Besok harinya tentu Azura harus melakukan serangkaian latihan yang melelahkan, dirinya dipaksa melalui berbagai macam kesulitan yang setiap saat ingin dirinya berteriak atas rasa sakit yang telah dirinya rasakan.
Zero bersedekap sembari memasang senyuman puas saat menyaksikan bagaimana Azura berlatih.
"Heh... dia itu sudah berkembang cukup jauh, aku yakin kalau dirinya seperti ini terus pastinya akan menjadi orang dengan kekuatan yang lebih baik lagi!"
Ungkapan ini tentunya harus berdasarkan sebuah keyakinan yang cukup kuat, semua tergantung pada Azura yang sekarang ini terus mencoba untuk menjadi seorang pria yang lebih tangguh.
"Aku harus bisa....."
Batu berukuran besar yang ada di belakang tubuhnya terus dicoba untuk ditarik, punggungnya seolah berteriak akan rasa sakit yang telah dirinya rasakan.
Beberapa luka yang dibalut oleh keringat senantiasa menjadi sebuah saksi perjuangan yang tidak akan pernah dilupakan.
"Huh! Huh! Huh!" Keringat dari kepalanya terus mengucur dengan sangat deras. "Aku tidak ingin pernah menjadi lebih baik kalau terus mengeluh, aku harus bisa menghadapi permasalahan ini!"
Azura merapatkan giginya, dia kesal terhadap dirinya sendiri yang selalu saja lemah atas kondisi yang terjadi.
Ini sudah terlalu lama dirinya berlatih, tubuhnya sudah mencapai batas hingga menggerakkannya saja sudah terasa patah.
Azura memandangi langit-langit ruangan kamarnya, kayu rapuh yang begitu tua jelas terlihat. Dia membayangkan kalau itu adalah tubuhnya sekarang ini yang sangat rapuh.
"Ya!"
Mata Azura melirik ke arah Zero. "Apa yang terjadi dengan diriku?"
"Aku menemukanmu pingsan setelah berlatih seharian!"
Azura mulai mengingat apa yang dikatakan oleh Zero, momen itu ketika dirinya sudah melepaskan semua stamina yang ada.
"Bisakah kau beritahu aku, bagaimana caramu untuk menjadi kuat seperti sekarang ini?"
Apa yang dikatakan oleh Azura tentu menyebabkan tubuh Zero menjadi kaget, terdiam sejenak Zero sembari merenungi apa yang dikatakan oleh Azura.
"Hmm... sebelum itu, aku sendiri yang ingin bertanya kepadamu! Apa alasanmu menjadi lebih kuat? Apakah ada goal yang ingin kau capai?"
"Ya!" jawab lirih Azura yang melepaskan napas panjang. "Aku ingin menjadi seorang Hunter dengan kemampuan hebat! Aku berpikir kalau di dunia ini hanya hal itu yang bisa aku lakukan!"
Zero tidak terlalu menyukai apa yang dikatakan oleh Azura.
"Alasanmu itu kemungkinan akan menyebabkan dirimu mati, menjadi seorang Hunter bukanlah perkara yang mudah! Kau kemungkinan akan menghadapi permasalahan yang lebih serius! Setiap saat jiwa dan ragamu akan diuji oleh rintangan tiada henti! Daripada kau menjadi Hunter, lebih baik kau menjadi seorang pedagang seperti Blacksmith, kau akan menghasilkan uang banyak dari pekerjaan itu!"
"Bukankah aku sudah bilang, kalau aku sebelum ini juga ingin menjadi orang yang memiliki kebebasan? Aku tidak ingin merasa dikekang oleh berbagai macam hal! Hidup di dunia ini masih terasa membosankan, aku tidak akan mampu berhenti kalau hanya terus berdiam diri saja! Di sini aku memiliki banyak harapan yang harus diselesaikan!"
Zero terdiam, dirinya menyaksikan sebuah kekuatan besar dari lontaran kata-kata itu. Mata Azura terus memancarkan harapan yang tidak mampu untuk dijelaskan olehnya.
Mata Zero melirik ke arah lantai. "Kau tahu, dari semua orang yang aku temui, hanya dirimu yang memiliki keinginan yang cukup aneh! Aku tidak tahu apakah kau sudah siap dalam menghadapi permasalahan yang ada atau tidak! Kau harus ingat kalau jalan yang akan dirimu tempuh memiliki banyak rintangan yang akan membuat darahmu sendiri mengucur dengan deras!"
