Suara lonceng dari luar kamar Anastasia membuatnya terbangun. Suara itu sengaja dipasang oleh Madam Theresa untuk membangunkan anak-anak panti.
"Argh! Suara itu membuat gendang telingaku seakan pecah," ucap Anastasia menutup telinganya dengan bantal yang dipeluknya.
Anastasia yang masih setengah sadar kembali melanjutkan tidurnya, tetapi tidak lama kemudian dia terbangun. Dia teringat bahwa harus pergi bertemu kenalan madam Nigera hari ini.
"Astaga!"
Dia melompat dari tempat tidurnya, mengambil handuk yang terletak di atas meja dan langsung berlari ke kamar mandi yang berada di luar kamar. Langkah kaki dipercepat hingga dia tidak sengaja menabrak seseorang yang berada di depannya
"Astaga Bi, maafkan aku." Bola mata Anastasia membesar melihat sosok yang ditabraknya adalah Bianca. "Aku buru-buru," ucapnya dengan nada panik.
"Anas, santai saja." Bianca mengambil bajunya yang berserakan di lantai. "Oh, iya Madam Nigera tadi mencarimu," ucap Bianca diikuti dengan jentikan jarinya.
"Iya, aku lupa ada janji sama Madam Nigera." Anastasia menepuk jidatnya. "Bi, aku mandi dulu yah." Anastasia langsung masuk ke dalam kamar mandi tanpa berpikir panjang.
"Anas… Anas… kamu itu," ucap Bianca sambil menghela napas sambil berjalan kembali ke kamarnya.
Beberapa menit setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian, Anastasia langsung berlari menuju ke bawah dan bertemu dengan Madam Nigera yang telah berdiri depan tangga.
"Astaga, maafkan aku Madam," ucap Anastasia dengan napas terengah-engah. "Aku tadi ketiduran," ucapnya sambil menggaruk rambutnya yang masih setengah basah.
"Anas, cepatlah kamu pergi," ucap Madam Nigera dengan gerakan mata melirik ke kiri dan kanan. "Madam Theresa masih di dalam ruangannya sekarang."
"Madam, tapi apakah Madam Theresa tidak akan mencariku?" tanya Anastasia penasaran. "Dia bisa sangat murka, jika aku pergi tanpa memberitahunya."
"Anas, kamu jangan memikirkan hal itu. Aku sudah berbicara dengan madam Theresa."
Anastasia hanya bisa mendengarkan perkataan Madam Nigera dan langsung meninggalkan panti tanpa seorang pun yang mengetahuinya. Setelah berjalan cukup jauh, Anastasia menoleh ke belakang memastikan tidak ada orang yang mengikutinya.
"Ok, sekarang sudah aman. Aku sebaiknya membuka catatan itu di sini."
Anastasia mengambil kertas itu dari dalam saku celananya dan mulai membaca alamat serta nama orang tersebut. Alamat itu ternyata berdekatan dengan tempat taman bermain dulu ketika masih kecil. Dia sering bermain dengan Bianca dan anak-anak panti lainnya bersama dengan Tuan Eugene dulu.
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya dia sampai pada alamat yang dimaksudkan. Sebuah gedung putih dengan simbol tanda tambah berwarna merah terlihat dengan jelas. Ukurannya dua kali dari panti asuhan hingga membuat Anastasia tercengang. Dia memutuskan melangkah masuk ke dalam dan mencari nama yang dimaksud.
"Astaga, tempat ini besar sekali," Matanya memandang sekeliling ruangan serba putih.
Suasana di dalam sangat hening, tetapi sangat banyak aktifitas yang berada di sana. Anastasia bingung mau bertanya dengan siapa karena ini pertama kalinya dia masuk ke dalam bangunan ini. Matanya terus melihat sekeliling dan mencari siapa pun yang menurutnya bisa membantunya.
Awalnya dia berencana untuk bertanya kepada seorang pria berbadan agak gemuk yang duduk di pojokan. Akan tetapi, ketika Anastasia berjalan mendekat ke arahnya, pria itu ternyata sedang tertidur. Dia merasa itu bukan keputusan yang baik untuk menganggu pria itu.
Anastasia kembali melihat sekeliling dan matanya tiba-tiba tertuju kepada seorang wanita berpakaian putih dengn sebuah papan nama yang menempel di bajunya. Dia lalu berjalan mendekati wanita itu yang terlihat sedang menerima telepon.
"Mbak, permisi saya mau bertanya mengenai sesuatu." Anastasia mengeluarkan kertas itu dari dalam sakunya dan memperlihatkannya kepada wanita itu. "Aku sedang mencari nama ini, apakah Anda mengenalnya?" tanya Anastasia penasaran.
"Tunggu sebentar," Wanita itu melepaskan sebentar genggaman teleponnya dan menengok ke arah Anastasia. "Iya, apa yang bisa saya bantu?"
Wanita itu mengambil kertas tersebut dari genggaman tangan Anastasia dan mulai melihat kertas tersebut.
"Hmm… Dr. Thomas Lock," ucapnya sambil memutar kertas itu di genggamannya. "Dari mana kamu mendapatkan informasi ini?"
"Aku mendapatkannya dari kenalanku," ucap Anastasia membalas perkataan wanita itu. "Apakah kamu mengenalnya?"
"Iya, tapi Dr. Thomas sudah tidak melakukan praktek sekarang," ucap wanita itu. "Beliau sudah lama pensiun sejak kematian istri dan anaknya 2 tahun yang lalu."
Anastasia hanya bisa menghela napas. Harapannya untuk bertemu dengan Dr. Thomas seketika pupus. Dia sama sekali tidak memiliki rencana lain dan berjalan dengan lemas meninggalkan wanita itu.
