Perkataan itu membuat seisi ruangan seketika menjadi hening. Anastasia dan Bianca hanya bisa terdiam dan memikirkan siapa orang yang berpikir untuk membunuh tuan Eugene.
"Bi, apakah mungkin madam Theresa yang membunuh tuan Eugene?"
"Eh Anas, kamu itu jangan bicara sembarangan." Bianca langsung menepuk pundak sahabatnya itu. "Madam Theresa memang jahat sama kita, tetapi kita tidak bisa menarik kesimpulan begitu saja bukan?"
"Iya juga sih, tapi …."
Suara ketukan dari luar kamar Anastasia terdengar. Dia dengan cepat membuka pintunya dan itu ternyata adalah madam Theresa.
"Madam, semua bahan makanan yang dibutuhkan telah kuletakkan di meja bawah."
"Anastasia, kamu sekarang turun ke bawah bersama Bianca mempersiapkan hidangan makan malam."
"Baik, Madam."
Anastasia perlahan menutup pintu kamarnya dan tidak membutuhkan waktu terlalu lama, terdengar langkah kaki madam Theresa menjauh. Anastasia dan Bianca dengan cepat turun ke bawah dan mempersiapkan makan malam.
Ketika sampai di dapur, mereka ternyata ditemani dengan madam Nigera. Dia terlihat sedang membilas sayur yang dibeli Anastasia. Mata hitamnya dengan teliti memeriksa bagian sayur yang busuk dan membuangnya. Madam Nigera lalu menyuruh Anastasia dan Bianca untuk memotong beberapa wortel, kentang dan sayuran yang telah dicucinya.
Mereka berdua dengan cepat mengambil sebuah pisau dan pengupas kulit kentang yang terletak di atas meja dapur dan mulai bekerja. Suasana begitu hening, hingga suara pisau yang sedang memotong dapat terdengar dengan jelas.
"Anastasia, Bianca apakah kalian menyukai sup?" madam Nigera berusaha memecah keheningan.
"Iya, Madam kami menyukainya," ucap mereka serentak.
Madam Nigera lalu menjelaskan bahwa hidangan ini merupakan buatan dari ibunya. Hidangan ini selalu mengingatkannya akan ibunya yang telah meninggal. Dulu, setiap harinya ibunya selalu memasak sop ini untuknya.
"Kenangan masa kecil yang begitu indah," ucapnya tersenyum sambil memasukkan beberapa potongan sayur ke dalam panci.
Wajah Nigera terlihat begitu berbeda ketika di dapur. Senyumannya membuat Anastasia kaget. Dia sama sekali tidak pernah melihat madam Nigera tersenyum bahagia ketika bersama dengan madam Theresa.
Apakah madam Nigera sebenarnya orang yang baik?
Akan tetapi, Anastasia dengan cepat menepis keraguan di dalam benaknya. Dia kembali mengingat kejadian yang tadi dialaminya. Hal itu membuatnya semakin yakin bahwa madam Nigera hanya ingin mencari simpati dari mereka berdua. Beberapa menit kemudian, terdengar langkah bergerumuh dari luar ruangan.
Bianca menengok ke luar dan ternyata anak-anak panti dan madam Theresa telah duduk di posisi mereka masing-masing. Anastasia, Bianca dengan cepat mengambil peralatan makan dan membawa hidangan makanan yang telah disiapkan.
"Hmm, aroma yang sangat lezat." Madam Theresa mencium bau sup yang dibuat. "Sup ini buatan Nigera, bukan?"
"Iya, Madam," ucap Anastasia dan Bianca mengangguk.
Setelah semua hidangan dikeluarkan, madam Theresa lalu mempersilahkan semua anak-anak untuk bersantap malam. Madam Theresa mengatakan bahwa Anastasia dan Bianca harus mengikuti kelas tata krama.
"Madam, tapi kami sudah mengikuti kelas itu." Bianca dengan cepat menyela ucapan madam Theresa.
"Iya, Madam. Kami juga sudah mengetahui semua apa yang diajarkan."
"Siapa bilang kalian hanya mengikuti kelas itu?" Madam Theresa menaikkan alisnya sambil menyeruput sup miliknya. "Kalian sudah memiliki pengalaman, tentunya kalian sudah bisa mengajar mereka bukan?"
Ucapan itu membuat mereka berdua tidak bisa berkata apa-apa. Wajah mereka terlihat tegang ketika mendengar mengenai hal itu. Madam Theresa tampaknya telah merencanakan sesuatu yang buruk kepada mereka.
"Kelasnya akan dimulai besok," ucap Madam Theresa membersihkan mulutnya menggunakan kain putih yang terletak di atas meja dan berjalan meninggalkan mereka.
"Astaga!" Bianca panik dan melihat ke arah Anastasia.
