya tanpa ekspresi. "Aku hanya senang kau tidak sepenuhnya kehilangan akal."
Ia berhenti sejenak, mengamati ekspresi He Yu yang tampak waspada. Seolah-olah He Yu mengira ia akan berkata, "Pasien terhormat, setelah semalaman merenung, aku telah menyusun dua pilihan pengobatan. Silakan pilih apakah kau ingin dikebiri secara kimia atau fisik. Bebas pilih salah satu."
Xie Qingcheng menghela napas. Sejujurnya, ia tidak ingin memperpanjang masalah ini. Hal itu kekanak-kanakan dan hanya membuang-buang waktu, jadi ia hanya berkata, "Lupakan saja, He Yu. Mengenai masalah ini, mengenai kejadian semalam—lupakan saja."
He Yu menatapnya. Para siswa teladan terbiasa untuk berbicara dan membuktikan diri di setiap kesempatan; dan He Yu, yang memiliki sifat lebih liar dibandingkan kebanyakan, tidak terkecuali. Maka, ia pun bertanya, "Namun?"
"Namun," Profesor Xie menyapu wajah He Yu dengan tatapan tajam, tidak senang karena pemuda itu menyela. "Aku sudah memikirkannya, dan kejadian tadi malam membuatku yakin bahwa kondisimu saat ini sangat buruk. Sejujurnya, saat aku berbicara dengan ayahmu melalui telepon sebelumnya, ia memang memintaku untuk secara rutin memantau kondisimu. Penyalahgunaan obat yang kau lakukan saat penyakitmu kambuh serta upayamu menyembunyikan semuanya dari orang lain sangatlah tidak pantas. Oleh karena itu…"
"Ayah" He Yu—Direktur Xie—mulai memberikan kuliahnya.
Namun, He Yu hanya sempat mendengar bagian awal ceramah "ayahnya" itu. Ia belum sepenuhnya pulih, kepalanya masih terasa pusing, dan pikirannya melayang ke mana-mana. Setiap kata yang diucapkan Xie Qingcheng hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Apa lagi yang bisa dibicarakan Xie Qingcheng kalau bukan soal bagaimana ia tidak akan pernah memaafkannya?
Namun, jika dipikir ulang, ia tidak pernah meminta Xie Qingcheng untuk datang dan mengurusnya sejak awal. Justru Xie Qingcheng yang menerobos masuk ke kamarnya dan mendekatinya. Mereka berdua adalah pria heteroseksual yang tidak memiliki ketertarikan sedikit pun pada sesama jenis, jadi ini hanyalah masalah kesialan belaka bagi keduanya. Ia tidak berutang apa pun pada Xie Qingcheng.
Untung saja, kemarin ia tidak mengucapkan nama Xie Xue. Kalau tidak, kekacauan ini pasti akan lebih sulit untuk dibereskan…
"…Itulah intinya."
Entah sejak kapan, "ayahnya" sudah menyelesaikan kuliahnya dan menyimpulkan poin-poin utama.
"Kau mendengarku?"
He Yu mengangkat kepalanya dan bertemu dengan tatapan dingin Xie Qingcheng.
Tenggorokannya terasa kering setelah berbicara begitu lama, Xie Qingcheng pun mengambil botol air mineral yang ia tinggalkan semalam, membuka tutupnya, dan meneguknya. "Jika kau setuju, maka kita anggap masalah ini selesai," katanya dengan nada dingin.
Kenyataannya, He Yu tidak menyerap satu pun dari apa yang baru saja dikatakan Xie Qingcheng. Kepalanya yang masih terasa berat akibat mabuk hanya mampu menangkap kalimat terakhir: "kita anggap masalah ini selesai." Namun, sebagai seseorang yang terbiasa menjadi siswa teladan, ia tetap mengangguk secara refleks.
Xie Qingcheng menatapnya dengan ekspresi meremehkan. "Bagus. Kalau begitu, temui aku di fakultas kedokteran setelah kau menyelesaikan syuting dan kembali ke kampus."
Saat itulah He Yu akhirnya tersadar sepenuhnya. Menyadari bahwa ia sepertinya baru saja menyetujui sesuatu dalam keadaan linglung, ia akhirnya benar-benar terjaga dan bertanya dengan suara serak, "Tunggu. Maaf, tadi kau bilang apa?"
