Namaku Jaka, aku anak dari ayah dan ibuku yang tidak sanggup membiayai kehidupan kami. Hasilnya aku hidup dengan bibiku dan pamanku yang bernama Masitoh dan Rohman.
Sudah sedari kecil sampai sekarang aku berusia 21 tahun merekalah yang merawatku, mulai dari mandi sampai makanpun.
Bi Masitoh sudah mempunyai dua anak, tapi mereka tidak keberatan aku tinggal dengan mereka. Aku sendiri kini sudah bekerja jadi kuli bangunan, sekolah yang tidak tamat menjadikan aku seorang kuli bangunan.
Anak yang kedua bi Masitoh masih bayi yakni berusia 9 bulan, paman Rohman sudah tidak aneh kalau istrinya menyusui anaknya tak kala aku menyaksikannya. Aku sendiri tak ingin macam-macam dengan paman dan bibiku yang aku pikir sudah sangat baik.
Suatu hari aku dapati paman Rohman telat bangun, karena gak biasanya dia gak shalat subuh di mesjid. Sekarang jam 7 pagi dan dia belum keluar kamar, mungkin lagi libur pikirku. Aku sendiri sedang tidak ada kerjaan dan hanya mengasuh anak mereka yang kedua dan berumur 6 tahun.
"Yud, tumben papah belum bangun?"
"Sudah om, cuma papah gak pakai baju jadi gak keluar, dingin katanya."
Ringan betul kata anak ini, aku yang sudah dewasa tahu betul kalau paman dan bibiku usai tempur di ranjang.
Aku dikagetkan dengan pamanku yang keluar kamar dan benar kata yudi kalau dia bertelanjang dada. Aku dapati aroma ketiaknya agak menyengat, aku bisa maklum kalau dia bekerja di pabrik bagian angkat-angkat.
"Baru bangun paman?"
"Iya, ini saja habis dipijitin bibi kamu."
Dia berlalu dan entah sengaja atau tidak pintu kamarnya tidak tertutup sempurna, aku juga tumben-tumbenan penasaran. Padahal aku tahu kalau orang berhubungan intim pasti telanjang, tapi jujur selama tinggal bersama bibiku dari kecil, aku selalu kagum akan bulu jembutnya yang lebat. Aku sendiri tahu hal itu karena sering mandi bareng bersamanya, itu membekas dan tidak dapat aku lupakan.
Aku intip bibiku yang aku sendiri tidak tahu apa yang dia lakukan, jantungku berdetak kencang saat menyanyikan pemandangan yang sangat jarang. Karena aku melihat bibi Masitoh belum memakai baju dan hanya memakai selimut saja, dia sedang menyusui keponakanku. Pandanganku terpaku kepada dada dan lehernya yang begitu banyak tanda merah, gila paman Rohman mainya pikirku.
Saat mendengar suara kamar mandi terbuka, aku langsung kembali bermain dengan Yudi. Paman Rohman memang cuek dan memakai handuk saja usai mandi, lebih gilanya pintu kamarnya kini terbuka setengah dan dari posisi dudukku sekarang dapat melihat dirinya membuka handuk yang dia pakai.
"Pah, tutup pintunya!"
"Alah, tanggung. Lagian si Jaka mau ngapain ngintip papah."
Aku dengar perbicangan mereka, mungkin iya buat apa juga aku mengintip paman Rohman, pantat yang berbulu dan berwarna hitam tidak jauh beda dengan punyaku.
Justru karena cueknya aku bisa menyaksikan bibi Masitoh yang hendak berdiri, rupanya dia berdiri untuk menutup pintu.
"Kamu gak malu pah, tapi mamah kan malu. Lihat nih tanda merah."
Karena rumah yang cukup sempit aku bisa mendengar perbincangan mereka berdua, aku pikir dia tidak sadar kalau sedari tadi aku mengintipnya.
Bersambung