"Aku mengerti akan hal itu! Tapi, di sini aku tidak memiliki sebuah pilihan lain lagi! Aku akan terus melangkah meski jalan yang aku lewati penuh dengan rintangan yang berbahaya! Untuk apa aku mengeluh di dalam kehidupan yang singkat ini, kalau aku mati maka itu sudah menjadi sebuah takdir yang harus aku terima!"
"Begitu ya, sekarang kau harus lebih siap lagi dalam menghadapi permasalahan yang terjadi! Energi di dalam keyakinan tinggi akan menyebabkan seseorang menjadi pria yang lebih tangguh lagi!" Zero hanya memasang senyuman terhadap Azura.
"Apa yang kau tertawakan dari diriku? Senyumanmu itu mengerikan!" ucap Azura dengan kelopak mata yang menurun setengah.
"T-Tidak, aku hanya merasa kagum saja dengan apa yang kau ucapkan itu! Tapi, di sini ucapan yang kau katakan itu akankah hanya menjadi sebuah kata-kata manis saja? Untuk membuktikannya tentu membutuhkan keberanian yang tinggi!"
"Ya!"
Keduanya saling menatap tajam, jawaban singkat Azura itu sudah diwakili oleh sorotan mata tajam yang terus memancar dari kedua bola matanya.
"Kalau begitu sampai nanti!"
Besok harinya...
Azura memasakan tubuhnya untuk bangkit kembali, dia melakukan latihan selama 14 hari tanpa henti. Dan, sekarang adalah batas di mana tubuhnya seolah menolak untuk melakukan apa yang dirinya inginkan.
Untuk melangkah saja terasa sangat menyakitkan, namun ini tidak akan membuat semangat di dalam hati Azura menjadi padam.
"Aku harus segera melakukan latihan lagi, aku di sini tidak boleh bermalas-malasan! Waktu terus berputar, dan aku hanya akan tertinggal!" Matanya yang sayu menatap ke arah tumpukkan kayu yang harus segera dirinya potong.
Namun, tubuhnya telah mencapai batasnya, dia mendadak tersungkur. Beruntung di saat itu Zero datang untuk menahannya.
"Jangan bertindak ceroboh!"
Azura menatap wajah Zero. "Aku di sini masih harus segera melakukan latihan, aku ini masih lemah!"
"Hebat sekali pemuda ini, dia bahkan tidak memiliki sebuah kata menyerah Atas kondisi yang sekarang ini bahkan terlihat menyedihkan!"
Zero membawa Azura kembali ke tempat tidur.
"Kau di sini harus tetap beristirahat, jangan terlalu gegabah dalam bertindak! Kalau kau ingin menjadi lebih kuat, maka dirimu seharusnya memikirkan kondisi tubuhmu terlebih dahulu! Tidak peduli seberapa kuatnya dirimu sekarang ini, selama tubuhmu dalam kondisi lemah, maka kau tidak akan bisa melakukan apa pun!"
Azura terdiam mendengar ucapan itu, dia mulai menyadari kalau selama ini mungkin dirinya sudah terlalu keras terhadap dirinya sendiri.
"Lebih baik kau pulihkan tubuhmu terlebih dahulu, setelah itu kau baru bisa menjadi seorang pria dengan kekuatan yang lebih besar lagi!"
Tidak ada respons, Zero kemudian pergi dari sana.
Perlahan Azura menatap telapak tangannya yang penuh dengan bekas luka, untuk digerakkan saja sudah memberikan sebuah efek nyeri yang tidak tertahan. "Tubuhku ini adalah sebuah senjata yang harus aku lindungi, ya? Huh... kenapa rasanya merepotkan sekali memiliki tubuh lemah seperti ini, aku berharap untuk bisa mendapatkan tubuh yang lebih kuat lagi! Aku mungkin akan mampu menjadi orang yang jauh lebih baik jika terus berjuang tanpa henti, tapi kenyataannya, tubuhku sendiri yang mencapai batasnya!"
Zero terus terdiam ke arah kayu yang dipotong oleh Azura. "Pemuda itu....!"
___To Be Continued___