Ekspresi Xie Qingcheng langsung menggelap. "Apa kau ingin menegosiasikan syarat lain denganku?" tanyanya dengan nada kaku.
Syarat apa?
Ia sama sekali tidak menangkap satu pun dari apa yang dikatakan Xie Qingcheng—bahkan apa pun yang barusan ia rangkum sambil menggerakkan bibirnya…
Sial, apa sebenarnya yang baru saja ia setujui dengan Xie Qingcheng?
Sementara itu, Xie Qingcheng merasa bahwa ia sudah cukup lunak terhadap He Yu. Ia bahkan tidak menegurnya atas kekacauan yang terjadi semalam.
Tentu saja, alasan utama Xie Qingcheng bersikap demikian adalah karena ia benar-benar tidak ingin mengungkit kembali ciuman yang membuat kulit kepalanya meremang itu.
Mengenai kondisi medis He Yu saat ini, jika ia tidak menyadarinya, itu satu hal. Namun, karena ia sudah melihatnya secara langsung, ia tidak bisa diam saja dan tidak melakukan apa-apa. Bahkan jika ini bukan karena He Jiwei, bahkan jika He Yu hanyalah pasien biasa yang bertindak seperti ini di hadapannya, Xie Qingcheng tetap tidak akan bisa menjadi penonton yang pasif.
Ia tidak bisa memperlakukan He Yu seperti dulu, sebagai dokternya secara pribadi, tetapi setidaknya ia bisa membantu mengendalikan emosi pemuda itu dan memberikan beberapa saran.
Lagi pula, dalam proses ini, ia juga bisa menyuruh He Yu melakukan pekerjaan kasar untuknya. Kemampuan He Yu dalam melakukan pekerjaan fisik cukup berguna ketika ia dalam kondisi patuh. Ia cerdas dan sigap, kuat serta tangguh. Jika Xie Qingcheng bisa memanfaatkannya seperti dulu, itu bisa dihitung sebagai bentuk balasan setelah insiden "anjing menjilatnya" itu.
Ia bisa menyelesaikan dua hal sekaligus.
Melihat He Yu melamun, ia mengulang kembali usulannya dengan nada tidak sabar, menggunakan kata-kata yang lebih sederhana. "Setelah kau selesai syuting, datanglah ke fakultas kedokteran dan berlatih di bawah pengawasanku. Selama waktu itu, aku akan memberimu pekerjaan agar kau bisa mengalihkan perhatianmu. Jangan terus-menerus meratap dan berpikir berlebihan. Jika kau memang memiliki seseorang yang kau sukai, sebaiknya kau segera menyesuaikan kondisi mentalmu dan belajar mengendalikan emosimu secepat mungkin. Ini demi kebaikanmu sendiri."
Setelah beberapa saat terdiam, He Yu berkata, "Dia sudah menyukai orang lain, dan itu bukan aku."
Xie Qingcheng menghela napas. "Gadis yang kau sukai masih muda, bukan?"
"…Ya."
"Masa depan tidak bisa diprediksi. Selain itu, bahkan jika di kemudian hari dia tidak jatuh cinta padamu, mungkin kau sendiri yang akan mulai menyukai orang lain. Jika pada saat itu kau bisa mengendalikan kondisimu, maka itu juga hal yang baik."
He Yu berpikir sejenak, lalu bertanya, "Kenapa kau tidak bertanya siapa yang kusukai?"
"Itu tidak ada hubungannya denganku."
He Yu menundukkan kepala, dan kilatan ejekan melintas di matanya yang terarah ke bawah. "Benar juga."
Ia teringat percakapan mereka di kantor polisi.
Saat itu, Xie Qingcheng mengatakan bahwa tidak mungkin ada orang yang bisa jatuh cinta pada seseorang seperti He Yu, bahwa ia pasti akan gagal pada akhirnya.
Perkataan itu terasa seperti tamparan keras di wajahnya. Saat itu, ia berpikir bahwa jika ia bisa bersama Xie Xue, ia akan memastikan bahwa Xie Qingcheng kehilangan kendali. Ia ingin melihat Xie Qingcheng hancur. Namun kini, keadaan berbalik sepenuhnya.