"Hei, Nak tunggu," ucap wanita itu mengambil pulpen dan secarik kertas dan menuliskan sesuatu. "Ini adalah alamat rumahnya, mungkin kamu bisa ke sana," ucapnya sambil memberikan kertas itu kepada Anastasia.
"Iya, Mbak terima kasih." Senyuman di bibir Anastasia langsung terlihat jelas saat menerima kertas itu. Dia merasa setidaknya ada harapan untuk bisa bertemu dengan Dr. Thomas.
Anastasia kemudian pergi menuju alamat yang diberikan. Perjalanannya cukup memakan waktu hingga akhirnya dia sampai di alamat itu.
"Jl. Rogenville no. 18," ucap Anastasia membaca kertas yang tertera di sana.
Akan tetapi, Anastasia mengerutkan alisnya ketika sampai di sana. Rumah itu terlihat berantakan dari luar dan tidak tidak terlihat seperti ada orang yang tinggal di tempat ini. Beberapa daun kering berguguran di depan rumah membuat suasananya cukup mencekam. Anastasia kembali memeriksa kertas itu dan memastikan alamatnya telah tepat. Dia terus memutar kertas itu dan mencari sesuatu yang mungkin terlewatkan, tetapi hasilnya nihil.
Anastasia mengembuskan napas. "Ok, aku sepertinya akan masuk ke dalam rumah itu dan mencari siapa pun yang kutemui," ucapnya sambil melipat kembali kertas itu dan memasukkannya kembali ke dalam salah satu saku celananya.
Anastasia perlahan membuka pintu pagar yang membatasi rumah itu dengan jalanan. Dia berjalan masuk dan melihat sekeliling.
"Halo, adakah orang?" tanyanya penasaran. "Aku mencari Dr. Thomas,"
Akan tetapi, sama tidak ada yang membalas sahutan miliknya. Dia hanya bisa menghela napas dan terus melangkah. Tangannya perlahan memutar gagang pintu rumah itu. Suara langkah kakinya terdengar memenuhi seisi ruangan. Remahan makanan, dan beberapa kaleng minuman keras berceceran di lantai.
"Astaga, rumah ini terlihat begitu berantakan." Anastasia hanya bisa menggelengkan kepala. "Pemilik rumah ini sangat jorok."
Dia terus melangkah dan tiba-tiba melihat sebuah cairan berwarna merah pekat di lantai. Matanya terus menatap cairan itu. Rasa penasaran terbesit di dalam pikirannya. Tangannya perlahan menyentuh permukaan cairan itu.
"Untunglah hanya saos tomat," ucapnya sambil mencium baunya. "Ok sekarang aku harus …."
Suara asing terdengar dari dalam sebuah ruangan yang berada tidak jauh dari posisinya. Anastasia berjalan mendekati suara tersebut. Denyut jantungnya kembali berdetak kencang. Dia sesekali menelan air liur yang bersarang di dalam tenggorokannya.
Suasana begitu hening membuat Anastasia mengingat cerita novel horror yang dibancanya. Pikirannya mulai membayangkan bahwa di dalam rumah ini mungkin saja ada mahluk halus, monster atau semacamnya yang mungkin sedang mengamatinya.
"Anas, kamu harus tenang. Ini semua hanya khayalanmu."
Dia terus berjalan hingga jaraknya semakin dekat dengan suara itu. Anastasia perlahan menengok ke dalam dan ternyata suara itu berasal dari televisi yang berada di dalam ruangan itu.
Aneh, televisi ini kan menyala. Akan tetapi, aku sama sekalu tidak melihat seseorang.
Anastasia berjalan mendekat dan melihat sekeliling. Tetapi suasana masih sama hening dan tidak terlihat batang hidung seseorang. Tangannya mengambil remote televisi yang berada di atas sofa cokelat lalu mematikan televisi itu.
Saat Anastasia perlahan memalingkan wajahnya ke belakang, ujung pistol sudah berada tepat di kepalanya. Badan Anastasia seketika membeku. Denyut jantungnya seakan terhenti sejenak. Tangannya gemetar dan kakinya terasa lemas.
"Siapa kamu?" tanya pria berbadan cukup tinggi dengan rambut kuning keemasan.
"Aku… Aku …." Bibir Anastasia tidak bisa berhenti bergetar. Dia tidak mampu menyelesaikan omongannya.
"Siapa kamu!" teriak pria itu dengan suara lantang sambil terus menodongkan pistol ke arah Anastasia.
"Aku mencari Dr. Thomas dan merupakan kenalan Madan Nigera," ucap Anastasia sambil menutup matanya. "Tolong jangan bunuh saya!" teriak Anastasia diikuti dengan tangisan.
Ucapan itu membuat pria itu terdiam dan tidak lama kemudian menurunkan senjatanya. Pria itu lalu mengambil remote televisi yang berada di genggaman Anastasia dan berjalan kembali ke kursinya.
"Nak, aku tidak akan membunuhmu," ucapnya sambil menyalakan kembali televisi yang berada di hadapannya. "Namaku Dr. Thomas. Apa yang kamu butuhkan?" sambungnya sambil mengambil minuman kaleng dan membukanya.
Anastasia perlahan membuka matanya kemudian membuka perban yang melilit di kakinya dan memperlihatkan luka yang dialaminya. Dr. Thomas seketika tercengang melihatnya. Minuman kaleng yang digenggamannya seketika terjatuh hingga membasahi permukaan lantai.
"Luka itu, kenapa bisa?" ucap Dr Thomas dengan kerutan yang terlihat jelas di dahinya.
***