Bianca dengan cepat menghabiskan sup tersebut. Dia tidak lagi bisa menikmati sup buatan madam Nigera dengan tenang. Pikirannya menjadi tidak tenang. Akan tetapi, Anastasia tampaknya santai-santai saja.
"Anas, gimana nih?" Bianca terus menarik lengan baju Anastasia yang tampaknya masih menikmati sup ini.
"Bi, kamu itu menganggu makanku saja." Anastasia menatap tajam Bianca yang terlihat seperti anak kucing di sampingnya.
"Hehe… maaf Anas. Aku sama sekali tidak terbiasa dengan hal seperti ini." Bianca lalu membisikkan sesuatu di telinga Anastasia. "Aku soalnya kan demam panggung," ucapnya dengan tawa.
"Bi, kamu tenang saja. "Anastasia menepuk tangan Bianca yang ternyata basah. "Ih Bi, tangan kamu itu kenapa?" Anastasia dengan cepat melepaskan tangan Bianca.
Setelah bersantap malam, anak-anak panti asuhan yang lainnya satu per satu pergi meninggalkan ruangan itu. Anastasia dan Bianca ditugaskan untuk membersihkan piring. Anastasia yang melihat tumpukan piring yang cukup banyak mulai mengeluh.
"Argh! Kenapa hanya kita terus yang disuru membersihkan ini semua!" Anastasia menghentakkan kakinya sambil membilas piring kotor yang berada di dalam genggamannya. "Anak panti yang lainnya?"
"Anas, mereka kan masih kecil. Kita sebagai yang tertua harus membantu mereka dulu," ucapnya sambil meletakkan piring hasil cucian Anastasia di atas sebuah keranjang cokelat yang dikhusukan untuk meletakkan piring yang telah dicuci.
'Iya, tapi kan mereka bisa belajar kan?" ucapnya Anastasia dengan nada sedikit meninggi. "Tuan Eugene dulu mengajarkan kita untuk dari kecil hidup mandiri, bukan?"
Bianca hanya bisa mengangguk dan menghela napas. Situasi di panti ini sekarang tampaknya telah berubah semenjak kehadiran madam Theresa. Dia tampaknya lebih mengutamakan anak-anak yang kecil yang berada di dalam panti. Bianca sempat mendengar rumor bahwa madam Theresa sengaja melakukan tersebut. Hal itu dilakukannya agar dia terus bisa mendapatkan aliran dana dari pada donatur.
"Argh, aku merasa madam Theresa sangat pintar menyembukan sifat aslinya," ucapnya sambil menyeka keringat di keningnya.
"Entahlah, tapi di mata orang lain madam Theresa seperti pahlawan." Bianca hanya bisa menghela napas. "Apalagi anak-anak panti yang sekarang."
"Ah, sudahlah. Kita sebaiknya fokus untuk bahan ajaran kita kepada anak-anak itu." Anastasia mematikan keran air dan mengambil kain lap untuk membersihkan tangannya.
Mereka berdua segera bergegas ke kamar Bianca dan mulai menyusun materi yang akan diajarkan besok. Bianca mengambil buku catatan berwarna kuning yang di bawah tempat tidurnya. Tangannya dengan cepat membuka setiap lembar dari catatannya.
"Anas, ini dia catatan mengenai itu." Bianca menepuk pundak Anastasia. "Eh, Anas kamu tidak tidur kan?"
Bianca merasa aneh karena Anastasia tidak merespon ucapannya. Dia hanya terus menundukkan kepalanya tanpa bergerak sedikit pun. Bianca lalu kembali menepuk pundak Anastasia dengan cukup keras.
"Hei, Anas!" Bianca berteriak tepat di telinga Anastasia hingga membuatnya seketika terbangun.
"Hah? Ada apa?" ucap Anastasia dengan kondisi mata 5 watt.
Bianca hanya bisa menggelengkan kepala dan menghela napas. Dia awalnya geram dengan sikap Anastasia karena tidak mendengar penjelasannya. Akan tetapi, dia menyadari apa yang telah mereka lakukan dari tadi sangat menguras tenaga.
"Yah, aku merasa sebaiknya kita istirahat," ucapnya memberi saran sambil menguap.
***
Suara kicauan burung dari luar membuat Anastasia terbangun. Dia melihat Bianca sambil tertidur lelap sambil mengenggam erat bukunya. Tidak lama kemudian, terdengar ketukan pintu dari luar. Anastasia segera berdiri dan mendekat ke arah pintu dan perlahan membuka pintu.
Di depannya terlihat dua orang anak-anak panti yang membawa sebuah kotak yang berukuran cukup besar. Mereka lalu memberikan kotak ini kepada Anastasia dan berjalan meninggalkan mereka. Dia menutup pintu kamar dan berjalan dengan perasaan tanda tanya di dalam benaknya.
"Aneh, siapa yang memberikan kotak ini?"