Justru Xie Qingcheng yang kini melihatnya dalam kondisi yang begitu menyedihkan.
Jika ia mundur sekarang, maka ia benar-benar akan kehilangan seluruh harga dirinya di hadapan Xie Qingcheng…
He Yu menutup matanya sejenak, lalu tersenyum. "Jujurlah. Pada akhirnya, kau datang hanya untuk melihatku dipermalukan, bukan?"
"Kau boleh berpikir begitu jika kau mau."
He Yu tidak tahu harus berkata apa.
Saat ia menatap mata pria itu—tatapan yang dingin, namun seolah menantangnya—kegelapan di hatinya semakin dalam.
Ia benar-benar tidak menyukai ekspresi seperti ini di wajah Xie Qingcheng. Ia telah melihatnya berkali-kali sejak kecil, dan setiap kali, ia bisa merasakan dengan sangat jelas betapa apatisnya Xie Qingcheng, serta betapa menyebalkannya aura keteguhan hati yang ia pancarkan.
He Yu termenung cukup lama sebelum akhirnya ia menatap Xie Qingcheng dan bertanya, "Kau ingin aku mengalihkan pikiranku dengan bekerja untukmu? Apa sebenarnya yang ingin kau suruh aku lakukan?"
"Aku belum memutuskannya," jawab Xie Qingcheng dengan nada acuh tak acuh. "Tapi kau sudah pernah bekerja untukku sebelumnya, dan kau tahu seperti apa diriku. Jika kau ingin merasakan sedikit kesulitan, aku bukan orang yang akan membiarkanmu lolos dengan mudah."
"…Profesor, apakah ini hukuman untukku?"
Xie Qingcheng terdiam sejenak, lalu sedikit mengangkat alisnya. "Apa kau takut?"
Sudah kehilangan harga dirinya, He Yu tidak ingin kehilangan martabatnya juga. "Profesor, kau pasti bercanda. Aku tidak takut pada apa pun."
Mendengar jawabannya, Xie Qingcheng menundukkan kepala dan mengeluarkan sebatang rokok. Ia menjepitnya di antara giginya dan bergumam, "Semoga kau serius. Jangan menangis dan menyerah hanya dalam tiga hari. Koreknya ada di kepala tempat tidur—berikan padaku."
He Yu mengabaikannya dan turun dari tempat tidur. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan berkumur. Meskipun rasa ciuman dari kemarin sudah lama hilang, He Yu masih merasa jijik. Saat memikirkan bagaimana ia telah salah mengenali orang dan justru mencium seorang pria dengan penuh gairah, seluruh tubuhnya terasa tidak nyaman. Ia pun bertekad untuk membersihkan dirinya sebaik mungkin.
Sebelum masuk ke kamar mandi, ia menoleh sekali lagi ke arah orang yang menjadi korban gairahnya kemarin. Kali ini, pikirannya benar-benar jernih—seorang pria terhormat, seolah-olah orang yang telah menekan Xie Qingcheng dan menciumnya dengan penuh nafsu itu adalah orang lain sepenuhnya. "Memaksaku menghirup asap rokok tidak bisa dianggap sebagai bagian dari pelatihan. Itu sama saja dengan pembunuhan perlahan. Jika kau ingin merokok, silakan lakukan di luar."
Setelah mengatakan itu, He Yu menutup pintu kamar mandi dan mulai mencuci muka.
Di depan cermin kamar mandi, He Yu menyentuh bibirnya yang semalam digigit Xie Qingcheng hingga berdarah…
Ia membungkuk untuk membasuh wajahnya dan meraih keran air.
Urat-urat di punggung tangannya sedikit menonjol saat ia memutar keran dengan kuat; aliran air pun langsung terhenti. Ia menegakkan tubuhnya dan menatap sosoknya di cermin.
Pelatihan macam apa? Bukankah Xie Qingcheng hanya ingin terus menertawakannya, menyiksanya, dan mengeksploitasinya?
Kali ini, ia benar-benar salah perhitungan saat bermain-main dengan si mesum tua Xie Qingcheng.